Diamond Lover - Bab 343 Berilah Dia Kesempatan

Benak Emily Gu bergemuruh. Walau sedari awal sudah tahu bahwa Javiar Pei akan berpasangan dengan Jade Song, ketika pria itu bilang sendiri bahwa dia ingin memacari si wanita dan menantikan ucapan selamatnya, sekujur tubuhnya tetap mengkaku. Ia merasa dirinya seperti kena sambaran petir.

Waktu berlalu cukup lama, pikirannya belum juga bisa pulih.

Javiar Pei sendiri tahu bercandanya agak kelewatan. Pemandangan Emily Gu yang linglung ini membuatnya bingung harus berbuat apa.

“Aku……”

“Selamat ya kalian.” Emily Gu melontarkan tiga kata ini dengan susah payah. Si wanita juga sadar bahwa perkataan ini adalah perkataan tersulit yang pernah ia ucapkan sejak punya ingatan. Ia merasa proses pengucapannya nyaris membunuhnya!

Javiar Pei, yang awalnya ingin memberi klarifikasi, menelan semua kata-kata yang telah disiapkan. Gila, Emily Gu ternyata sungguh-sungguh mengucapkan selamat!

“Terima…… terima kasih.” Tangan si pria mengepal di sisi yang tidak terlihat oleh si wanita.

Melihat Emily Gu menaiki dan melajukan mobil dengan tenang, Javiar Pei terdiam di tempat. Pria itu baru sadar bahwa dalam urusan cinta, ketika jelas-jelas sudah melukai diri sendiri, seseorang tetap bisa mempertahankan egonya. Seseorang itu adalah dirinya sekarang.

Raut Emily Gu barusan membuat dirinya, yang awalnya ingin bercanda, jadi sangat risih.

Si wanita mengemudikan mobil kembali ke rumah kediaman keluarga Gu. Biasanya butuh lebih dari setengah jam untuk tiba di tujuan, wanita itu hari ini hanya membutuhkan waktu sepuluh menit! Tanpa disadari, ia tadi telah melajukan mobil dengan sangat kencang. Ketika mobil sudah berhenti di tempat parkir, kalimat “menunggu ucapan selamatmu” masih terngiang di benaknya.

Ternyata, cinta seseorang bisa dipindah-pindahkan dengan teramat cepat. Ia baru bilang bahwa ia tidak bisa berpasangan dengannya, dia malah langsung menemukan orang berikutnya. Selemah inikah ketertarikan Javiar Pei padanya? Jadi, ia selama ini hanya dianggap sebagai satu dari banyak wanita yang bisa dipacari?

Setelah duduk di dalam mobil untuk waktu yang lama, Emily Gu akhirnya terpikir sebuah jawaban. Ia sudah menolak Javiar Pei sebanyak dua kali, lalu orang yang punya harga diri tinggi macam dia pasti akan berusaha mempertahankan kehormatannya. Alhasil, mungkin karena tahu bahwa dirinya masih punya kesan baik soal dia, dia pun meminta ucapan selamatnya sesegera mungkin.

Tidak peduli lah…… Yang jelas, dirinya tidak akan mengenang-ngenang Javiar Pei lagi.

Valerie Pei, yang tengah berjalan ke vila utama untuk makan, melihat sosok Emily Gu di dalam mobil. Wanita itu menyuruh Leon Gu untuk membawa Ellie lanjut berjalan, sementara dirinya sendiri menghampiri mobil dan mengetuk-ngetuk jendelanya.

Emily Gu, yang sedang berada dalam kondisi linglung, dibuat terkejut oleh suara ketukan. Menyadari bahwa yang mengetuk adalah Valerie Pei, wanita itu pun membuang nafas lega.

Emily Gu turun dari mobil. Wajahnya masih tidak bisa menyembunyikan kedukaan.

“Ada apa? Urusan apa yang tidak lancar? Kok bisa-bisanya kamu cemberut begini?” Valerie Pei meraih bahu Emily Gu dan mengajaknya jalan ke vila utama.

“Kakak Ipar, aku ingin memberitahumu sesuatu. Kamu janji akan membantuku merahasiakannya, oke?” Hari dimulainya semester makin dekat. Selain Javiar Pei, saat ini belum ada siapa pun yang tahu rencananya untuk melanjutkan kuliah. Ia sendiri juga tidak tahu bagaimana harus mengabarkannya, terutama ke ayah dan ibu.

Si kakak ipar menoleh ke adik iparnya. Gadis ini tengah memusingkan apa coba?

“Baik, aku akan jaga rahasia.”

“Aku baru saja memesan tiket pesawat ke Amerika Serikat.”

“Mau jalan-jalan kesana? Mengapa kamu tidak pernah mengajak aku dan Leon Gu?”

“Bukan, mau melanjutkan kuliah. Aku diterima kuliah di sana.”

“Apa?” Valerie Pei mengira dirinya salah dengar. Ia sebelumnya belum pernah mendengar Emily Gu bicara tentang mendaftar ke universitas luar negeri. Kok dia sekarang tahu-tahu sudah dapat email penerimaan?

“Sssttt—” Adik ipar buru-buru menutup mulut kakak ipar. Ia takut ada orang yang mendengarkan percakapan mereka. Kalau percakapan ini sampai ke telinga kakek, ayah, dan ibu, keberangkatannya hampir pasti bakal dibuat batal.

Valerie Pei dengan cepat memberi gestur yang menunjukkan bahwa dirinya tidak akan bciara dengan keras lagi. Wanita itu kemudian membawa Emily Gu ke tempat yang tidak mungkin dilewati siapa-siapa. Wajahnya penuh dengan ekpresi terkejut.

“Kamu cerita padaku bukan karena kamu ingin mengajakku bersama-sama menyembunyikan ini selamanya kan……” Valerie Pei merasa urusan ini agak serius. Jika Emily Gu berangkat tanpa pamit, rumah kediaman keluarga Gu pasti akan ribut-ribut. Henry Gu juga pasti akan menyuruh semua orang mencari keberadaan Emily Gu.

Valerie Pei merasa situasi ini sangat keliru.

“Bukan kok. Aku cerita padamu karena aku ingin membantumu memikirkan cara membujuk mereka untuk setuju. Kamu tahu kan ibuku mengharapkan aku segera mencari sebuah keluarga yang baik dan menikah dengan prianya. Tetapi, coba kamu tengok ke sekeliling, keluarga apa lagi yang lebih baik daripada keluarga Gu?” Emily Gu bercerita pelan.

Ia merasa ibunya sangat menyebalkan. Keluarga Gu juga mampu untuk menghidupi dirinya kok, mengapa dia bersikeras ingin dirinya segera menikah?

“Bibi Ketiga itu hanya mengkhawatirkanmu. Kamu tumbuh besar di bawah pengasuhan mereka, namun mereka sekarang sudah tua, jadi mereka berharap kamu bisa menemukan seseorang yang akan menggantikan peran mereka padamu. Itulah yang membuat mereka terus mendesak.” Valerie Pei, yang sudah jadi ibu, bisa lebih memahami tingkah Bibi Ketiga.

Ia dan Leon Gu sekarang bahkan sudah mulai mengkhawatirkan masa depan Ellie. Mereka bahkan sempat berdiskusi, jika Ellie tidak bisa menemukan orang yang memperlakukannya dengan sebaik mereka, Ellie akan diminta untuk tinggal di sisi mereka seumur hidup.

Namun, si anak bagaimana pun juga lebih muda dari mereka. Jadi, dirinya dan Leon Gu tidak mungkin bisa menemani Ellie hingga akhir hayat. Cara satu-satunya untuk menjamin kebahagiaan dia ya mencari seseorang yang bisa melanjutkan peran mereka.

Bibi ketiga pasti punya pemikiran serupa.

Ini adalah pertama kalinya Emily Gu dijelaskan tentang itu. Masuk akal, tetapi dirinya sekarang benar-benar belum mau menikah. Wanita itu ingin melatih dirinya sendiri dulu. Ia yakin, kebahagiaan dan masa depannya tidak harus digantungkan pada seorang pria.

Ia bisa menggantungkan keduanya pada dirinya sendiri, ya kan?

“Kakak Ipar, persis karena selalu dirawat dan dimanjakan oleh ayah dan ibu, aku jadi tidak tahu bagaimana situasi masyarakat yang sesungguhnya. Aku seperti sebuah bunga rumah kaca yang terlindungi dengan baik dari angin dan hujan. Aku tidak ingin, ketika rumah kaca ini lenyap di masa depan, aku jadi kewalahan mengatur kehidupan baruku. Kakak Ipar, kamu bisa memahami perasaanku kan? “Emily Gu bicara dengan hati-hati.

Waktu baru masuk keluarga Gu, Valerie Pei juag mirip sebuah bunga rumah kaca. Setelah kehilangan perlindungan dari keluarga Pei, hidupnya menjadi sangat sulit dan melelahkan. Tetapi, dengan kemauan untuk terus belajar dan berjuang, ia akhirnya mampu menyesuaikan diri dengan dunia yang sesungguhnya

Valerie Pei mengangguk dalam diam. Perasaannya yang dialaminya dulu seharusnya mirip dengan perasaan si adik ipar saat ini. Tersentuh dengan niatan baik Emily Gu, si wanita menyetujui rencananya dan bersedia membantunya membujuk para anggota keluarga untuk ikut setuju.

Bisa mendapat persetujuan dari Valerie Pei tandanya juga akan mendapat persetujuan dari Leon Gu. Selanjutnya, dengan persetujuan Leon Gu, Henry Gu juga akan menutup mata dan bilang “iya”. Selanjutnya lagi, jika kakek sudah setuju, ayah dan ibu tidak akan banyak menginterupsi……

Angan-angan Emily Gu begitu indah. Hanya saja, dalam pelaksanaannya, ia baru menyadari semua tahapannya cukup sulit.

Di tengah makan malam, Emily Gu dan Valerie Pei bertukar pandang beberapa kali. Si adik ipar memutuskan untuk menyampaikan rencananya ini di momen tersantai keluarga Gu.

Leon Gu, yang menyadari “interaksi rahasia” antara Valerie Pei dan Emily Gu, menyenggolkan kaki ke kaki istrinya itu dan berbisik, “Apa yang kamu bicarakan dengan Emily Gu?”

Yang disenggol terhenyak. Interaksinya dengan Emily Gu seeksplisit itu kah? Gila, Leon Gu saja bisa mengetahuinya!

“Tidak…… Bukan sesuatu yang penting.” Valerie Pei menyantap makanan dengan perasaan bersalah. Perkara sebesar ini mana bisa dibilang bukan sesuatu yang penting coba?

“Emily Gu belakangan lagi banyak masalah……” Tanpa berpikir lebih jauh, si pria menghabiskan makanan.

Di sisi seberang, Emily Gu, yang sudah selesai makan, bergerak-gerak dengan gelisah di kursinya. Wanita itu lalu berbatuk dan membuka percakapan dengan suara pelan: “Kakek, ayah, ibu, ada sesuatu yang ingin aku utarakan ke kalian.”

Para anggota keluarga ingat terakhir kali Emily Gu bilang kalimat serupa adalah ketika dia mengumumkan hubungannya dengan Javiar Pei. Mereka cukup terkejut dengan kabarnya, namun di kemudian hari tahu bahwa kabar itu palsu. Dengan kabar sebelumnya yang mengagetkan, mendengar Emily Gu bicara seperti barusan, baik Henry Gu mau pun anggota-anggota keluarga lain sama-sama menebak dia akan melontarkan sesuatu yang bombastis lagi. Kali ini, omongannya bakal tentang apa nih……

“Silahkan.” Si kakek meletakkan sumpit dan menjawab dengan ringan.

Mendapat persetujuan Henry Gu, si wanita menatap ayah dan ibunya, kemudian berbicara dengan jantung yang berdebar kencang.

“Aku diterima di sebuah universitas di Amerika Serikat. Semester barunya akan segera dimulai, jadi aku sudah membeli tiket pesawatnya. Aku akan berangkat dalam tiga hari……” Suara Emily Gu lama-kelamaan jadi pelan. Wanita itu juga menyadari tatapan kedua orang tuanya yang menyiratkan ketidaksetujuan.

Leon Gu mengangkat alisnya, meletakkan tangan Valerie Pei ke tangannya sendiri, dan meremasnya dengan niat menghukum.

“Ini yang kamu dan Emily Gu sembunyikan dariku?” Si pria bertanya pelan. Berhubung perhatian semua anggota keluarga tengah terarah ke Emily Gu, tidak ada seorang pun yang memerhatikan interaksi mereka.

Si istri tersenyum dan merespon, “Aku tidak bisa menyembunyikan apapun darimu.”

“Jika Emily Gu tidak mengatakannya, aku tidak bakal tahu soal ini.” Si suami tidak larut dalam kata-kata mesra sang istri. Ia menebak, Emily Gu pasti sudah meminta bantuan Valerie Pei untuk membantunya melakukan lobi, makanya dia berani untuk bertindak duluan baru melapor. Dalam hal ini, adiknya itu sudah beli tiket pesawat duluan, baru cerita soal penerimaannya di universitas.

Valerie Pei memegang tangan Leon Gu dengan kedua tangan dan memohon: “Suamiku, kita berada di posisi yang sama, kan?”

Tulang-tulang terasa rapuh begitu mendengar panggilan “suamiku”. Ketidaksetujuan pria itu seketika lenyap.

“Dalam urusan rumah, pendapat istriku sepenuhnhya mewakili pendapatku.”

Emily Gu sedari awal mungkin sudah menebak bahwa Leon Gu akan semudah ini sepakat dengan Valerie Pei……

Masalahnya, tidak semua orang bisa mengiyakan keputusannya semudah Leon Gu. Sejujurnya, selain karena ingin mengikuti pendapat istrinya, Leon Gu juga paham bahwa adiknya itu ingin tumbuh menjadi kuat. Pergi ke luar negeri dan melatih diri di sana untuk jangka waktu tertentu ia pikir merupakan sesuatu yang cukup bagus.

“Aku tidak setuju.” Sally Wen menjadi penentang pertama. Putrinya ini sudah ia manjakan selama dua puluh dua tahun. Jika dia pergi ke luar negeri dan tinggal sendirian di sana, wanita paruh baya itu setiap hari pasti akan mengkhawatirkannya.

“Aku juga tidak setuju. Emily Gu, sejak kapan kamu belajar untuk bertindak dulu dan melapor kemudian?” Ayah selalu baik pada Emily Gu. Hari ini bisa dikatakan kali pertamanya marah seperti ini pada dia.

Si anak tahu bahwa berkuliah di luar negeri memang bukan sesuatu yang mudah. Ia diam-diam mengalihkan pandangan ke Valerie Pei. Melihat arah tatapan anaknya, Sally Wen jadi mengganggap Valerie Pei sebagai provokator.

“Valerie Pei, jadi kamu yang menghasut Emily Gu untuk kuliah ke luar negeri?” Sally Wen memiliki sikap yang keras soal kepergian anak ke luar negeri. Jadi, tanpa memedulikan keberadaan Leon Gu, ia berani bertanya sejudes ini pada Valerie Pei.

Mendengar kata “menghasut”, Leon Gu seketika jadi tidak senang. Sesama anggota keluarga mengapa harus bicara pakai kata-kata yang sinis sih?

“Ibu, kuliah ke luar negeri adalah ideku sendiri. Aku barusan juga baru menceritakannya ke Kakak Ipar. Berhentilah menuduhnya yang tidak-tidak.” Emily Gu bisa melihat ketidaksenangan dan ketidakterimaan Leon Gu. Ia tidak ingin melihat Valerie Pei, yang selama ini sangat baik padanya, mendapat tuduhan yang tidak berdasar.

“Emily Gu, kamu berbeda dari Valerie Pei. Kamu dulu sangat penurut, mengapa sejak bergaul dengan Valerie Pei jadi pembantah begini? Dulu kamu punya hubungan palsu dengan Javiar Pei, sekarang kamu berinisiatif untuk mendaftar ke universitas asing!”

Valerie Pei, yang duduk di sebelah Leon Gu, merasakan niat kuat suaminya untuk melindungi istri. Demi mencegah keadaan menjadi lebih buruk, wanita itu menepuk tangannya dengan pelan untuk menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja.

“Kakek, aku merasa inisiati Emily Gu sangat tepat. Keluarga Gu pun tidak butuh menggunakan pernikahan untuk meningkatkan pengaruh dan kekuasaan. Berhubung Emily Gu ingin melatih diri, maka berilah dia kesempatan.” Mendengar perkataan ini, Valerie Pei tahu bahwa Leon Gu sengaja berkomentar begini karena tidak senang dengan tuduhan Bibi Ketiga padanya.

Novel Terkait

Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu