Penyucian Pernikahan - Bab 205 Lapor Polisi

Dewi Danau berkata, "Hal yang baik untuk memiliki pikiran dan hati yang baik. Tapi bersikap terlalu baik dapat menjadi batu sandungan bagimu kedepannya."

"Aku khawatir dengan kemampuanmu yang ini, kamu tidak akan bisa mengendalikan wanita pembunuh itu. Kamu masih orang baru. Kamu terlalu sedikit bertemu masalah dan belum banyak bertemu berbagai macam orang. Kamu masih belum tahu dan mengerti seberapa jahat dan menakutkannya dunia ini.”

Apa yang dikatakan oleh Dewi Danau ini memang benar. Aku berpikir sejenak, lalu berkata, “Dewi, aku memutuskan untuk membiarkannya hidup.”

Dewi Danau tersenyum dan berkata, “Itu adalah hal baik jika kamu punya pendapatmu sendiri. Karena kamu sudah memutuskannya seperti itu, kamu bisa menangkapnya lebih dulu, lalu perlahan mendidiknya dengan baik.”

Membunuh wanita pembunuh ini adalah pilihan terbaik. Lapor polisi adalah pilihan selanjutnya. Namun, hatiku masih saja lemah. Aku benar-benar tak berdaya dan tak punya kemampuan melawan wanita cantik sama sekali.

Tentu saja, yang lebih penting adalah aku bisa mendapatkan informasi lainnya dari mata wanita pembunuh ini. Dia membunuhku juga karena tak berdaya dan terpaksa. Apalagi, hidupnya sudah sangat menderita. Ada kebaikan di hatinya, dia bukanlah orang yang dasarnya sudah jahat.

Jika informasi yang aku dapat darinya ini menyatakan kalau dia ini adalah orang yang suka membunuh tanpa belas kasih sedikitpun, maka secantik apapun dia, aku tetap tidak akan melepaskannya pergi begitu saja.

Aku selalu patuh dengan semua ucapan dan perintah dari Dewi Danau. Tapi kali ini, aku punya keputusanku sendiri. Aku menghargai pemikiranku yang nyata dari lubuk hatiku terdalam.

Aku berkata kepada Mahmud, “Ikat dia!”

Mahmud melihat aku yang sudah tidak memaksanya membunuh orang. Dia pun menghela napas lega, lalu berkata, “Bos, apa yang kamu rencanakan sebenarnya?”

Aku pun berkata, “Sudah jangan banyak tanya. Ikat saja dulu dia. Lalu sembunyikan dia di dalam hutan, baru nanti kita pikirkan rencana selanjutnya.”

Di sini adalah tempat terpencil dan merupakan jalan pintas ke kota, tapi tidak berarti tidak ada mobil lain yang lewat.

Jadi Mahmud pun mengambil tali derek dari mobil.

Wanita pembunuh itu berteriak, “Gilang, sebenarnya apa maumu!”

“Lebih baik kamu membunuhku. Kamu tidak akan bisa mengendalikanku. Aku tidak akan mengatakan apapun, aku juga tidak tahu apapun!”

Tangan wanita pembunuh itu didorong oleh Mahmud. Aku langsung meraih tangan wanita pembunuh itu dan memukul belakang kepalanya. Wanita pembunuh itu pun pingsan karena aku pukul.

Mahmud dengan cepat mengikat wanita pembunuh itu dengan tali temali yang sangat terampil. Lalu, dia mencari sebuah handuk dan langsung membungkam mulut wanita pembunuh itu dengan handuk itu. Kelihatannya Mahmud dulu sering melakukan hal semacam ini.

Aku menyuruh Mahmud untuk membawa wanita pembunuh itu, dan menyembunyikan wanita pembunuh itu di hutan.

Setelah wanita pembunuh itu disembunyikan, ada sebuah mobil yang lewat. Pengemudi membuka jendela mobilnya, menjulurkan kepalanya dan bertanya kepada kami apa yang terjadi.

Aku bilang kalau roda mobil kami pecah. Pengemudi mobil itu tak bertanya lebih lagi, dan langsung pergi begitu saja.

Setelah beberapa saat, setelah Mahmud datang lagi, dia berkata, “Bos, apa rencanamu?”

Aku berkata, “Roda mobil kita pecah. Kita sekarang cari satu mobil lalu membawa pergi wanita pembunuh itu.”

Mahmud bertanya, “Bos, kamu mau membawa pergi wanita pembunuh itu kemana?”

“Desa kita.” Aku pun berkata lagi, “Kita akan kendalikan wanita itu. Dia pasti tahu banyak hal mengenai Keluarga Romlah. Kita perlahan-lahan akan bertanya sampai dia menjawab.”

Mahmud berkata, “Apa tidak masalah dibawa kembali kesana? Kamu harus memeriksa sakit masyarakat desa kita. Setiap hari jelas banyak orang, apalagi, Selvi juga tidak akan henti-hentinya menemuimu. Kalau ketahuan bagaimana dong?”

Aku pun berkata, “Dasar bodoh, rumah Kepala Desa dan rumah Rizki kan kosong dan tak ada yang meninggali. Jarak rumah Kepala Desa dan rumah Gusnur adalah yang paling dekat. Kita sembunyikan dia di rumah Kepala Desa.

“Oh iya benar. Eh bos, apa kamu jatuh cinta dengan wanita itu ya?”

“Oh?” Aku pun berkata lagi, “Kenapa bisa bertanya seperti itu?”

Mahmud menyeringai dan berkata, “Kalau tidak, jika memang kamu tidak mau membunuhnya, namun harusnya kamu sudah lapor polisi dari tadi.”

Aku berkata, “Sudah jangan bicara. Aku sudah menelepon Delia, dan minta dia untuk membawa mobilnya kesini. Setelah membawa wanita itu pergi, kita baru lapor polisi.”

Video yang aku minta Mahmud rekam dulu. Mahmud merekam ketika wanita itu menembak. Lalu aku menangkap peluru dan mengambil peluru di tanganku. Mahmud menjatuhkan ponselnya karena shock, dan akhirnya tidak direkam lagi hingga tidak ada video lanjutannya.

Aku sudah melihat video itu sekali. Sukanda, Musida dan ketiga orang yang lainnya menghancurkan mobil dengan parang dan mengancamku kalau mereka ingin membunuhku. Semua itu sudah terekam di dalam video itu.

Wanita itu menembakku, namun aku-nya tidak terekam dalam video. Hanya terekam saat wanita itu menembak.

Rekaman video itu sangat sempurna. Aku akan menyerahkan video ini ke polisi!

Urusan kemudian, aku akan bilang kalau wanita itu melarikan diri.

Aku menelepon Delia dan mengatakan bahwa situasinya sangat mendesak. Setelah sepuluh menit, Delia muncul di depan kami. Memang mobil sport kecepatannya sangat luar biasa.

Ketika melihat situasi di sini, aku pun memberitahu Delia secara singkat kalau ada orang yang mau membunuhku, sudah aku kalahkan dan aku pun menangkap wanita pembunuh itu.

“Orang Keluarga Romlah mau membunuhmu?” Delia sangat terkejut. Dia cukup tenang dan lega ketika melihat aku dan Mahmud baik-baik saja, lalu berkata, “Di pesta ini, orang Keluarga Romlah benar-benar tertekan dan tertindas. Pada titik ini, mereka tidak berani bergerak sedikitpun."

"Mereka berani-beraninya ingin membunuhmu!"

Aku berkata, "Sekarang mungkin mereka sudah bingung dan panik tidak karuan, atau mungkin...Keluarga Romlah dari awal sampai sekarang mengira kalau aku hanyalah tokoh kecil. Orang Keluarga Romlah lainnya tidak berani berurusan denganku, jadi ingin langsung menyingkirkanku.”

“Atau mungkin, orang Keluarga Romlah merasakan sesuatu kalau semuanya berhubungan denganku. Jadi, aku adalah akar masalah mereka sehingga mau menyingkirkanku.”

“orang-orang Keluarga Romlah ini benar-benar bisa-bisanya bersikap tak bermoral seperti ini!” Kata Delia sambil menggertakkan gigi, “Gilang, kenapa kamu tidak lapor polisi saja? Untuk apa kamu menangkap dan membawa pergi wanita pembunuh itu?”

Aku menjawab, “Kakak Delia, kamu tidak usah mengkhawatirkanku. Urusan selanjutnya, aku sudah punya rencana sendiri. Orang Keluarga Romlah sudah dua kali mau membunuhku. Aku pasti akan membuat mereka membayar semua ini.”

Delia pun tak bertanya lebih banyak lagi.

Aku meminta Mahmud mengeluarkan wanita pembunuh itu lagi dan memasukkannya ke dalam mobil. Aku berkata pada Delia, “Awasi baik-baik wanita ini. Setelah kami selesai lapor polisi mengenai urusan disini, kami akan langsung menemuimu.”

Delia mengiyakan. Lalu berkata, “Kalau begitu aku akan menunggu kalian di jalan pinggir sungai. Setelah kalian selesai menangani ini, telepon aku ya.”

Aku memeriksa lagi tali yang mengikat tubuh wanita pembunuh itu, setelah memastikan cukup kuat, aku pun menyegel beberapa titik di tubuh wanita pembunuh itu.

Karena wanita pembunuh itu sangat kuat. Aku benar-benar sangat khawatir dia bangun dan kemudian melarikan diri.

Delia pergi dengan membawa wanita pembunuh itu. Aku menangani jejak yang tertinggal di tempat kejadian. Lalu, mulai menelepon Kapten Kov.

Kapten Kov berkata, “Gilang, sudah datang ya. Oke, aku akan keluar menjemputmu.”

Kapten Kov mengira aku datang ke kantor polisi mengenai masalah memukuli orang.

"Tidak usah." Aku berkata, "Aku berada di hutan kecil di samping jalan pinggir sungai. Aku akan mengirimimu lokasiku, kamu datanglah kemari."

Kapten Kov bertanya dengan bingung, "Apa yang akan kamu lakukan di sana?"

“ada orang yang ingin membunuhku ..."

Aku memberikan penjelasan singkat kepada Kapten Kov tentang apa yang terjadi barusan. Setelah Kapten Kov mendengarnya, dia sangat marah, "Keluarga Romlah benar-benar bikin tidak tenang saja."

“Baru saja menangani masalah Kepala Desa tua. Dan sekarang malah membuat masalah lagi!”

"Benar-benar tidak bermoral sekali!"

Setengah jam kemudian, Kapten Kov dan Vanya datang bersama. Mereka terkejut saat melihat tempat kejadian perkara, melihat ada pistol dan amunisi, serta bekas peluru di mobil van.

Mereka tidak menyangka warga Keluarga Romlah juga menggunakan pistol!

Video rekaman Mahmud aku serahkan kepada Kapten Kov. Mereka berdua semakin kesal setelah menonton videonya.

Novel Terkait

The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu