Penyucian Pernikahan - Bab 5 Perjanjian

Wanita itu menatapku dengan tatapan yang dingin, kemudian sebuah senjata yang tidak pernah aku lihat tiba-tiba muncul di tangan wanita itu, dan dia pun menggunakan senjata itu untuk menusuk tenggorokanku.

Aku pun segera memejamkan kedua mataku.

Yang ada di hadapanku saat ini hanyalah sebuah ilusi sebelum mati.

Dengan tidak disangka, senjata wanita itu berhenti di depan tenggorokanku dengan jarak sejauh satu cm.

Wanita itu menatapku dengan tatapan yang sedikit terkejut, dan tersenyum, “ tidak disangka di dalam kondisi yang buruk seperti ini akan terdapat orang seperti kamu yang terdapat keterampilan bawaan sejak lahir, kamu adalah orang biasa, dan telah melihat aku tanpa mengenakan pakaian apa pun, seharusnya kamu harus dibunuh olehku, tetapi saat ini melihat kamu memiliki keterampilan bawaan sejak lahir, aku tidak akan membunuhmu. Kita berdua membuat sebuah perjanjian, aku akan memenuhi keinginan kamu yang belum terpenuhi.”

Aku hanya menganggap yang sedang terjadi saat ini adalah sebuah ilusi, aku pun mengulurkan tanganku, dan mengigit jari tengahku, kemudian berdasarkan perkataan wanita itu, aku pun meletakkan jariku yang berdarah di tengah dahi wanita itu. Ketika menyentuh dahinya, aku merasakan kulitnya terasa sangat lembut, seolah-olah semua ini bukan merupakan sebuah mimpi.

Berdasarkan perjanjian yang dikatakan oleh wanita itu, wanita itu pun bertanya: “Apa yang kamu inginkan?”

Aku hanya berkata: “Aku ingin menjadi lebih kuat, lebih kaya, dan tidak perlu ditindas oleh orang lain lagi.”

Wanita itu berkata: “Permintaanmu terlalu banyak, hanya boleh terdapat satu permintaan.”

Aku berpikir, bagaimanapun aku sudah terbiasa dengan kehidupan yang miskin.

“Kalau begitu aku ingin menjadi lebih kuat.”

“Baiklah sesuai keinginanmu.” Setelah selesai berkata, wanita itu pun berubah menjadi sinar putih dan masuk ke dalam dahiku. Sekujur tubuhku bergemetaran, seperti kesetrum listrik, dan mataku pun jadi kabur.

Beberapa saat kemudian, mataku pun perlahan pulih.

Wanita itu menghilang, melainkan aku, yang masih tetap berada di dalam rawa.

Apakah tadi aku sedang bermimpi?

Aku pun keluar dari rawa itu dengan sekuat tenagaku, melihat tubuhku sangat kotor, aku pun memutuskan untuk membersihkannya di dalam kolam itu.

Kolam itu sangat dalam, dan jernih. Aku pun meminum air kolam itu dengan tidak dapat bertahan, airnya terasa sangat manis.

Tidak disangka air di dalam kolam ini begitu enak untuk diminum, aku pun meminumnya dengan sepuas-puasnya. Kemudian aku pun mulai membersihkan tubuh dan bajuku, lalu aku pun memikirkan bagaimana aku bisa naik ke atas.

Aku pun mengangkat kepalaku, tebing yang sangat curam, seperti potongan pisau, bahkan sangat tinggi.

Bagaimana aku bisa naik ke atas? Sulit sekali.

“Kamu belum mencobanya, bagaimana kamu akan mengetahuinya?” Tiba-tiba suara yang sangat merdu terdengar.

Ini adalah suara wanita yang tadi!

Aku melihat ke sekeliling, dan tidak menemukan siapa pun.

“Kamu itu siapa?” Aku bertanya.

Wanita itu berkata: “Aku adalah Dewi Danau, saat ini berada di dalam tubuhmu. Sekarang kamu segera panjat ke atas.”

Dewi Danau ? Dewi yang aku lihat barusan itu? Kenapa dia akan berada di dalam tubuhku?

“Kamu tidak perlu memikirkannya, ke depannya aku akan menjelaskan masalah ini kepadamu. Tidak boleh berada di tempat ini terlalu lama, kamu segera naik ke atas.” Suara Dewi Danau terdengar lagi.

Aku berjalan menuju ke bawah tebing dengan curiga, dan aku pun mulai mencoba untuk memanjat ke atas. Siapa sangka, ketika memanjatnya aku sudah memanjat setinggi empat meter. Kemudian, aku seperti seekor cicak, aku memanjat ke atas dengan kecepatan yang sangat cepat, dan seperti sedang berjalan di jalan yang datar, akhirnya aku pun sampai di atas tebing.

Benar saja aku sudah menjadi kuat!

Aku pun merasa sangat gembira.

Mahmud, aku tidak akan takut denganmu lagi!

Tetapi, aku sudah jatuh ke bawah begitu lama, Mahmud pun sudah pergi, tidak diketahui apakah dia berhasil menemukan Selvi atau tidak.

Aku pun berlari menuju ke arah bawah gunung dengan tergesa-gesa.

Ketika hampir sampai di kaki gunung, tiba-tiba aku pun mendengar sebuah suara erangan.

Aku segera berhenti, dan mendengarkan suara itu dengan teliti, seperti suara seorang wanita. Suaranya terdengar sangat sakit, tetapi juga terdapat kesenangan di dalam kesakitan itu.

Pada waktu yang bersamaan, suara seorang pria juga terdengar.

“Aaaa, enak…… oh tidak, aku sudah mau keluar……”

Suara Mahmud !

Apakah pria itu dan Selvi sedang……aku pun marah di dalam hati, kemudian aku pun berlari dengan cepat menuju ke posisi itu.

Aku menggunakan waktu sekitar lima menit untuk sampai di sana, lalu aku pun melihat Mahmud keluar dari semak itu sambil memegang celananya.

Jarak yang begitu jauh, kenapa aku dapat mendengar suara ini?

Tetapa saat ini aku tidak memikirkan masalah ini, aku pun memelototi Mahmud dan bertanya dengan marah: “Apa yang telah kamu lakukan terhadap Selvi ?”

Mahmud mengangkat kepalanya untuk menatapku, dia berteriak seperti melihat seorang hantu, “Kamu……kamu kenapa masih hidup? Bukannya kamu sudah jatuh dari tebing?”

“Selvi di mana?” Aku berjalan mendekatinya dengan penuh amarah.

Mahmud mengambil ponselnya untuk mengklik sesuatu, kemudian suara erangan wanita pun hilang.

“Huh, wanita itu, tidak diketahui bersembunyi di mana, dan akhirnya aku harus menyelesaikannya dengan sendiri.”

Aku baru sadar, bahwa suara erangan tadi, berasal dari ponselnya. Binatang buas ini ternyata sedang menonton film sambil melakukan hal itu, sungguh tidak tahu malu.

Tetapi, ini juga membuat aku merasa lega, Selvi tidak berhasil diperkosa olehnya.

“Semuanya karena kamu, jika bukan kamu, aku sudah meniduri Selvi !” Mahmud pun mengambil sebuah tongkat kayu dari tanah untuk memukulku.

Aku menghindarnya dengan naluri, dan aku pun mengulurkan kakiku untuk menendangnya.

“Aaaa——” Mahmud menjerit, dia ditendang oleh aku sejauh lima sampai enam meter, dia pun terlihat seperti seekor babi mati di sana.

Aku merasa kaget, kenapa tendanganku begitu kuat?

Apakah pria itu akan mati setelah ditendang oleh aku?

Aku segera menghampirinya, Mahmud pun tiba-tiba berkata, “Hantu, kamu bukan orang, kamu adalah hantu!” Kemudian dia pun segera berlari dengan cepat untuk turun dari gunung.

Aku jatuh dari tebing dan tidak mati, bahkan dapat menendangnya dengan kuat, Mahmud menganggapku adalah seorang hantu juga sangat wajar.

Setelah Mahmud menghilang, aku mulai merasa ragu, apakah harus kembali ke dalam desa. Jika aku kembali ke dalam desa, orang tua Ahmad pasti akan menguburkan aku. Tetapi jika tidak pulang, aku harus memakan apa di atas gunung?

Lebih baik pergi memetik buah liar dulu untuk mengisi perutku, dan pulang setelah malam hari.

Untuk Selvi, seharusnya dia sudah pulang ke dalam rumahnya.

Tiba-tiba, sebuah suara terdengar dari atas gunung.

“Aaaa!”

Suara Selvi !

Suaranya terdengar cempreng, seperti ditusuk oleh seseorang dengan menggunakan pisau.

Aku pun bergegas menuju ke atas gunung dengan tidak ragu.

Sambil berlari, aku mendengar suara Selvi yang terdengar sangat menderita.

Ketika aku menemukan Selvi, aku menyadari dia duduk di sana, dengan wajah yang pucat, dan dia sedang terisak-isak. Aku pun segera menghampirinya dan bertanya: “Kamu kenapa?”

Selvi melihat adalah aku, bibirnya pun berkedut, lalu dia pun tidak berkata apa pun.

“Apa yang sedang terjadi? Kenapa kamu tadi menjerit?” Aku bertanya.

“Aku……aku sudah mau mati.” Selvi bergumam, “Aku digigit ular.”

Ternyata, Selvi takut akan ditangkap oleh Mahmud, jadi dia pun bersembunyi di dalam semak. Ketika dia mendengar Mahmud menjerit, dia pun bersiap-siap untuk keluar dari semak itu, dengan tidak disangka, pahanya digigit oleh seekor ular hitam.

Pada saat ini, wajah Selvi menjadi semakin pucat, dia memejamkan matanya, bibirnya sudah menjadi warna ungu, tampaknya dia sudah keracunan.

Aku pun berjongkok, lalu aku melihat paha Selvi, dan darah di celananya sudah berubah menjadi warna hitam.

“Aku mengantar kamu ke rumah sakit.” Sambil mengatakannya aku pun segera pergi memeluk Selvi.

Selvi mendorongku, dan berkata dengan sangat lemas: “Sudah tidak sempat lagi. Aku……merasa sangat lemas. Aku sudah mau mati, wu wu……aku tidak ingin mati, wu wu……”

“Segera mengisap racunnya.” Suara Dewi Danau tiba-tiba terdengar di samping telingaku.

“Baik.”

Aku berkata kepada Selvi : “Kamu segera berbaring, aku membantumu untuk mengeluarkan racunnya.”

Selvi menatapku, dan tidak mengatakan apa pun.

Aku pun membaringkan Selvi, dan melepaskan celananya.

“Kamu——” Selvi menahan celananya, “Kamu jangan melakukan apa-apa.”

“Aku hanya membantumu untuk mengeluarkan racun ular, dan tidak bermaksud untuk apa-apa.” Aku pun menjelaskannya, “Jika racunnya tidak dikeluarkan, kamu akan mati.”

Selvi merasa ragu beberapa detik, kemudian dia pun melepaskan tangannya.

Aku pun membuka celana Selvi dengan cepat. Gerakanku terlalu kasar, dan membuat Selvi terus berteriak untuk menghentikannya.

Ketika melihat bekas luka yang ada di paha Selvi, aku pun menarik celana dalamnya ke atas lututnya.

Novel Terkait

Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu