Penyucian Pernikahan - Bbab 18 Keindahan

"Ah!"

"Ah--"

Aku dan Sarwendah mengeluarkan suara erangan panjang.

Sarwendah sana sudah kebanjiran dan pintunya baru saja terbuka. Begitu Sarwendah duduk, aku sepenuhnya langsung ditelan.

Mungkin karena Sarwendah terlalu kasar, jadi aku merasa sedikit sakit.

Dari awal rasanya sudah seperti dijepit kepiting.

Namun, rasa sakitnya segera menghilang, kemudian, rasa nyaman yang belum pernah aku rasakan sebelumnya menyebar ke seluruh tubuh seperti arus listrik. Rasanya sangat luar biasa, membuat aku merasa seperti jatuh ke dalam mimpi!

Aku sangat emosional, akhirnya sekarang aku bisa benar-benar menikmati rasa nikmat seorang wanita dengan puas!

Mobil itu bergetar kuat seperti gempa, bahkan seolah sedang bergoyang.

Tepat saat aku sedang asyik menikmati keindahan semacam ini, suara Dewi Danau tiba-tiba terdengar di telingaku:

"Sekarang adalah waktu terbaik untuk mengambil pesonanya, kamu ikut aku membaca sebuah mantra, kemudian dorong ke atas dengan kuat."

“Mantra apa?” Aku bertanya.

Dewi Danau membaca sebuah mantra dengan jelas.

Aku diam-diam membaca beberapa kata di dalam hati. Setelah membacanya tiga kali, Dewi Danau memerintahkan: "Atas!"

Aku memeluk pinggang Sarwendah dan mendorong ke atas dengan kuat!

"Ah---" Sarwendah mengeluarkan bunyi panjang seperti bel, tubuhnya memerah dalam sekejap.

Mataku tiba-tiba bersinar, seperti kilatan cahaya, aku menyadari bahwa ada bagian tubuhku telah berubah.

Perubahan semacam ini tampaknya ada dan tiada, sangat aneh.

“Apa yang terjadi?” Aku bertanya pada Dewi Danau.

“Berhasil mengambil pesonanya.” Dewi Danau berkata, “Sekarang kamu dapat mengontrol waktumu sendiri. Dengan kekuatan fisikmu, kamu bisa bertahan selama dua jam.”

“Begitu lama!” Aku terkejut secara diam-diam, bukankah ini artinya kemampuanku bisa bertahan lama?

Menghadapi wanita cantik seperti Sarwendah, tentu saja aku rela bertarung dengannya selama tiga hari tiga malam. Namun, pada saat ini Selvi sendirian bersama Rizki, aku sangat khawatir dengan keselamatan Selvi.

"Hari ini cukup sampai di sini," Pikirku dalam hati.

Aku menarik ritsleting celanaku, tetapi kesenangan ini masih belum selesai dinikmati.

Namun, begitu memikirkan Selvi, aku harus melepaskan pemikiran semacam ini.

"Sudah, ayo kita kembali," Aku berkata.

Sarwendah tidak menanggapinya dan juga tidak bergerak.

Aku memandangnya dengan curiga, kemudian melihat Sarwendah tidak bergerak dan menatap atap mobil, matanya kusam dan air mata masih mengalir di matanya.

“Ada apa denganmu?” Seketika aku merasa sedikit bersalah.

"Kamu merampas pertama kaliku. Aku... aku benci kamu. Aku tidak bisa menikah lagi, kalau tidak, aku akan menjadi janda..." Sarwendah kesulitan berbicara.

Kemudian aku menghiburnya sesuai dengan apa yang dia katakan kepadaku tadi: "Bagaimanapun juga, aku adalah orang yang akan menahbiskanmu, anggap saja aku menahbiskanmu lebih dulu."

Tubuh Sarwendah bergerak sambil menyeka air matanya, kemudian memakai pakaian dalamnya, lalu menyeka kemerahan di dalam mobil dengan tisu dan mengambil tas plastik berisi spermaku sambil naik ke depan kursi pengemudi.

“Buat apa kamu menyimpan barang itu?” Aku bertanya dengan sengaja.

“Simpan sebagai kenangan.” Sarwendah berkata, “Kamu tidak boleh memberitahu siapapun mengenai masalah hari ini. Kalau tidak, aku akan meminta ayahku untuk mengusirmu keluar dari desa!”

"Aku mengerti. Jika kamu menginginkan seorang pria, kamu bisa datang mencariku," Aku berkata.

“Huh!” Sarwendah mendengus dingin dan menyalakan mobil.

Tiba di kompleks rumah kepala desa dan keluar dari mobil, aku membiarkan Sarwendah berjalan di depan. Melihat Sarwendah berjalan tidak seimbang, mungkin di sana terasa sangat sakit, aku merasa kasihan padanya.

“Mengapa baru kembali?” Rizki berjalan menghampirinya dengan cepat, setelah berada di depan Sarwendah, Rizki bertanya dengan suara rendah, “Apakah kamu sudah mendapatkannya?”

Sarwendah mengangguk.

Rizki terlihat sangat gembira, kemudian bertepuk tangan dan berkata kepadaku, "Gilang, Selvi sudah kembali. Waktu juga sudah larut, jadi kembalilah."

"Sudah kembali? Aku akan masuk dan lihat," Aku berkata sambil ingin masuk ke dalam rumah.

Rizki menghentikanku dan berkata dengan tegas, "Kenapa, kamu tidak percaya padaku?"

"Ada barangku yang jatuh di dalam," Aku hanya beralasan.

"Barang apa? Aku akan mengambilnya untukmu," Rizki berkata.

"Uang... uangku jatuh." Aku tidak punya ponsel, tidak punya jam tangan, tidak ada barang yang bisa jatuh dari tubuhku, jadi aku hanya bisa menyebutkan uang.

“Ini 400 ribu, ambil saja.” Rizki mengeluarkan 400 ribu rupiah dan memasukkannya ke telapak tanganku sambil mendorongku ke halaman. Aku bersikeras tidak ingin pergi. Rizki berkata kepada Sarwendah, "Sarwendah, kamu antar dia kembali."

“Aku sangat lelah dan ingin istirahat,” Sarwendah berkata sambil berjalan ke dalam rumah.

“Kamu pulang sendiri saja,” Rizki masuk ke dalam rumah dan langsung menutup pintu.

"Selvi !"

"Selvi !"

Aku berteriak dua kali tetapi tidak terdengar jawaban apapun, jadi aku menajamkan telingaku dan mendengarkan gerakan di dalam.

"Di mana barang itu?" Rizki bertanya.

"Untukmu," Sarwendah berkata.

“Begitu banyak, bocah itu tidak memanfaatkan tubuhmu, kan?” Rizki bertanya lagi.

"Ti... dak. Aku sangat lelah, aku beristirahat dulu," Sarwendah berkata.

Dua detik kemudian, aku mendengar Sarwendah bertanya lagi: "Di mana Selvi ?"

"Di kamar mandi dan tidak keluar," Rizki berkata.

"Oh, aku hendak pergi ke kamar mandi, aku akan memanggilnya keluar," Sarwendah berkata.

"Pergilah, pergi!" Rizki mendesak.

"Sial, sudah menghabiskan waktu begitu lama dan aku juga sudah menunggu terlalu lama. Minum obat dulu, setelah itu baru selesaikan dia!" Rizki bergumam.

Aku menjadi semakin khawatir dan ingin bergegas masuk ke dalam, tetapi pintunya tetap tidak bergerak meskipun aku telah mendorongnya beberapa kali.

"Hei, di mana air ramuan ekstasi tulangku?" Rizki bergumam lagi.

Aku mengeluarkan botol ramuan dari saku celanaku, botol itu tertulis: Bone Ecstasy Immortal Water.

"Sudah hilang, sepertinya aku hanya bisa memberinya minuman memabukkan."

Kemudian, terdengar suara Rizki menuangkan air.

Hatiku semakin cemas, aku harus menemukan cara untuk masuk dan menyelamatkan Selvi !

Novel Terkait

Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
5 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu