Diamond Lover - Bab 320 Penuh Sukacita

Hari pernikahan akhirnya tiba juga. Dengan mengenakan gaun putih, Valerie Pei duduk di ranjang kamar. Tiga pengiring pengantin wanita, yang berada di sekitarnnya, mengenakan gaun krem. Sama dengan dirinya, mereka menantikan jam acara pernikahan dimulai tiba.

Sementara itu, Ellie mengenakan gaun putri kerajaaan. Ia duduk bersama ibunya sembari menunggu kedatangan ayah untuk menjemput mereka.

Berbagai kenangan lagi-lagi terputar seperti film di benak Valerie Pei. Baik kenangan yang menyenangkan mau pun yang menyedihkan, semuanya akan menjadi masa lalu. Pernikahan mereka hari ini akan menjadi awal yang baru.

Si wanita mengibaratkan hubungannya dengan Leon Gu seperti orang yang sedang memakai kemeja. Kancing pertama salah dikancing, namun ia melanjutkan pengancingan tanpa menyadarinya. Setelah kancing terakhir dikancing, ia baru menyadari kesalahannya dan membuka semua kancing.

Setelah semua kancing dibuka, berdasarkan pembelajaran dari kesalahan tadi, ia kini bisa melakukan pengancingan dengan benar dan lancar.

Tok, tok, tok! Pada momen ini, pintu kamar diketuk. Jantung Valerie Pei pun berdebar-debar. Meski sudah berusia tiga puluh tahun dan sudah pernah dua kali menjalani acara pernikahan, si wanita merasakan dirinya seperti gadis yang baru mau menikah untuk pertama kali.

“Itu pasti kakak dan para laki-laki lain!” Emily Gu berlari ke pintu untuk membuka.

“Tunggu, kita tidak boleh membiarkan mereka masuk begitu saja.” Fransiska Yin baru datang tadi subuh. Walau wajahnya menyiratkan sedikit kelelahan, kadar keceriaannya jauh lebih banyak.

“Betul, betul. Mereka hari ini harus belajar bahwa mendapatkan seorang wanita itu sulit, jadi harus dijaga baik-baik!” Nicole Chen menimpali perkataan Fransiska Yin. Mereka ternyata cukup cocok pada satu sama lain.

Wanita-wanita di dalam kamar setuju dengan ide untuk tidak membiarkan Leon Gu membawa pergi Valerie Pei begitu saja. Mereka sama-sama berpikir bagaimana cara menyulitkan dia dan rekan-rekan prianya.

“Jangan susah-susah ya. Aku harus menikah, tahu!” Melihat rekan-rekannya bersungguh-sungguh menyiapkan rintangan, si wanita khawatir dengan reaksi Leon Gu nanti. Pria yang satu itu kan berkarakter lugas dan blak-blakan……

“Tidak bisa begitu. Kalian tidak setuju kan, teman-teman?” Meski sudah beranak dua, Gianna Wei tetap memiliki hati yang iseng.

Tiga kerutan muncul di jidat Valerie Pei. Kelihatannya, ia sepenuhnya tidak bisa mengatur acara nikahannya sendiri.

Tok, tok, tok! Suara ketukan pintu kembali terdengar. Emily Gu, Valerie Pei, dan Ellie tetap tinggal di kamar. Sementara itu, yang lain-lain pergi keluar kamar untuk berpikir cara menyulitkan sekumpulan pria.

Fransiska Yin membuka pintu, namun bukanya hanya secelah kecil. Kunci pintu juga dibiarkan tetap terpasang.

“Kakak Leon Gu, jika ingin masuk, kalian harus memberikan kami sesuatu.” Fransiska Yin mengernyitkan alis.

“Fransiska Yin, kamu adalah utusanku. Kok kamu malah menghadangku sih?” Leon Gu hanya merasa menempatkan wanita ini dalam tim pengiring pengantin wanita adalah sebuah kesalahan. Kelihatannya, dia sekarang berpihak sepenuhnya pada Valerie Pei. Aduh, sial!

“Aku kuliah sendirian di luar negeri. Itu sangat sulit. Kakakku tidak kasih aku uang saku……”

“Kasih, kasih, cepat kasih!” Mendengar curhatannya, Brandon Chu menyerahkan sebuah angpau ke Fransiska Yin: “Kalau tidak punya uang cari aku sini, aku kasih berapa pun!” Ketika menyodorkan angpaunya, Brandon Chu tidak lupa untuk menggoda balik.

Yang disodorkan menerima angpaunya. Walau tipis, ia berusaha optimistis dengan menganggap angpau ini berisi selembar cek.

Oke, urusan wanita pertama kelar. Di belakangnya masih ada wanita-wanita lain……

“Wanita-wanita cantik, di sini masih ada banyak ampau. Bukalah pintunya, nanti di dalam aku kasih kalian semua!” Bobby Li bertutur dengan manis. Ia benar-benar bawa banyak angpau.

“Celah pintunya cukup besar kok. Serahkan sekarang saja!” Sekarang giliran Nicole Chen yang bicara. Jumlah orang kelompok pria lumayan banyak. Semuanya berkarisma dan energik, khususnya Leon Gu sebagai pengantin pria.

Menerima anggukan Leon Gu, Bobby Li menyodorkan angpau-angpaunya. Ganjilnya, pintu belum dibuka juga.

“Wanita-wanita, kami punya hadiah yang tidak bisa diselipkan lewat celah pintu. Ayo buka pintunya!” Leon Gu akhirnya menampilkan diri. Di belakangnya, para pengiring pengantin pria dan rekan-rekannya menenteng sebuah kotak merah. Kotak itu memang berukuran jauh lebih besar dari celah pintu.

Para wanita bernegosiasi sebentar. Merasa para pria murah hati dalam memberikan angpau dan membawa hadiah yang memang ukurannya besar, mereka memutuskan untuk memenuhi permintaan mereka. Tetapi, sekalinya pintu dibuka, para pria tanpa disangka-sangka langsung berlari ke dalam. Mereka tidak sabar untuk melihat mempelai wanita.

Persis di depan kamar Valerie Pei, kelompok wanita kembali menghadang kelompok pria.

Untungnya, mempelai pria dan mempelai wanita saat ini telah saling bertukar pandang. Karena tradisi keluarga, mereka sudah tidak bertemu hampir dua bulan. Sekarang, kita sudah saling berdekatan, mereka masih tidak bisa berduaan……

Ah, dua bulan ini benar-benar menyiksa.

“Mommy, mengapa paman-paman dan bibi-bibi seperti mau bertengkar di depan? Mengapa mereka tidak mengizinkan ayah masuk sih?” Ellie bertanya tidak paham. Jelas-jelas ayah dan ibunya mau menikah, mengapa ayahnya dihalang-halangi coba?

Si ibu mengelus kepala si anak. Seberkas senyum muncul di sudut bibirnya. Bagaimana ia harus menjelaskan tradisi ini pada anak kecil ya?

“Omong-omong, saat mau menikahi seorang putri, seorang pangeran juga akan mengalami banyak kesulitan, kan?” Ellie teringat dongeng-dongeng yang pernah didengarnya. Bagaimana tidak, Mommy hari ini terlihat seperti putri, sementara ayah terlihat bagai pangeran penunggang kuda.

Hanya saja, kuda putihnya tidak kasat mata.

Mendengar pertanyaan lugu Ellie, senyum Valerie Pei makin mekar.

Melihat aksi tawar-menawar di depan, si wanita tidak bisa menahan tawa. Baik, ia mengaku sudah tidak sabar untuk menikah dengan Leon Gu. Kalau aksi ini terus berlangsung, ia rasa-rasanya bisa kehilangan kesabaran……

“Putri tidak harus menunggu pangeran untuk datang menyelamatkannya.” Masih dengan senyum di wajah, Valerie Pei tersenyum ringan, bangkit dari tempat tidur, dan melangkah ke pintu.

Leon Gu, yang dihadang oleh para wanita, mengulurkan tangan dan menunggu ulurannya disambut tangan si wanita.

Tanpa ragu, Valerie Pei menggandeng tangannya. Dengan dihalangi tembok manusia, mereka saling bertukar senyuman. Tidak peduli sudah menikah, belum menikah tapi sudah punya kekasih, atau murni masih lajang, semua yang ada di kamar bisa merasakan kebahagiaan mereka berdua. Jika permainan dilanjutkan, rasa-rasanya mereka bisa telat tiba di lokasi acara.

Yang mereka pikirkan adalah melepaskan dulu mereka sekarang. Nanti, saat keduanya mau masuk kamar pengantin, mereka akan……

Pengantin pria menggandeng pengantin wanita. Bersama Ellie, mereka masuk ke mobil pengantin dan bergegas ke tempat acara.

Leon Gu sekarang sebenarnya sudah sangat ingin memasangkan cincin kawin ke jari manis Valerie Pei. Ia cemas mereka akan kelelahan setelah melalui berbagai prosesi. Bila mereka benar-benar kelelahan, ritual malam pertama bagaimana bisa dilangsungkan?

Namun, ia tahu bahwa ia berhutang sebuah pernikahan pada si wanita. Jadi, tidak peduli betapa melelahkan dan rumitnya acara hari ini, ia akan menemani Valerie Pei untuk melaluinya sampai selesai. Setelahnya, ia juga akan menemani wanita ini mengarungi sisa hidup.

Ellie duduk di tengah-tengah Leon Gu dan Valerie Pe. Masing-masing tangannya digenggam oleh mereka berdua. Atmosfer di dalam mobil penuh kebahagiaan.

Mobil pengantin diikuti dengan lebih dari sepuluh sedan hitam. Satu pengantin pria dan satu pengantin wanita ditempatkan di satu mobil. Sial, Emily Gu dan Javiar Pei diatur untuk naik sedan yang sama.

Di antara merkeka berdua sebenarnya ada sedikit konflik. Tetapi, berhubung tengah mengiktui pernikahan Leon Gu dan Valerie Pei, mereka menampakkan keserasian. Di dalam mobil, suasana tertekan tetap bisa dirasakan. Mereka duduk bersebelahan di kursi belakang, namun menjaga jarak sebesar mungkin di tengah-tengah.

Pada momen ini, ponsel Emily Gu berdering. Wanita itu mengecek layar ponsel dan menekan tombol “tolak”. TIdak lama kemudian, ponsel kembali berbunyi. Ia menolak panggilan lagi.

Javiar Pei mengerutkan kening dan berkomentar, “Angkatlah jika kamu ingin mengangkatnya. Aku tidak tertarik dengan urusan pribadimu.”

Si supir untungnya adalah orang asing, jadi tidak mengerti percakapan mereka.

Si wanita melirik si pria. Wajahnya itu masih…… masih sungguh menyebalkan seperti dulu.

Valerie Pei jelas sangat menyenangkan, sementara hubungannya dengan Jacob Pei belakangan tidak buruk. Mengapa adik mereka yang bernama Javiar Pei ini malah sangat menyebalkan? Ia tahu bahwa Valerie Pei dan Leon Gu menempatkan mereka di satu mobil yang sama untuk meredakan konflik mereka, namun cara ini rasanya tidak berhasil.

Sudah meniatkan hati untuk mengangkat, telepon yang ketiga kali malah tidak masuk. Bukannya berusaha menelepon lagi, orang seberang hanya mengirim pesan pendek. Isi pesan itu membuat Emily Gu gemetar ketakutan. Kebetulan sedan juga sedang melewati sebuah lubang, jadi si wanita tidak sengaja menjatuhkan ponselnya. Ponsel itu mendarat di sebelah sepatu Javiar Pei.

Gaun Emily Gu berbelahan dada rendah. Jika ia membungkuk……

Dengan sedikit risih, Javiar Pei membungkuk dan mengambilkan ponselnya. Layar ponsel belum menghitam, sementara ia secara tidak sengaja melirik layarnya. Emily Gu buru-buru merebut ponsel itu.

Melihat wajah si wanita yang agak panik, si pria berpikir sejenak, lalu baru buka mulut: “Hal-hal yang bisa diselesaikan secara kekeluargaannay tidak perlu disembunyikan.”

Mendengar penuturan Javiar Pei, Emily Gu berpikir bahwa dia melihat isi pesan tadi. Si wanita ingin bertanya untuk memastikan, namun merasa tidak ada gunanya banyak-banyak bicara dengan dia. Berhubung tidak mengetahui konteks pembicaraannya, Javiar Pei setelahnya juga hening saja.

Suasana sedan di belakang sedan Javiar Pei dan Emily Gu lebih menegangkan lagi.

Sudah lama tidak bertemu, Brandon Chu dan Fransiska Yin membicarakan situasi masing-masing dengan seru. Orang yang barusan bersikeras ikut mobil ini dan sekarang duduk di kursi penumpang depan dianggap tidak ada.

“Fransiska Yin, setelah acara pernikahan selesai, aku akan ikut kamu ke Italia.” Si pria dan si wanita duduk berdekatan. Hubungan mereka sangat baik, jadi mereka merupakan yang paling serasi di antara tiga pasangan pengiring pengantin.

Fransiska Yin hanya melirik pria di kursi penumpang depan dengan sekilas. Ketika menarik pandangan, ia menyadari Ethan Chen tengah menatapnya melalui kaca spion belakang. Fransiska Yin langsung buang muka dengan canggung.

“Terserah.”

Menganggap si wanita telah setuju, Brandon Chu bertanya apa yang akan mereka lakukan setelah dirinya ikut ke Italia. Mereka berbincang seperti sepasang sejoli yang tengah merencanakan masa depan.

“Dokter Chen, bagaimana kabar anak-anak di panti asuhan?” Dulu, Fransiska Yin sempat bekerja sebagai guru musik di sebuah panti asuhan di Kota A. Rumah sakit tempat Ethan Chen bekerja bertugas melakukan pemeriksaan kesehatan rutin pada anak-anak itu.

Mendengar Fransiska Yin menanyai Ethan Chen, Brandon Chu tidak bicara lagi.

Ethan Chen tertegun dan menatap Fransiska Yin melalui kaca spion belakang lagi. Beberapa bulan tidak bertemu, pria itu baru sadar bahwa dirinya merindukan wanita ini. Alhasil, ia tadi memaksakan untuk ikut sedan mereka.

“Aku sudah lama tidak kesana, jadi kurang paham.” Suara dingin Ethan Chen terdengar di telinga Fransiska Yin.

Si wanita tidak tahu dirinya sendiri menantikan apa. Tetapi, begitu mendengar jawaban dingin si pria, hatinya dipenuhi perasaan-perasaan yang sulit dijelaskan.

“Jika ingin tahu, berkunjunglah dan cek sendiiri. Dengar-dengar, mereka sangat merindukanmu.” Ethan Chen menambahkan jawaban.

Mereka yang kangen, bukan Ethan Chen.

Brandon Chu menunggu jawaban Fransiska Yin berikutnya. Mana mungkin ia tidak sadar bahwa Ethan Chen diam-diam sedang meminta si wanita untuk kerja di sana lagi?

“Lebih baik tidak bertemu deh, daripada kedepannya jadi kangen.” Fransiska Yin menolak. Ada pria yang bersemangat, ada pula pria yang kecewa.

Sebelum mereka terpikir hal lain, juga sebelum mereka memiliki kesempatan untuk mengatakan apa pun lagi, mobil sudah tiba di lokasi pernikahan. Orang-orang turun dari mobil.

Valerie Pei menggandeng Leon Gu, sementara Ellie berjalan di belakang sembari menenteng keranjang bunga.

Setelah itu, Javiar Pei dan Emily Gu mengikuti dengan sedikit canggung. Setelahnya lagi, Brandon Chu dan Fransiska Yin menatap punggung mereka dengan sepasang mata yang depresi. Di paling belakang, Bobby Li dan Nicole Chen berdiri berdampingan dengan sangat harmonis.

Di tempat ini, saudara-saudara dan rekan-rekan kedua mempelai telah menunggu.

Novel Terkait

Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
5 tahun yang lalu

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu