Penyucian Pernikahan - Bab 19 Anjing Mencium Aroma

Setelah beberapa saat, terdengar suara Sarwendah, "Di mana Selvi ? Mengapa tidak ada di kamar mandi?"

"Bagaimana mungkin?" Rizki langsung berseru, "Aku tadi melihatnya masuk ke dalam."

“Mungkinkah dia menyelinap pergi secara diam-diam dan kamu tidak melihatnya?” Sarwendah bertanya.

"Aku terus menatap ke arah pintu, meskipun dia berubah menjadi seekor lalat dan terbang keluar, aku juga bisa melihatnya," Rizki berkata.

Selvi hilang?

Jangan-jangan, Selvi tahu bahwa Rizki akan bertindak sesuatu padanya, kemudian menyelinap pergi secara diam-diam?

Tiba-tiba, terdengar suara yang datang dari belakang, "Gilang, apa yang sedang kamu lakukan? Menjulurkan kepalamu ke kiri dan ke kanan begitu!"

Aku melihat ke belakang dan itu adalah Sanny.

"Tidak... tidak apa-apa," Aku berkata, "Aku datang makan bersama Selvi dan sekarang hendak kembali. Aku baru saja keluar untuk mengurusi sesuatu, setelah aku kembali, pintunya sudah tertutup. Tolong bantu aku mengetuk pintu."

“Kamu dan Selvi makan di sini?” Sanny tidak begitu percaya, kemudian mengulurkan tangannya dan mengetuk pintu dua kali, lalu berteriak: “Sarwendah, apakah kamu di rumah?”

Setelah beberapa saat, pintu terbuka. Sarwendah dan Rizki berjalan keluar.

“Kakak ipar, sudah begitu malam, ada hal apa?” Sarwendah berkata.

"Tidak apa-apa, bukankah karena mencium aroma wangi sayuran? Aku baru saja kembali dari kebun dan aku lapar," Sanny berkata sambil tersenyum.

"Kebetulan, masih ada sayuran, masuk dan makanlah," Sarwendah berkata.

“Kalau begitu aku tidak akan segan-segan,” Sanny berkata sambil berjalan masuk.

Rizki melihatku, langsung berjalan kemari, dan bertanya dengan wajah hitam, "Kenapa kamu masih belum pergi?"

“Di mana Selvi ?” Aku bertanya.

“Kamu bertanya padaku, lalu aku harus bertanya kepada siapa?” Rizki sangat marah sambil meletakkan kedua tangannnya di pinggul, kemudian berbalik dua kali dan tiba-tiba teringat sesuatu, lalu berbisik padaku: “Begini saja, kamu bantu aku mencari Selvi, asalkan bisa mencarinya, aku akan memberimu empat ratus ribu rupiah! "

"Langit sudah sangat gelap, kemana mencarinya? Aku sudah mau pulang," Aku berkata sambil berjalan keluar dari halaman.

Rizki menghentikanku, "Delapan ratus ribu."

"Tidak mau."

“Satu juta enam ratus!” Rizki mengertakkan gigi.

"Tidak mau."

Demi satu juta enam ratus, aku mengkhianati Selvi ? Jangan bermimpi!

"Paling banyak empat juta," Rizki berdiri di depanku, wajahnya pucat, "Tidak bisa lebih banyak lagi."

Empat juta rupiah, benar benar membuatku bimbang. Aku tidak punya pekerjaan dan tidak punya keterampilan. Terkadang aku bahkan tidak bisa mendapatkan empat juta rupiah dalam dua bulan di desa.

"Aku akan mencarinya. tetapi ketemu atau tidak, aku tidak bisa menjaminnya," aku menyetujuinya dengan terpaksa.

"Bergegaslah pergi. Setelah kamu menemukannya, minta dia untuk datang kemari sesegera mungkin," Rizki berkata dengan tidak sabar sambil mendorongku.

"Beri aku dua juta dulu untuk setoran awal." Aku berkata.

Rizki mengeluarkanl sepuluh lembar dari dompetnya dan menyerahkannya padaku, hampir meraung dan berkata: "Cepat temukan dia!"

Aku mengambil uang itu dan menghitungnya, lalu memasukkannya ke dalam saku, kemudian berjalan keluar dari kompleks.

Terdengar suara Rizki menginjak-injak halaman. “Sial, obat itu akan segera bekerja, tidak bisa sampai tidak ada wanita!” Rizki berpikir sejenak, kemudian berbalik dan berjalan masuk ke dalam rumah.

Aku langsung bersembunyi di kegelapan dan menatap gerbang rumah kepala desa.

Aku tidak bisa menjamin bahwa Selvi telah pergi, jadi periksa situasinya lebih dulu.

Sambil mendengarkan dengan cermat, terdengar suara Rizki, "Siapa yang minum air di gelas ini?"

"Aku yang meminumnya," Sanny berkata, "Aku sangat haus, aku melihat segelas air itu, jadi aku meminumnya."

"Kamu--" Rizki hanya berkata satu kata dan tidak melanjutkannya lagi.

Setelah beberapa saat, terdengar Rizki bertanya, "Di mana Sarwendah ?"

"Dia bilang dia tidak enak badan, jadi naik ke atas dan beristirahat," Sanny berkata.

“Oh, itu — kakak ipar, apakah kamu sudah kenyang?” Rizki berkata.

"Sudah hampir kenyang. Aku... aku merasa sedikit tidak enak badan. Aku akan kembali dulu." Suara Sanny terdengar aneh.

Mungkin karena Sanny minum segelas air ramuan yang disiapkan oleh Rizki sebelumnya untuk diberikan minum kepada Selvi, sekarang tubuh Sanny mulai bereaksi.

"Aku akan mengantarmu," Rizki berkata.

Setelah beberapa saat, Sanny dan Rizki berjalan keluar satu demi satu.

Pipi Sanny kemerahan, sesekali juga menyentuh rambutnya dan memegang bawahnya. Langkah kakinya sangat ringan, tampak seperti akan jatuh kapan saja.

"Kakak ipar, apakah tubuhmu merasa sedikit... tidak nyaman?" Rizki menatap dada Sanny dan berkata dengan mesum.

"Um... rasanya aneh," Sanny berkata dengan tidak sadar.

“Kalau begitu aku akan mengantarmu pulang.” Lengan Rizki melingkari pinggang Sanny dari belakang dan matanya berkilau.

"Uh... Baiklah," Sanny menyetujuinya.

Rumah Sanny hanya berjarak dua ratus meter dari rumah kepala desa.

Saat hampir tiba di rumah Sanny, di bawah pohon kamper yang besar dengan cahaya yang redup, Rizki tidak tahan dan menyentuh bokong Sanny.

"Ya!" Sanny berteriak kaget, "Apa yang kamu lakukan?"

"Hehe, kakak ipar, apakah kamu sangat menginginkan pria? Aku sama seperti dirimu, aku juga sangat menginginkan wanita sekarang. Bagaimana kalau kita berdua..." Rizki memeluk Sanny sambil mendorong Sanny bersandar pohon kamper dan melucuti celana Sanny.

“Tidak, tidak.” Meskipun Sanny berteriak tidak, tetapi hal ini tidak bisa menghentikan Rizki.

Sambil mendorong dan menempatkan, Celana Sanny sudah melorot hingga di pergelangan kaki. Rizki membalikkan badan Sanny dan membiarkan Sanny bersandar di pohon kamper, lalu mengangkat pinggulnya.

Meskipun cahayanya gelap, bokong putih Sanny sangat menarik perhatian.

Secara diam-diam, aku merasa sangat disayangkan, meskipun Sanny adalah seorang pelacur, tetapi postur tubuhnya sangat baik, Rizki menang banyak. Aku rasa masalah ini tidak perlu dikhawatirkan dan aku juga tidak tertarik menontonnya, lalu hendak pergi ke rumah kepala desa untuk mencari Selvi.

Tidak diduga, pada saat ini, muncul perubahan yang tidak biasa.

Napas Rizki terengah-engah, melepas celananya dengan tergesa-gesa dan hendak menaikkan pistolnya.

Tiba-tiba, sebuah bayangan gelap bergegas keluar dari pintu rumah Sanny.

"Guk-guk.."

Bayangan hitam bergegas menuju Rizki dengan ganas.

“Ah!” Rizki berteriak ketakutan dan hampir terjatuh dan duduk di tanah, kemudian bergegas lari sebelum menarik celananya.

Aku juga tertegun.

Bayangan hitam itu adalah Si Item, anjing hitam besar milik keluarga Sanny. Si Item biasanya sangat diam, hanya saja, dia akan menggonggong beberapa kali saat melihat orang asing. Tidak disangka, malam ini melindungi kesucian majikannya.

Aku diam-diam memuji Si Item di dalam hatiku.

"Si Item ! Si Item !" Sanny kemudian sadar dan bergegas memanggil.

Mendengarkan suaranya, Si Item berhenti mengejar, kemudian mengibas-ngibaskan ekornya sambil berlari ke sisi Sanny dengan gembira dan melompat ke atas tubuh Sanny. Sanny menendang Si Item dua kali sambil menegur beberapa kata, lalu menarik celananya dan melihat ke arah Rizki lari, kemudian berjalan masuk ke rumahnya dengan kecewa.

Rizki berlari ke rumah kepala desa dengan panik dan langsung menutup pintu, kemudian terdengar suara di dalam meredam, mungkin kakinya lemas dan terduduk di lantai.

Tiba-tiba, terdengar suara Sanny berteriak: "Anjing sial, keluar, keluar!"

Aku merasa ada sesuatu yang salah dan bergegas, lalu melihat Si Item berlari ke arah Sanny dengan tidak terkendali. Pada saat ini, Sanny terjatuh ke tanah dan mengarahkannya untuk berpose seperti bercinta.

Mungkinkah karena Sanny telah meminum minuman yang disiapkan oleh Rizki dan energi tubuhnya menjadi begitu kuat sehingga Si Item tidak bisa menahannya?

Aku mengambil sebuah tongkat dari tanah dan bergegas maju ke depan, kemudian memukul Si Item beberapa kali dengan tongkat, Si Item berteriak beberapa kali, lalu melarikan diri.

“Terima kasih, Gilang.” Sanny bangkit dari tanah dengan sangat memalukan, kemudian meraih lenganku, dadanya yang montok terus menggosok lenganku, “Untungnya ada kamu. Kaki kakak iparmu ini lemas, tolong bantu aku berdiri. "

Novel Terkait

Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
3 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu