Diamond Lover - Bab 266 Jangan Kemari

Leon Gu tidak menyangka Valerie Pei akan menangis. Ia sendiri belum bilang yang macam-macam, sementara mata si wanita sudah memerah dan tangisannya pun makin menjadi-jadi.

“Jangan menangis.” Si pria menyodorkan sapu tangan dengan hati terenyuh. Kalau dihitung-hitung, Valerie Pei tidak pernah menangis lebih dari lima kali di depannya. Leon Gu pun merenung apakah dirinya telah bertindak berlebihan atau bagaimana.

Valerie Pei menerima sapu tangan, lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju jendela. Di sana, ia menangis dengan posisi membelakangi Leon Gu bagai tidak ingin terlihat kalah telak darinya. Wanita itu sendiri juga tidak ingin menangis, namun air matanya semakin tidak bisa tertahankan ketika dirinya semakin banyak bicara. Ia tidak merasa lemah, tetapi mengapa dirinya begini ya!

Dirinya itu…… tiap diperlakukan agresif oleh Leon Gu, pasti bakal langsung runtuh.

Melihat bahu Valerie Pei yang bergetar, paru-paru si pria terasa penuh. Ia bangkit berdiri dan berjalan ke belakangnya, namun tidak meletakkan tangan di pundaknya. Bukankah situasi ini ia yang sebabkan sendiri?

Ia sudah membuatnya menangis. Kalau ia sekarang ingin menenangkan dan menghiburnya, bukankah ia akan terkesan seperti berkepribadian ganda?

Leon Gu berdiri di belakang Valerie Pei untuk waktu yang lama. Di sana, ia mendengarkan suara isakan hidung dan tarikan ingus si wanita. Sebenarnya, ia tidak merasa diamnya mereka sekarang adalah sesuatu yang tidak baik. Namun, konsekuensi yang harus dibayar bila mereka diam-diaman begini kedepannya akan terlalu tinggi.

Setelah menata suasana hati, Valerie Pei menghela nafas panjang. Ia kini sudah siap untuk lanjut bicara baik-baik dengan Leon Gu. Wanita itu berharap mereka sebisa mungkin tidak ke pengadilan, sebisa mungkin jangan……

“Ah——” Berbalik badan tanpa mengetahui Leon Gu berdiri persis di belakang, Valerie Pei langsung dibuat kaget oleh sosoknya. Wanita itu refleks memundurkan punggung, sementara yang ada di belakangnya adalah kaca jendela. Ketika ia mengira kepalanya akan terbentur ke kaca, kepala itu malah ditahan tangan besar yang hangat. Ia pun selamat dari risiko insiden ini.

Kemudian, Valerie Pei menyadari bahwa dirinya dan Leon Gu sekarang bersandaran dalam posisi tubuh yang aneh.

Si pria menjadikan satu tangannya sebagai bantalan kepala si wanita, sementara satu tangannya lagi dilingkarkan ke pinggangnya. Kalau Valerie Pei, berhubung tadi memundurkan punggung, sekujur tubuhnya kini tersandar ke jendela. Supaya bisa menahannya dengan kokoh, Leon Gu menempelkan seluruh tubuhnya ke tubuh dia……

Walau Valerie Pei pada akhirnya tidak kenapa-kenapa, Leon Gu belum juga melepaskannya. Alhasil, wanita itu berinisiatif untuk mendorongnhya duluan. Baiklah, Valerie Pei mau tidak mau harus mengaku, jantungnya berdebar kencang dengan jarak mereka yang seintim ini.

Sekujur tubuh Valerie Pei diselimuti hawa nafas Leon Gu. Dalam kondisi begini, peluangnya untuk kabur adalah nihil.

Bagai ingin mengingat seluruh fitur wajahnya, si pria menatap si wanita dalam-dalam. Wanita di depannya ini adalah wanita yang ia pikirkan siang dan malam. Selama lebih dari seribu hari, dia juga telah menjadi bagian penting dari kehidupannya. Mereka akhirnya bisa berjarak sedekat ini lagi, namun ia merasa sosok Valerie Pei berada di titik yang sangat jauh.

Tiba-tiba, Valerie Pei berpikir bahwa Leon Gu lagi mirip seekor singa buas yang memecahkan kandang yang telah ia kunci rapat. Kenangannya dengan pria ini sudah ia pendam sedalam mungkin, namun hatinya sekarang kembali dibuat terombang-ambing olehnya. Wanita itu sangat takut dengan pemikiran ini. Ia jelas-jelas sudah melupakannya, namun ketika menatap kedua matanya di jarak sedekat ini, mengapa dia masih terpesona?

“Leon Gu, lepaskan…...” Belum kelar bicara, bibir Valerie Pei sudah “diserang” sesuatu. Sisa kata-katanya pun terdengar bagai rengekan yang tidak jelas.

Ia membelalakkan mata, lalu melihat mata Leon Gu yang tertutup dan bulu-bulu matanya yang tipis berjarak makin dekat. Dalam mimpi-mimpi yang ia ingat, dengan posisi begini, sip ria selalu mencium bibirnya dengan lembut.

Sayang, adegan-adegan mesra itu hanya muncul dalam mimpi buruk. Di dalam setiap mimpi, dengan raut menertawakan, ia dan Leon Gu mengamati orang-orang yang dicintainya semakin menua. Hanya dalam beberapa detik, ia bakal langsung terbangun dengan sekujur tubuh yang penuh keringat. Sementara itu, si pria ia kubur dalam-dalam sampai tidak menyisakan jejak.

“Jangan——” Bagai hewan kecil yang dilukai, Valerie Pei mendorong Leon Gu sekuat tenaga. Ia lalu menyandarkan tubuh ke jendela semaksimal mungkin. Pada momen ini, air mata yang sudah ia simpan mengalir keluar lagi. Matanya dipenuhi kepanikan.

Tubuh Leon Gu mundur karena didorong. Ketika kembali berdiri dengan kokoh, yang menjadi fokus matanya adalah sosok Valerie Pei yang melihatnya dengan penuh antisipasi. Wanita itu sepertinya takut ia maju walau untuk sekian milimeter.

Pria itu pun terhenyak. Ia barusan hanya memberinya satu ciuman, bagaimana bisa dia langsung ketakutan sampai seperti ini? Sebegitu kuatkah kebencian dia pada dirinya? Atau, jangan-jangan, Valerie Pei bersikap begini untuk menjaga kesucian dirinya buat tidur dengan Handy Ji?

Leon Gu maju selangkah. Ia ingin menghiburnay sekali lagi. Ah, segala sesuatu tentang Valerie Pei hari ini membuatnya merasa sangat iba……

“Jangan kemari——” Valerie Pei mengangkat tangan untuk menahan. Jika pria ini datang lagi padanya, ia takut ketegaran yang sudah ia bangun susah payah akan hancur begitu saja.

Leon Gu, yang kembali menghadapi penolakan, terhenyak lagi. Di depan Valerie Pei, ia selalu merendahkan diri hanya untuk memintanya kembali ke sisinya. Selain pada si wanita, si pria tidak pernah merendah sampai begitu rupa. Itu semua ia lakukan hanya demi satu hal, yaitu cintanya.

Berkali-kali ditolak, sekuat apa pun hati Leon Gu, hati itu akan hancur, lalu akhirnya membulatkan tekad untuk pergi.

Baiklah…… Kalau Valerie Pei sudah tidak ada harapan untuk kembali, Leon Gu ingin fokus untuk setidaknya mendapatkan hak asuh Ellie. Ini adalah pola pikir khas si pria. Ketika tidak bisa mendapatkan keuntungan maksimal, ia harus meminimalisir kerugian……

“Kalau kamu begini, kita tidak bisa melanjutkan diskusi. Silahkan berdiskusi dengan detail bersama pengacaraku di lain hari.” Si pria bertutur sembari mengendalikan emosi sebaik mungkin. Setelah berucap begini, ia berbalik badan dan pergi.

Tubuh Valerie Pei terjatuh lemah ke lantai dengan kaca sebagai sandaran. Bunyi pintu ditutup kencang-kencang lalu membuatnya kaget.

Ia paham, Leon Gu kali ini benar-benar marah. Lebih-lebih, kemarahannya ini ia yang buat.

Mau bagaimana lagi? Ia tidak menyangka si pria bakal menciumnya tiba-tiba, juga tidak menyangka dirinya nyaris jatuh dalam keasyikan ciuman. Ah, Valerie Pei memang selalu memandang remeh perasaannya pada dia.

Mungkin, kepergiannya yang penuh kemarahan ini adalah sesuatu yang akan sangat positif. Dengan pergi begini rupa, seharusnya kecil kemungkinan bagi si pria untuk kembali mengusik dirinya. Walau begitu, Valerie Pei saat ini tidak punya energi untuk memikirkan hal-hal lain. Wanita itu tidak bisa bergerak, tubuhnya juga sangat sakit. Ia tahu setiap kali ia melihat Leon Gu, ia harus mengerahkan tenaga yang sangat besar untuk memapah diri. Entahlah kapan luka yang kali ini akan sembuh……

Valerie Pei menertawai diri sendiri. Dirinya, yang dulu punya ketegaran yang sulit ditaklukkan, sekarang telah berubah jadi orang yang tidak mampu menyerah balik. Lebih tragisnya lagi, ia tidak mampu mengubah kondisi ini sedikit pun.

Beberapa lama kemudian, si wanita mendengar dering ponsel. Dengan tangan yang berpegangan pada jendela, wanita itu berusaha bangkit berdiri. Sialnya, karena duduk terlalu lama, satu kakinya seketika mati rasa. Karena lagi memakai sepatu hak tinggi, engkel kakinya pun langsung tertekuk.

Valerie Pei mengangkat telepon dengan suasana hati yang kacau.

“Little Valerie, kamu di mana? Mengapa sampai sekarang belum pulang juga?” Yang menghubunginya adalah Handy Ji. Pria itu tidak melihatnya di kantor sejak sore, lalu juga tidak menemukannya sepulang ke rumah si wanita. Saking lamanya ditinggal sendirian, Ellie bahkan sampai mendesaknya untuk telepon.

Si wanita mengusap rambut. Dalam hati, ia bertanya-tanya dengan bingung di mana dirinya sekarang. Di tengah kebingungan itu, nama toko yang tercetak di poci teh menarik perhatiannya.

“Aku di The Tea House.” Suara Valerie Pei yang agak serak membuat Handy Ji jadi curiga sesuatu telah terjadi padanya.

“Tunggu di sana, aku segera jemput kamu.”

Tanpa menunggu respon si wanita, si pria buru-buru menutup telepon. Sungguh, nada bicara Valerie Pei di telepon tadi terdengar sangat tidak baik. Kalau tidak salah tebak, pasti semua ini ada hubungannya dengan Leon Gu. Setiap berjumpa dengan pria itu, wanita yang sudah ia anggap sebagai miliknya ini memang akan jadi teramat rapuh……

Berhubung sekarang juga saat-saat yang menentukan soal hak asuh Ellie, Handy Ji jadi semakin khawatir pada Valerie Pei. Setelah menyuruh asisten rumah untuk menjaga si anak, ia langsung memakai mantel dan mengegas mobil ke The Tea House.

Valerie Pei mendengar nada telepon diputus di seberang. Oke, Handy Ji akan segera tiba untuk menjemputnya, jadi ia harus kembali duduk di kursi. Sebelum batang hidungnya terlihat, ia juga ingin merapikan diri semaksimal dan senormal mungkin.

Setelah perbincangan yang berakhir kacau ini, Valerie Pei tidak tahu bagaimana harus berbicara dengan Leon Gu lagi. Ia sama sekali tidak ingin melangkah sampai ke pengadilan. Kalau harus berseteru secara hukum dengan seseorang yang pernah ia cintai, kalau pun nanti menang, ia tidak akan merasa bahagia.

Satu hal lagi, dampak semua hal ini pada Ellie pasti tidak kecil. Bagaimana ia harus membiarkannya tumbuh dalam lingkungan begini?

Sebelum si wanita memperoleh jawaban dari semua pertanyaannya, Handy Ji sudah tiba. Ia melihat Valerie Pei duduk dengan lingung seolah lagi memikirkan sesuatu. Terus, di meja juga ada sebuah sapu tangan yang ia yakin bukan miliknya.

Ia perlahan menghampirinya dan menepuk lembut bahunya: “Ada apa? Semua lancar-lancar?”

Valerie Pei menoleh dan melihat wajah Handy Ji yang penuh kekhawatiran. Ah, ia sudah kembali memberikan beban pikiran padanya. Wanita itu jadi tidak enak hati.

“Tidak ada masalah yang besar, namun pembicaraan dengan Leon Gu macet lagi. Aku khawatir pada akhirnya kami harus berkasus di pengadilan.” Valerie Pei mengangkat bahu dengan pasrah.

Si pria duduk di sebelah si wanita. Dengan gerakan yang terhitung alami, ia mengenggam tangannya dan merespon: “Kamu tidak berencana menceritakan ini pada kakek? Ia tidak akan membiarkan kakakku mempertahankan ego seperti sekarang.”

“Sebaiknya jangan. Tubuh kakek tidak sehat, aku khawatir setelah diceritakan kondisinya makin parah.” Wajah Valerie Pei dipenuhi kesedihan: “Tenanglah. Semua masalah pasti akan punya jalan keluar yang ideal, dengan catatan kita terus berjuang menghadapinya.”

Handy Ji awalnya datang untuk menenangkan Valerie Pei. Tetapi, lihat sekarang, malah ia sendiri yang ditenangkan olehnya!

Sementara itu, si wanita tidak sadar tangannya digenggam si pria.

“Kalau begitu, ayo kita pulang. Ellie sudah menantimu dengan cemas.” Handy Ji sengaja mengalihkan topik soal Leon Gu. Ia tidak ingin wanita itu terus-terusan tertekan. Pada saat bersamaan, dirinya juga harus memikirkan cara memecahkan masalah ini. Meminta si kakak berhenti sepertinya tidak mungkin, jadi solusi lain wajib dicari.

Valerie Pei mengangguk. Dengan tangan yang tidak digenggam oleh Handy Ji, ia menenteng tasnya. Mereka berdua bangkit berdiri, lalu si pria jalan di depan dan si wanita jalan di belakang. Pada momen ini, ia baru sadar bahwa tangannya lagi digenggam!

Wanita itu tidak mengikuti langkah Handy Ji lagi, melainkan terdiam sembari menatap tangannya itu dengan linglung. Menyadari orang di belakang tidak ikutan jalan, si pria berbalik badan. Yang mengisi pandangannya adalah wajah aneh Valerie Pei saat mengamati tangan mereka yang bergenggaman.

Pada saat berikutnya, Valerie Pei menurunkan tangannya sendiri. Walau di antara mereka sering terjadi interaksi fisik, interaksi-interaksi itu hanyalah interaksi sesama teman. Mereka tidak pernah bergenggaman tangan dengan lama begini, jadi ia pun merasa canggung.

Handy Ji menurunkan tangannya yang kosong. Ia paham ada banyak hal yang tidak bisa diburu-buru, juga paham bahwa di hati si wanita masih ada seseorang. Walau begitu, pria itu tidak merasa kecewa sama sekali. Ia yakin waktu akan membawa perubahan, dan lebih pentingnya lagi, ia rela menanti perubahan itu dengan sabar. Kalau pun harus menunggu sampai hari tua, ia bahkan siap!

Keduanya kembali ke rumah tanpa bicara. Ketika menjumpai Ellie, Handy Ji dan Valerie Pei memasang senyum seolah tidak ada apa pun yang terjadi sebelumnya.

Novel Terkait

Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu