Penyucian Pernikahan - Bab 27 Lelucon

“Sudah dikatakan mimpi, mana bisa ingat begitu banyak.” kata Selvi.

“Eh, siapa tahu itu Gilang.”

“Phui, phui, phui, mana mungkin dia!” Selvi berkata dengan kesal.

“Hah, tak disangka kamu juga begitu tidak suka dengannya.” Alvia berkata terkekeh.

“Tentu saja, bocah itu, memalukan.” Dalam nada bicara Selvi penuh dengan keremehan.

Mendengarnya, dalam hatiku bagaikan tergilas oleh puluh ribuan ekor alpaka.

“Sudah, tidak bahas itu lagi, aku mau pipis.” kata Alvia.

Selvi menyarankan, “Kamu pipis saja di sini.”

“Tidak bisa, nanti jika Gilang datang dan melihatnya, tidak bagus. Kamu tunggu di sini yah, kalau melihat dia datang, jangan ketahuan olehnya dulu, lalu dengan tak terduga, kita takuti dia!” Sambil berkata, Alvia berjalan ke seberang pohon banyan besar itu.

“Iya.” Selvi menjawab, tetapi dia menyalakan layar ponselnya dan matanya tertuju pada layar itu.

Sebelum datang, aku pun sudah menebak, Alvia memanggilku kemari, pasti memiliki tujuan rahasia. Tak disangka bukan membiarkan aku menunggu kosong, melainkan berpura-pura menjadi hantu untuk menakutiku dan masih ingin menusuk lubang pantatku dengan tongkat!

Kenapa aku tidak membalikkan perbuatannya sendiri kepada dia?

Sebisa mungkin aku tidak menarik perhatian mereka, aku mengendap-endap ke arah Alvia.

Di seberang pohon banyan besar adalah hutan bambu.

Pada saat ini, rembulan bersembunyi di dalam lapisan awan, samar-samar terlihat. Di dalam hutan bambu gelap sekali, jika tidak menggunakan senter, takutnya dalam lingkup satu meter pun tidak bisa melihat dengan jelas. Di dalam hutan bambu ada banyak serangga yang sedang bernyanyi, riuh sekali dan terdengar ramai. Alvia berani datang ke sini sendirian untuk pipus, nyalinya besar juga.

Alvia berhenti di tempat yang agak luas, lalu melepaskan celananya dan berjongkok di atas tanah.

Aku memutar ke belakang Alvia, dalam lingkungan yang gelap ini, bokong Alvia yang mancung terlihat sangat putih.

Terdengar serangkaian suara aliran air, sangat merdu, bertepatan dengan puisi itu: memetik asal dan gaduh, terdengar jernih dan merdu.

Aku berpikir untuk muncul tiba-tiba di sebelah Alvia ketika dia sedang pipis, menakutinya dengan tak terduga. Tak disangka Alvia tiba-tiba berkata, “ Selvi, aku mau buang air besar, aku tidak ada kertas tisu, kamu ambilkan untukku.”

“Oh.” Selvi menjawab, tetapi masih memainkan ponsel, sama sekali tidak ada maksud untuk mengantarkan kertas tisu.

Setelah menunggu sesaat dan tidak melihat Selvi kemari, aku mengeluarkan dua lembar kertas tisu dan memberikannya kepada Alvia, menyentuh lengannya.

Alvia sama sekali tidak curiga, setelah mengambilnya dia berterima kasih.

“Tidak perlu.” Aku menjawab pelan.

“Eh, suaramu… siapa kamu?” Alvia menatap ke arahku.

“Hantu.” Aku berkata dengan suara berat.

“Ah, hantu!” Wajah Alvia berubah drastis karena kaget, dia melemparkan kertas tisu, lalu mengangkat celananya dan berlari ke arah pohon banyan besar, bahkan tidak sempat untuk menyeka pantatnya.

Tidak pernah melihat Alvia yang begitu ketakutan, aku ingin tertawa keras karena senang.

Namun, aku mengontrol diriku sendiri.

“Kenapa?” Selvi bertanya dengan bingung.

“Ada hantu!” Alvia berlari ke sebelah Selvi, lalu memeluknya dan berkata menangis, “Di hutan bambu ada hantu.”

“Kamu… kamu jangan menakut-nakuti aku.” Selvi menggunakan ponselnya untuk menerangi ke arah bambu hutan, “Mana… ada hantu?”

“Tadi… tadi dia berikan aku kertas tisu. Kita cepat pergi saja, aku takut sekali.” Alvia memeluk tangan Selvi dengan erat dan berjalan ke arah rumah.

“Yang benar saja!” Selvi tetap setengah percaya dan setengah curiga.

Aku diam-diam mengetuk pelan tiga kali di bambu.

Kemudian, terdengar suara jeritan.

“Ah!”

“Hantu!”

Wajah Selvi dan Alvia berubah drastis, mereka berlari ke arah desa sambil menjerit.

Aku perlahan-lahan berjalan keluar, huh, ingin menakut-nakutiku, kalian masih terlalu muda.

Melihat Selvi dan Alvia sudah berlari menjauh, di sekitar langsung menjadi hening. Merasakan kegelapan yang melapisiku, dalam hatiku juga merasa takut, maka aku bergegas mengejar ke arah Selvi dan Alvia.

Kelihatannya mereka berdua benar-benar sangat ketakutan, aku mengejar sekian jauh juga tidak melihat mereka.

Ketika melewati rumah Citra, di dalam rumahnya ada cahaya, tetapi bukan cahaya lampu, melainkan cahaya dari televisi.

Kelihatannya Citra masih belum tidur, sedang menonton televisi.

Awalnya aku tidak ingin singgah, melainkan langsung pulang ke rumah, tak disangka tiba-tiba terdengar serangkaian suara yang aneh dari dalam rumah Citra.

“Ah! Ah….”

Suaranya aneh.

Aku pun tertegun, kenapa bisa ada suara aneh dari dalam rumah Citra, jangan-jangan, dia sedang melakukan hal itu dengan pria?

Namun, bukankah prianya, Kuhan, tidak ada di rumah?

Jangan-jangan adalah pria lain?

Tetapi dengan tampang Citra yang mengejar Trejo sambil membawa pikulan, tidak seperti wanita yang sembarangan.

Tiba-tiba aku teringat akan obat nge-fly dari Rizki, apakah ada pria yang menaklukkan Citra dengan obat itu, lalu….

Maka dari itu, aku mendekat ke jendela, ingin melihat apa yang terjadi sebenarnya.

Baru saja mendekat ke jendela, aku mendengar suara dari televisi di dalam rumah. Suaranya kecil sekali, takutnya hanya bisa didengarkan dengan jelas di dalam rumah. Namun, suara ini sangat aneh, sepertinya itu adalah, suara ketika pria dan wanita sedang berperang di atas kasur.

Jangan-jangan Citra sedang menonton film dewasa?

Tepat sekali ada satu lubang kecil di jendela, melewati lubang itu, bisa melihat setengah dari ruangan rumah.

Aku tidak melihat televisi, tetapi, aku melihat Citra.

Citra masih mengenakan handuk putihnya itu, saat ini sedang duduk di atas kursi rotan, kedua kakinya terbuka lebar sekali dan matanya sewaktu-waktu menatap ke arah depan, sepertinya sedang menonton televisi. Tetapi satu tangannya sewaktu-waktu meraba diri sendiri, sepertinya sedang memegangi sesuatu dan bertindak di bawah.

Lalu diikuti oleh suara desahan pelan Citra yang samar-samar. Kedua pipinya memerah dan matanya sudah tidak jernih, sepertinya sedang dalam keadaan melayang.

Dia ini sedang melakukan apa?

Awalnya aku bingung melihatnya, kemudian tiba-tiba aku paham, seketika darah dalam sekujur tubuhku menyembur.

Citra ini sedang menonton film sambil melakukannya sendiri?!

Benar-benar tidak terlihat, seorang wanita yang begitu kecil mungil dan bersifat tangguh, ternyata akan melakukan hal seperti ini secara diam-diam pada tengah malam!

Ternyata, tidak peduli wanita seperti apapun, juga memiliki saat yang kesepian dan hampa.

Aku diam-diam menelan ludah, benar-benar ingin berteriak kepadanya, jangan lakukan sendiri, biarkan aku bantu kamu saja.

Namun, aku juga merasa tidak tepat seperti itu. Lagi pula, aku dan dia, pertama bukan suami istri, kedua bukan teman mesra, ketiga adalah sesama warga desa, sama sekali tidak mencapai tahapan di mana menggunakan badan untuk mengisi kehampaan dia.

“Ah, ah….”

Tiba-tiba, badan Citra bergidik, ….

Tanganku bergerak tak tertahankan dan terdengar suara ‘phooom’. Tanganku tidak sengaja menyenggol sebuah gelas di jendela dan gelas itu jatuh ke tanah.

“Siapa!” Citra tiba-tiba menatap ke arah jendela, “Siapa, siapa yang ada di luar!”

Novel Terkait

Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu