Penyucian Pernikahan - Bab 35 Pergi Ke Rumahnya

"Kamu tidak boleh" Kepala desa berkata, "Menjadi pembuka cahaya akan merugikan kesehatan tubuh, selain itu bahkan bisa mengurangi masa hidupmu. Dulu kamu bukan apa-apa, kehidupan dan kematian kamu tidak berhubungan dengan orang lain, makanya semua orang menyarankan kamu menjadi pembuka cahaya. Sementara sekarang sudah berbeda, kamu adalah satu-satu dokter desaku, kesehatan kamu harus jauh lebih kuat daripada orang lain, selain itu masa kehidupan kamu juga harus lebih panjang dari orang lain!"

Aku merasa pahit untuk sesaat, kenapa aku merasa aku mendapat wijen dan kehilangan semangka?

"Kalau aku tidak menjadi pembuka cahaya, siapa yang mau menggantikanku?" Aku bertanya dengan tidak berdaya.

Kepala desa berkata: "Aku akan berdiskusi dengan komite desa untuk memilih satu pengganti. Kalau benaran tidak ada pengganti lain, sebagai kepala desa, aku akan menggantikan kamu"

"Apa?" Mataku membesar, "Kepala desa, usia kamu sudah begitu tua, kamu masih bisa..."

"Tenang saja. Aku masih bisa. Kesehatanaku masih sangat bagus, keputusan ini sudah sah, mulai besok kamu bekerja di klinik" Setelah berkata, kepala desa pun pergi tanpa menunggu aku bereaksi.

Aku melamun di tempat, kenapa aku merasa tujuan kepala desa memintaku menjadi dokter itu agak aneh?

Setelah tiba di rumah, aku pun siap-siap untuk memasak. Pada saat baru saja menyalakan api, dari luar pun ada suara berdering: "Apakah Gilang ada di rumah?"

Aku berjalan ke luar dan melihat Tya berdiri di sana. Aku menepuk debu di tanganku dan bertanya: "Kakak ipar Tya, ada apa?"

Tya melihat ke arah rumahku, kemudian menoleh ke sekeliling, setelah itu dia baru bertanya dengan suara kecil: "Gilang, perutku merasa tidak enak lagi. Apakah kamu bisa membantuku dengan memijat?"

Aku berkata: "Aku masih belum makan"

Tya berkata: "Aku ada memasak, kalau tidak kamu makan di rumahku saja?"

"Tidak mau" Aku merasa sering makan di rumah Tya sangat tidak bagus, selain itu, dia itu seorang janda, kalau orang lain melihatnya, mereka akan menggosip, aku harus hati-hati.

"Kalau begitu kamu memijat di rumah kamu saja" Tya berkata.

"Tunggu besok klinik buka saja, besok kamu datang ke klinik, aku akan memijat perutmu" Berpikir tentang adegan memijat Tya kemarin, aku merasa tidak bagus kalau melakukannya di rumah.

"Aku... aku beri kamu uang" Tya segera berkata.

"Tidak perlu. Aku tidak mau uangmu" Aku sibuk berkata, "Hanya memijat saja, tidak perlu kamu kasih uang"

"Kalau begitu kamu ragu apa lagi? Kamu coba memegang bagian sini, aku merasa sangat kedinginan. Atau tidak, apakah kamu ada obat? Berikan aku sedikit obat saja" Tya menarik tanganku dan meletaknya di bagian pertunya.

Perutnya benar-benar terasa sangat dingin.

"Ini... aku belum sempat naik ke pegunungan memanen obat, rumahku tidak ada obat" Aku merasa sangat tidak berdaya.

"Kalau begitu kamu memijatku saja" Tya berkata dengan nada suara meminta tolong.

Pada saat ini, Dewi Danau berbisik di telingaku: "Sejak dipijat kamu kemarin, wanita ini sudah jatuh cinta dengan perasaan merangsang itu. Kali ini adalah sebuah kesempatan yang baik, kamu boleh menggunakan kesempatan kali ini dengan baik"

"Ini... sepertinya kurang bagus, dia adalah seorang janda. Aku tidak bisa melakukan hal seperti ini dengan seorang janda" Aku berkata di dalam hati.

"Kalau kamu masih ingin berlatih teknik, ingin belajar bagaimana mengenal wanita dengan mencium, kamu harus bertingkah sesuai kata-kataku!" Dewi Danau mengancam.

Melihatku tidak berbicara, Tya tiba-tiba menyeka air matanya dan berkata dengna kasihan: "Gilang, kamu tidak mau memijat aku ya? Kakak ipar kamu ini sangat kasihan, pada malam menikah, suamiku sudah meninggal. Aku..."

"Sudah sudah. Kakak ipar Tya, aku akan memijat kamu" Aku berkata.

Ekspresi sedih Tya langsung berubah menajdi bahagia: "Kakak ipar tahu kamu paling baik kepadaku. Kamu jangan memasak lagi, pergi rumahku saja, aku sudah siap masak, tunggu kamu pergi makan saja"

"Baik" Sampai sini, aku hanya bisa menurut.

Di tengah jalan, Tya bertanya: "Gilang, dari mana kamu belajar cara memijat?"

"Ah? Aku membacanya di buku. Sebenarnya aku tidak pernah memijat siapa pun, kamu adalah orang pertama" Aku berkata.

"Kalau begitu aku benar-benar sangat beruntung" Tya tersenyum.

"Tidak tidak. Aku juga merasa sangat bahagia bisa membantu kakak ipar" Aku memegang kepalaku dengan canggung dan tersenyum dengan memaksa.

"Hehe..." Waktu tertawa, mata Tya menyipit dan alisnya membengkok seperti bulan, dia terlihat sangat mempesona.

Di tengah jalan, kami bertemu dengan Sanny dan Trejo.

Waktu melihatku, ekspresi Trejo menjadi agak tidak senang. Dia memasang wajah kaku dan tidak bersuara, sementara Sanny melihatku dan Tya sambil menyapa dengan ramah: "Kalian ini mau pergi ke mana?"

Pada saat aku mau berbicara, Tya sudah bersuara: "Aku ingin meminta Gilang membantuku memanen kuncup besok, jadi malam ini mau traktir dia makan dulu"

"Gilang, kamu benar-benar hebat ya, sangat berkemampuan di segala bidang" Sanny berkata dengan nada suara aneh.

Tya menambah: "Iya, Gilang sudah bisa dibilang adalah orang pintar di desa kita"

"Bukannya Gilang barusan membantu Ahmad mereka memanen? Sekarang kamu menyuruh dia membantu kamu lagi, kamu mau membuat Gilang capek sampai mati ya" Sanny bercanda.

"Hais!" Tya menghela nafas panjang, "Sebenarnya aku juga tidak ingin merepotkan Gilang, siapa menyuruh rumahku tidak ada pria. Aku iri kepada kamu yang memiliki pria di rumah, mau buat apa tinggal membantu suamimu, tidak perlu merepotkan orang lain"

"Meskipun begitu, semua keluarga ada kesusahan sendiri, bahagia atau tidak hanya kita sendiri yang tahu" Sanny melirik ke Trejo, "Sebenarnya, ada pria dan tidak ada pria tidak berbeda jauh juga"

"Mengapa kamu berkata seperti itu?" Trejo langsung memasang wajah tidak senang.

Tya tertawa, "Sudah sudah, kami tidak menganggu kalian saling mencintai. Gilang ayo kita pergi dulu, langit sudah mau hitam"

Tiba di rumah Tya. Sebelum memasuki rumah, aku sudah mencium wangi daging. Selain itu di atas meja makan juga terletak sebotol bir bagus yang aku tidak pernah melihat.

"Ada begitu banyak lauk ya" Melihat daging ayam, daging bebek dan daging sapi di atas meja, aku merasa seperti sedang tahun baru.

"Mentraktir dokter dewa kita makan tentu saja harus menyiapkan lebih banyak lauk" Tya berkata sambil tertawa.

Waktu makan, Tya mengundangku untuk minum beberapa gelas bir, dia sendiri juga ada minum.

Aku yang tidak pernah minum bir putih terasa agak tersedak dan pusing.

Sementara wajah Tya memerah dan dia terlihat sangat mempesona.

Setelah makan dengan kenyang, aku pun mulai memijat Tya.

Tya berbaring di atas tempat tidur dengan patuh dan berinisiatif membuka bajunya.

"Gilang, kamu cepat datang memijatku..." Tya berkata.

Melihat kulit tubuh Tya yang putih itu, aku merasa sedikit tersentuh.

Tetapi, setelah teringat dengan kejadian memijat Tya kemarin, aku pun bersikap waspada lagi, aku takut melakukan hal yang salah.

Telapak tanganku yang lebar memijat tubuh Tya dengan lembut dan membuat dia sedikit gemetar. Aku menggosok seara perlahan dengan arah yang berlawanan jarum jam, aku bisa merasakan bulu lembut di perut Tya.

"Ah.... Uhm, Gilang, agak kuat sedikit" Tya berkata.

"Gilang, apakah kamu boleh menyentuh bagian lainku?" Tya berkata dengan nada suara meminta tolong dan tatapan yang lembut seperti air.

Novel Terkait

Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu