Diamond Lover - Bab 345 Perjumpaan yang Lebih Baik

Seperginya dari area keberangkatan internasional, Valerie Pei menarik Leon Gu ke area keberangkatan dalam negeri. Si pria, yang tidak tahu bahwa Javiar Pei juga akan naik pesawat hari ini, sungguh kebingungan.

“Istriku, kita mau pergi ke kota lain?” Leon Gu melihat mereka sama-sama tidak membawa koper dan tiket pesawat.

Alis dan bibir si wanita agak berkerut.

“Mengapa cemberut? Kamu tidak cantik saat cemberut.” Si pria mengangkat tangan dan merilekskan alis dan bibir istrinya. Setelah tidak ada kerutan lagi, ia baru menurunkan tangan.

“Javiar Pei hari ini pulang ke Kota A. Kamu waktu itu juga mendengarnya bilang dia ingin berpasangan dengan Emily Gu, akhir-akhirnya…… Aku juga tidak paham apa yang terjadi di antara mereka. Karena itu, aku juga tidak tahu mengapa Emily Gu tiba-tiba memutuskan melanjutkan pendidikan di luar negeri.” Valerie Pei mengangkat bahu. Soal Jade Song, ia sudah mengingatkan orang ini sebelumnya. Jadi, seharusnya tidak ada perseteruan di antara Javiar Pei dan Emily Gu.

“Kira-kira apa alasannya?” Bagi Leon Gu sendiri, keinginan adik perempuannya untuk pergi ke luar negeri juga berada di luar dugaan. Apalagi, dia sudah mendaftar universitas dan menyiapkan tiket terlebih dahulu, baru menceritakan rencananya pada orang-orang rumah.

Si istri terdiam. Setelah berpikir lebih lanjut, ia merasa tidak punya kepentingan untuk menceritakan hal semacam ini ke suaminya. Meski agak licik, Jade Song sedari awal memang sudah mencintai Javiar Pei. Dia melakukan hal yang tidak baik untuk mendapatkan orang yang dari dulu dicintainya. Jika hal yang tidak baik itu masih berada dalam batas kewajaran, Valerie Pei masih bisa memberi maaf.

Jika ia menceritakan semua ini ke Leon Gu, ia khawatir Jade Song dan keluarga Song akan dia buat tidak memiliki penghidupan yang baik kedepannya.

“Entahlah. Mungkin takdir mereka belum bertemu.” Valerie Pei menjawab dengan tidak berdaya. Soal urusan cinta, ia tidak bisa memaksa kedua belah pihak.

“Walau takdir ditentukan oleh langit, kita juga harus melihat apakah seseorang berniat mengubah takdir perjodohan ini.” Si pria bergumam pelan. Sebelum Valerie Pei mendengarnya, ia sudah mengajak si wanita untuk menghampiri Javiar Pei.

Javiar Pei jelas tidak menyangka Leon Gu dan Valerie Pei akan datang. Ia sebelumnya sudah mengingatkan mereka untuk tidak mengantarnya ke bandara……

“Kakak, Kakak Ipar, ngapain repot-repot kemari?” Sering pergi dinas, si pria bisa digolongkan sebagai pelanggan rutin bandara. Alhasil, ia pun tidak suka diantar-antar orang lain dengan sedih. Baginya, adegan itu agak kekanak-kanakan.

“Kami kebetulan memang habis mengantar seseorang.” Valerie Pei bersandar di pelukan Leon Gu. Perkataan ini sepertinya dipahami dengan detail oleh Javiar Pei. Ia tahu siapa yang habis mereka antar.

Raut wajahnya sedikit berubah, namun ia berpura-pura tidak paham.

“Ada sesuatu yang ingin disampaikan ke orang-orang rumah? Aku akan membantumu menyampaikannya.” Si adik mengubah topik pembicaraan. Secara tidak sengaja, ia melihat jam yang berada tidak jauh di belakang Leon Gu dan Valerie Pei. Sekarang jam segini, itu artinya jarak Emily Gu dengan penerbangannya tinggal sejam lagi. Wanita itu sekarang seharusnya sedang menunggu di ruang tunggu……

Melihat Javiar Pei termenung, Valerie Pei menyenggol-nyenggol bahu Leon GU. Mereka berdua secara kompak saling berpandangan.

“Tidak ada. Sana, masuklah.” Si wanita mendesak adiknya. Kelihatannya, bila tidak dipaksa, dia tidak akan bisa menyadari sakitnya kehilangan seseorang.

“Baik, aku masuk dulu. Jangan lupa menengok kami saat Imlek nanti ya!”

“Siap, siap.” Leon Gu buka suara dan mengeratkan rangkulan pada istrinya. Ia tahu, Valerie Pei sangat kangen dengan keluarganya. Setelah seklian lama pergi meninggalkan rumah, dia tetap terus mengenang para anggota keluarga Pei.

Setelah mengucapkan selamat tinggal, Leon Gu dan Valerie Pei bergegas pergi. Belum jauh mereka berjalan, si wanita sudah mengajak si pria untuk bersembunyi di balik sebuah pilar besar.

Berpikir si istri ingin curi-curi kemesraan dengan dirinya, si suami agak risih. Tetapi, setelah dipelototi, pria itu dengan patuh berdiri di belakangnya. Mereka sama-sama mengamati Javiar Pei yang bersiap menyerahkan tiket pesawat ke petugas dan melalui pemeriksaan keamanan.

“Apa menurutmu dia akan mengucapkan selamat tinggal pada Emily Gu?” Valerie Pei dengan lekat mengamati Javiar Pei, yang sudah menyodorkan tiket dan paspor. Berbagai perasaan campur aduk di hatinya.

“Menurutmu?” Saat menjawab, si pria menutup mata si wanita. Ketika ia membukanya lagi, sosok Javiar Pei sudah menghilang dari area pemeriksaan keamanan. Sudah menengok ke segala penjuru, wanita itu tetap tidak menemukan sosoknya.

“Aku benci kamu. Aku belum melihatnya!” Valerie Pei berbalik badan dan menatap Leon Gu dengan jidat terlipat-lipat.

Yang ditatap malah tertawa. Pria itu mencubit pipi wanitanya dan berkata, “Biarlah hubungan mereka berjalan sesuai kemauan mereka. Sebagai kakak Javiar Pei dan kakak ipar Emily Gu, tidakkah kamu merasa lelah memusingkan mereka melulu?”

“Tidak lelah, aku sekarang lumayan luang……”

Keduanya bergandengan tangan dan berjalan menuju pintu keluar…...

Di ruang tunggu, berbarengan dengan orang-orang yang ingin menginjakkan kaki di Amerika Serikat, Emily Gu duduk di kursi. Sembari menunggu, ia menyaksikan pesawat-pesawat lepas landas dan mendarat.

Wanita itu tidak tahu dirinya menantikan apa, yang jelas ia sesekali menengok ke lift. Setelahnya, si wanita memutuskan memakai earphone dan mendengarkan musik yang ceria. Ia berharap untuk bisa masuk ke pesawat sesegera mungkin. Setiap menit penantian membuatnya merasa sangat sedih……

“Mohon perhatian untuk penumpang penerbangan CA1502. Pesawat akan segera lepas landas, mohon Anda segera mengantri di gerbang boarding untuk melakukan check-in…...” Emily Gu memerhatikan beberapa orang sudah bangkit berdiri dan berjalan ke gerbang bording. Jam penerbangannya nampaknya sudah mau tiba.

Wanita itu memasukkan earphone-nya ke tas, memakai tas, dan bersiap untuk ikut mengantri. Tetapi, baru bangkit berdiri, lengan kanannya sudah ditahan seseorang.

Emily Gu, yang tidak menoleh ke belakang, bisa merasakan jantungnya sendiri berdebar-debar. Bahkan tanpa perlu menoleh, ia bisa menebak siapa yang memegang tangannya sekarang.

Di satu sisi, wanita itu mengharapkannya datang. Namun, di sisi lain, ia juga berharap dia tidak datang. Kebimbangan semacam ini terus menggeluti alam pikirannya.

“Haruskah kamu pergi tanpa memberikan aku salam terakhir?” Nada bicara Javiar Pei agak gelisah. Ia mungkin khawatir tidak akan keburu datang kemari karena harus melewati berbagai prosedur penerbangan.

Masih belum menoleh ke belakang, Emily Gu perlahan-lahan melepaskan tangan si pria dari tangannya. Setelahnya, ia baru berbalik badan.

“Oh, bukankah kamu sudah tahu aku akan terbang hari ini?” Emily Gu sebisa mungkin menenangkan nada bicaranya.

Javiar Pei memandangi antrian yang makin lama makin pendek. Ada sesuatu yang jika tidak ia katakan sekarang mungkin akan terlambat untuk selama-lamanya.

“Emily Gu, aku ingin memberitahu sesuatu yang penting padamu. Aku, Javiar pei, sungguh-sungguh mencintaimu dan tidak punya hubungan apa pun dengan Jade Song. Ketika ia datang ke ruang kerjaku waktu itu, aku hanya bilang padanya bahwa kami tidak mungkin bersatu. Orang yang aku selalu cintai adalah kamu, cintaku selama delapan tahun tidak pernah berubah.”

Si wanita terhenyak. Melihat foto semalam, ia jadi ingat dirinya pernah mendorong pria ini ke kolam renang di tengah cuaca yang sedingin itu.

Sekalinya cinta, maka cinta itu akan berlangsung selama delapan tahun. Rentang waktu yang luar biasa.

Melihat Emily Gu tidak terpikir apa pun dengan kata “delapan tahun”-nya, Javiar Pei agak putus asa. Sepertinya, memori-memori ini hanya dirinya seorang yang ingat.

“Sepertinya kamu tidak ingat. Kita berjumpa sejak delapan tahun yang lalu, yakni saat……”

“Ingat.” Si wanita belum pernah melihat ekspresi kekecewaan dan ketidakberdayaan di wajah si pria.

Sepasang mata Javiar Pei berbinar. Ah, ternyata dia mengingatnya1 Sayang, dirinya delapan tahun yang lalu belum seatraktif dan sehebat yang sekarang. Lagipula, waktu itu ia berpikir, jika hubungan Valerie Pei dan Leon Gu terus bisa dipertahankan, jalinan cinta antara dirinya dan Emily Gu adalah sesuatu yang mustahil.

Untungnya, hubungan Valerie Pei dan Leon Gu akhir-akhirnya berhasil berlanjut ke tangga pernikahan.

“Kapan?” Si pria memiringkan kepala dengan tidak percaya. Matanya menyiratkan kegembiraan sekaligus kekagetan.

“Aku tidak punya waktu lagi.” Melihat kerumunan yang makin lama makin sedikit, Emily Gu ragu-ragu untuk lanjut bicara.

“Kalau begitu…… bisakah kamu tetap tinggal?” Javiar Pei bertanya dengan nada memohon. Ia sendiri tahu, peertanyaannya ini kemungkinan besar tidak akan bisa mengubah apa pun.

Emily Gu memegang paspor dan tiket pesawat di tangannya, sementara di depannya ada Javiar Pei. Pilihan semacam ini……

“Maaf, aku……”

“Baik, aku paham.” Melihat wajah datar si pria, si wanita jadi tidak bisa memahami niatannya. Apakah dia ingin mengatakan bahwa dia mencintainya selama delapan tahun, lalu membiarkannya membawa cinta ini selama berkuliah di luar negeri?

Bukankah ini akan membuat kehidupannya di sana nanti jadi makin berat?

“Aku paham aku barusan memaksakan egoku untuk memintamu tetap tinggal. Tetapi, nampaknya kedudukanku di hatimu…...” Javiar Pei tidak menyelesaikan kalimat itu demi memberi si wanita ruang.

“Javiar Pei, dengarkan aku.” Emily Gu tiba-tiba merasa ada beberapa hal yang mungkin tidak akan bisa disampaikan jika tidak dikatakan saat ini: “Aku mengaku aku mencintaimu. Sejak kamu sangat garang padaku, aku sudah memperhatikanmu. Di kemudian hari, ketika kita menjalin cinta yang palsu, jika tidak ada alasan apa-pun, aku berharap bisa terus bersandiwara denganmu. Aku berharap kita bisa mengubah sesuatu yang palsu jadi sesuatu yang asli.”

“Tetapi, aku menemukan jarak yang lebar di antara kita. Aku hanya nona ketiga keluarga Gu yang punya catatan akademis mentereng. Selain itu, aku tidak punya apa-apa. Dengan kondisi ini, aku tidak merasa cocok untuk berpasangan denganmu. Aku tidak berbeda dari nona-nona keluarga terhormat lainnya. Kamu pasti sudah pernah bertemu banyak wanita model ini, jadi aku tidak ingin hanya jadi salah satu di antara mereka.”

“Kamu telah menyukaiku selama delapan tahun. Aku sangat terkejut dan tersentuh. Aku ingin jadi…… jadi orang yang layak kamu seriusi untuk waktu yang panjang.” Si wanita mengutarakan isi hatinya dengan sangat serius. Inilah salah satu tujuan dirinya berkuliah ke luar negeri.

Setelah kasus Bell gagal, ia merasa masih ada begitu banyak celah di antara dirinya dan Javiar Pei. Itu bukan kondisi yang bisa diubah hanya dengan bekerja di perusahaan selama beberapa bulan. Si wanita ingin menjadi orang yang memang layak bersanding di sisi si pria.

“Dua tahun kemudian, jika kita berdua masi lajang, aku merasa mampu menjadi orang yang berdiri di sebelahmu. Nanti kita bisa berpasangan, oke?”

Emily Gu sudah bicara sejauh ini, masih punyakah Javiar Pei sebuah kesempatan untuk berkata tidak? Jika menolak, ia sama saja dengan menghapus kesempatan mereka menjalin cinta untuk selama-lamanya.

“Aku akan kamu ke sana.” Si pria masih memiliki banyak hal yang ingin dikatakan. Terkait Jade Song, jika ia memberi klarifikasi dari awal, mana mungkin mereka bakal berkonflik seperti ini?

Javiar Pei sama sekali tidak mempercayai pengakuan Emily Gu bahwa dia tidak cocok bersanding di sisinya. Kalau Emily Gu saja tidak cocok, lantas siapa yang cocok? Selama belasan jam di pesawat, mereka harus bisa menjelaskan isi hati masing-masing sejelas mungkin. Jika itu terlaksana, mereka bisa jadi tiba di Amerika Serikat hanya untuk langsung kembali ke China dan mulai menjalin cinta.

“Mohon Nona Emily Gu segera naik ke pesawat, mohon Nona Emily Gu segera naik ke pesawat, pesawat akan segera berlepas…….” Orang di gerbang boarding telah memanggil nama si wanita……

“Javiar Pei, sampai jumpa.” Emily Gu dengan cepat berjinjit dan mengecup bibir Javiar Pei. Sebelum si pria keburu menahan tubuhnya, wanita itu sudah tiba di gerbang boarding dan menyerahkan paspor serta tiketnya untuk dicek petugas.

Dengan jari telunjuk, si pria mengelus bibirnya yang masih terasa hangat. Bayangan tubuh wanita yang dikasihinya itu lalu lenyap di sudut garbarata.

Dibanding delapan tahun, dua tahun adalah masa waktu yang teramat singkat. Ia sudah pernah menunggunya selama itu, jadi ia kali ini pasti akan berhasil menantinya lagi.

Javiar Pei kembali ke ruang tunggu penerbangan domestik. Ia sampai sekarang masih agak tertegun. Dirinya dan Emily Gu punya janji yang berdurasi dua tahun…...

“Javiar Pei?” Di ruang tunggu, sebuah suara tiba-tiba memasuki telinga si pria. Ia menoleh ke sumber suara itu, lalu menjumpai seseorang yang sudah lama tidak ditemuinya. Orang itu memegang tiket pesawat dengan destinasi Kota A, sama persis dengan dirinya.

“Pulang ke Kota A?”

Novel Terkait

Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu