Wahai Hati - Bab 93 Kamu Pantas Bertarung Denganku? (2)
Tampak jelas, Marie masih belum mengetahui identitas asli Ruben, sampai sekarang dia masih larut dalam kenangan kakak kecil, mereka mengobrol sampai melupakan diriku, sampai Ruben mengatakan: “Gadis ingusan, sudah sekian lama kita tidak berjumpa, bagaimana kalau kita cari cafe untuk mengobrol, mengenang masa lalu!”
Saat ini, Marie baru sadar, di samping dia masih ada aku, dia sibuk menoleh ke samping, menatap diriku, lalu meminta maaf kepada Ruben: “Pacarku ada di sini!”
Ruben menjawab dengan sangat murah hati: “Tidak masalah, sama-sama saja!”
Bajingan ini menunjukkan dirinya sangat murah hati, ingin aku ikut pergi melihat mereka bermesraan? Kalau bisa, aku sangat ingin menendangnya, tapi ini sama sekali tidak mungkin, kalau begini terus, aku akan berubah menjadi sangat egois, dia yang begitu murah hati dan aku yang egois, perbandingan ini akan tampak jelas, aku tidak boleh membiarkan Marie mengira aku picik. Lalu, aku menjawab dengan besar hati: “Kalian pergi saja, kebetulan aku sedikit ngantuk, ingin kembali istirahat lebih awal!”
Langitpun tahu ucapanku ini berlawanan dengan ke hendakku, tapi Marie gadis dengan EQ rendah, benar-benar mengira aku begitu besar hati, tanpa pikir panjang, menyuruhku kembali untuk beristirahat, lalu, dia naik ke mobil sport Ruben.
Ruben tidak sengaja memberiku senyuman menyeleneh, lalu duduk di kursi pengemudi, mengendarai mobil sport melaju dengan cepat, hanya suara mobil yang bergetar di telingaku.
Aku melihat ke arah hilangnya mobil sport, hatiku berdegup seperti ada puluhan ribu kuda yang berlari kencang, sialan aku benar-benar sangat menyedihkan, tapi tidak ada pilihan lain, jelas-jelas aku tahu bagaimana Marie berpikir ingin bernostalgia dengan teman lama, bagaimana mungkin demi keegoisan diriku merusak suasana bahagianya, aku sangat tidak ingin dibandingkan dengan Ruben, dia sangat berkharisma dan sopan. Tentu saja aku harus bersikap lebih baik.
Sekarang, aku hanya bisa membujuk diriku sendiri, mereka tidak memiliki hubungan apa pun, mereka tidak lain hanya teman masa kecil, tidak peduli bagaimana aku berpikir, hatiku tetap sedih, sangat-sangat sedih!
Sambil menahan amarah ini, aku kembali ke sekolah, awalnya mengira setelah kembali akan lebih baik, tapi kenyataan tidak seperti itu, mengingat pacar sendiri pergi dengan pria lain, aku tidak mempunyai niat untuk melakukan hal lain. Aku berulang kali mengambil hp, ingin menelepon Marie, tapi pada akhirnya aku menahannya, aku tidak boleh membiarkan Marie mengira aku egois, alhasil aku hanya bisa menunggu dan menunggu, aku benar-benar tersiksa.
Susah payah begadang sampai pukul 9 malam, Marie masih belum memberiku kabar, aku sudah tidak tahan lagi, dan segera bangkit. Pergi ke blok Greenland. Tapi ketika aku sampai di Villa Marie, melihat ke dalam gelap gulita tidak ada setitik cahaya pun, ini tampak jelas, Marie masih belum kembali.
Melihat keadaan ini, hatiku marah, tapi aku berpikir, tidak peduli seberapa bodoh Marie juga harus ada batas, tidak mungkin bersama seorang pria hingga larut malam, mungkin saja sebentar lagi dia akan kembali, lebih baik aku menunggunya, kalau tidak melihat Marie pulang dengan aman, aku tidak bisa tidur nyenyak.
Dengan tekad yang gelisah, aku menunggu di dekat Villa Marie dengan tenang.
Malam berkabut dan angin sepoi-sepoi, aku yang seorang diri berdiri di tengah kegelapan, semakin menunggu semakin merasa kesepian dan tidak fokus, aku menunggu sampai jam 11 malam lebih, akhirnya aku melihat sebuah mobil sport biru melaju kencang, dalam sekejap, mobil itu berhenti di depan pintu Villa, lalu, Ruben turun dari mobil. Begitu dia turun dari mobil, dia segera ke samping pengemudi, membukakan pintu dengan gentle, kemudian Marie keluar dari mobil yang dibuka Ruben dengan sopan.
Gambaran ini, membekas dalam hatiku, awalnya hatiku sudah sangat gelisah, sekarang berubah menjadi semakin gelisah, tapi aku masih bisa menahannya berdiri di tempat, memandang mereka dari kejauhan.
Setelah Marie turun dari mobil dan mengobrol sebentar dengan Ruben, lalu berjalan masuk ke Villa.
Ruben berdiri di depan Villa, menyaksikan Marie masuk ke dalam, begitu masuk ke dalam, dia berbalik, duduk di dalam mobil. Ketika mobilnya melaju sedikit, tiba-tiba aku melompat keluar dari kegelapan, menghalangi jalannya.
Ruben segera menghentikan mobil. Membuka jendela, memandang ke arahku, berkata dengan sinis: “Kenapa dirimu, apa yang kamu lakukan tengah malam disini, takut aku memakan Marie?”
Nada bicara Ruben sangat sembrono, terdengar sangat ingin menyindir diriku, hatiku kesal, tapi aku tidak menunjukkannya, dan berkata dengan serius: “Aku ingin mengobrol denganmu!”
Setelah Ruben mendengarnya, dia terdiam sesaat dan turun dari mobil. Lalu berjalan ke depan mobil. Bersandar di kap mobil sport dengan santai, berkata dengan santai kepadaku; “Katakanlah, ingin mengobrol apa?”
Saat ini Ruben melepaskan kepura-puraan dan keanggunan, menatapku dengan menjijikkan, tatapannya mengandung arogansi yang meremehkan diriku.
Aku menatap matanya, menekan kemarahan di hatiku, memperingati dirinya: “Marie adalah pacarku, aku harap kamu tahu diri!”
Ruben yang mendengar aku berkata begini, tiba-tiba tersenyum. Dia memandangku, dengan lancang berkata: “Mungkin dulu iya, tapi tidak untuk nanti!”
Mendengar dia berkata begitu, kemarahan dalam hatiku semakin membara, ternyata tebakanku benar, pria ini datang untuk menyudutkanku, dengan kedok kenangan masa lalu memikat Marie, tujuannya adalah ingin bersama dengan Marie.
Karena dia begitu to the point, aku juga tidak perlu berkelit, aku langsung bertanya: “Kamu anak Joshizkia kan?”
Ruben tidak menyembunyikannya. Dia menjawab dengan sederhana: “Iya!”
Ketika mendapat jawabannya, aku semakin yakin, bagiku Joshizkia hanya sebuah sampah, apa yang bisa dilakukan anaknya, tapi aku tidak menyangka, Keluarga Cai masih belum menyerah, Ruben masih berpikiran untuk mendapat perhatian Marie, ini sudah menyentuh batas kesabaranku, sekarang aku tidak peduli apakah dia teman lama Marie atau bukan, aku dengan tegas memperingatkan dia: “Ruben, aku peringatkan kamu, menjauh dari Marie, kalau tidak jangan salahkan aku tidak segan!”
Ruben yang mendengar perkataanku, tidak hanya tidak merasa takut, sebaliknya berdiri tegak, menyeringai bertanya menyeleneh: “Oh? Apa yang bisa kamu lakukan?”
Ucapan dia memprovokasi diriku, dirinya memancarkan semacam kesombongan. Orang seperti ini, pasti tumbuh besar dalam keluarga kaya, tidak pernah hidup susah, tidak tahu kerasnya hidup, ayahnya saja tidak berani melawanku, beraninya dia tiada henti menyombongkan diri di depanku, ini sudah mencapai batas kesabaranku, aku mengulurkan tangan menunjuknya dan marah: “Jangan sok hebat, kamu tidak lain hanya seorang mahasiswa luar negeri yang baru pulang ke tanah air, atas dasar apa kamu menyombongkan diri di depanku, kalau kamu masih tidak tahu diri, aku akan membuatmu mengetahui kehebatanku!”
Dengan ancamanku, Ruben tiba-tiba berhenti tersenyum, menatapku dengan dingin, melayangkan tendangan ke dadaku. Tendangan dia sangat keras, aku sama sekali tidak sempat merespon, seluruh tubuhku seperti dipukul oleh batang besi yang keras, hingga akhirnya terjatuh ke tanah.
Ketika aku masih belum sadar, Ruben sudah berjalan di depanku, menginjak dadaku, menatapku dengan sombong, berkata dengan jijik kepadaku: “Sampah sepertimu, layak bersaing denganku?”
Novel Terkait
Wanita Yang Terbaik
Tudi SaktiHalf a Heart
Romansa UniverseLelah Terhadap Cinta Ini
Bella CindyIstri Yang Sombong
JessicaPengantin Baruku
FebiBack To You
CC LennyAku bukan menantu sampah
Stiw boyDark Love
Angel VeronicaWahai Hati×
- Bab 1 Kekokohan Ibuku (1)
- Bab 1 Kekokohan Ibuku (2)
- Bab 2 Bu, Maaf (1)
- Bab 2 Bu, Maaf (2)
- Bab 3 Berjuang untuk bangkit kembali (1)
- Bab 3 Berjuang untuk bangkit kembali (2)
- Bab 4 Pria Perkasa (1)
- Bab 4 Pria Perkasa (2)
- Bab 5 Kemunculan Olive
- Bab 6 Kegaduhan Kantin (1)
- Bab 6 Kegaduhan Kantin (2)
- Bab 7 Sudah Lama Tidak Bertemu(1)
- Bab 7 Sudah Lama Tidak Bertemu(2)
- Bab 8 Musuhku(1)
- Bab 8 Musuhku(2)
- Bab 9 Sebelum badai datang
- Bab 10 Gunung satu itu lebih besar dari gunung lain (1)
- Bab 10 Gunung satu itu lebih besar dari gunung lain (2)
- Bab 11 Suara yang tidak asing (1)
- Bab 11 Suara yang tidak asing (2)
- Bab 12 Lepaskan Gadis Itu (1)
- Bab 12 Lepaskan Gadis Itu (2)
- Bab 13 Menjadi Pahlawan
- Bab 14 Lalat yang menganggu (1)
- Bab 14 Lalat yang menganggu (2)
- Bab 15 Bunga kampus yang seksi (1)
- Bab 15 Bunga kampus yang seksi (2)
- Bab 16 serangan yang terbuka mudah untuk ditangani, serangan kegelapan sulit untuk dihindari
- Bab 17 Harimau ingin menunjukkan kekuatan
- Bab 18 Aksi Balas Dendam
- Bab 19 Apa yang ditakutkan pasti akan terjadi
- Bab 20 Momen Menegangkan
- Bab 21 Marie Hu yang menggoda (1)
- Bab 21 Marie Hu yang menggoda (2)
- Bab 22 Tendangan yang Intimidasi (1)
- Bab 22 Tendangan yang Intimidasi (2)
- Bab 23 Majikan dan Anjingnya
- Bab 24 Pertemuan yang Tak Terhindari (1)
- Bab 24 Pertemuan yang Tak Terhindari (2)
- Bab 25 Rencana Licik (1)
- Bab 25 Rencana Licik (2)
- Bab 26 Satu Langkah Lagi
- Bab 27 Melukai Diri untuk Mendapatkan Kepercayaan
- Bab 28 Cinta dan Tidak Cinta
- Bab 29 Adegan Sebelum Acara Besar Dimulai (1)
- Bab 29 Adegan Sebelum Acara Besar Dimulai (2)
- Bab 30 Chandra, Aku Mencintaimu (1)
- Bab 30 Chandra, Aku Mencintaimu (2)
- Bab 31 Aura Seorang Ratu
- Bab 32 Pilihanmu Tidak Salah
- Bab 33 Pencegatan Mike
- Bab 34 Penyiksaan yang Kejam
- Bab 35 Ia adalah Ten Zhou
- Bab 36 Satu yang Menjaga, Tidak Ada yang Berani Menyerang
- Bab 37 Dendam dan Kewajiban
- Bab 38 Kecelakaan Gunawan
- Bab 39 Tokoh Kecil yang Tidak Dianggap
- Bab 40 Olive yang Sangat Terkejut
- Bab 41 Memancing ke dalam Jebakan
- Bab 42 Mike Berlutut
- Bab 43 Aura Pemenang
- Bab 44 Menginjak Jalan yang Buruk
- Bab 45 Amarah Ten Zhou (1)
- Bab 45 Amarah Ten Zhou (2)
- Bab 46 Pertarungan
- Bab 47 Tidak Ada yang Bisa Menaklukkanku
- Bab 48 Mencari Masalah
- Bab 49 Dua puluh miliar, itu hal yang kecil
- Bab 50 Menarik Uang
- Bab 51 menganggapmu ayah jika kaya
- Bab 52 keagungan
- Bab 53 Fetrin yang Percaya Diri
- Bab 54 Pengemis Tua
- Bab 55 Ada Uang, Sombong
- Bab 56 Krisis Ekonomi Keluarga Hu
- Bab 57 Merasa Terkejut
- Bab 58 Mike Kembali
- Bab 59 Datang Sendiri
- Bab 60 Boleh Membunuh Tapi Tidak Boleh Menghina
- Bab 61 Satu panggilan kak Chandra
- Bab 62 Mati dan hidup bersama
- Bab 63 Tidak berhenti sampai mati
- Bab 64 Insiden sensasional kampus (1)
- Bab 64 Insiden sensasional kampus (2)
- Bab 65 Pertarungan Besar Dimulai (1)
- Bab 65 Pertarungan Besar Dimulai (2)
- Bab 66 Waktu kematian sudah datang
- Bab 67 Perbuatan tercela Mike
- Bab 68 Fetrin Tiba
- Bab 69 Tuan Muda, Aku Terlambat
- Bab 70 Menjalani Keputusan Tuhan
- Bab 71 Amarah Michael Li
- Bab 72 Remehan Fetrin
- Bab 73 Bahaya Menyerang
- Bab 74 Namaku Jeno (1)
- Bab 74 Namaku Jeno (2)
- Bab 75 Michael Li Yang Jago
- Bab 76 Ada Orang di dalam Rumah
- Bab 77 Insting Orang hebat
- Bab 78 Malam yang Menakutkan(1)
- Bab 78 Malam yang Menakutkan(2)
- Bab 79 Jangan Mengulang ke Tiga Kalinya
- Bab 80 Orang Hebat Pertama di Kota (1)
- Bab 80 Orang Hebat Pertama di Kota (2)
- Bab 81 Olive Yang Pasrah (1)
- Bab 81 Olive Yang Pasrah (2)
- Bab 82 Balasan
- Bab 83 Posisi Defensif Michael Li
- Bab 84 Dia, adalah Fetrin (1)
- Bab 84 Dia, adalah Fetrin (2)
- Bab 85 Kematian Michael Li
- Bab 86 Kejadian saat itu
- Bab 87 Ayahmu
- Bab 88 Perasaan gelisah yang kuat.
- Bab 89 Perselisihan di Villa Keluarga Hu
- Bab 90 Sekeliling penuh dengan musuh
- Bab 91 Tuan Chandra
- Bab 92 Halo, Nama Aku Ruben
- Bab 93 Kamu Pantas Bertarung Denganku? (1)
- Bab 93 Kamu Pantas Bertarung Denganku? (2)
- Bab 94 Ruben Yang Misterius (1)
- Bab 94 Ruben Yang Misterius (2)
- Bab 95 Malu Ekstrim
- Bab 96 Tidur Seranjang Dengan Olive (1)
- Bab 96 Tidur Seranjang Dengan Olive (2)
- Bab 97 Kita Putus Saja (1)
- Bab 97 Kita Putus Saja (2)
- Bab 98 Kebencian
- Bab 99 Orang Belakang Ruben
- Bab 100 Kehadiran Fetrin dengan Penampilan yang Sombong (1)
- Bab 100 Kehadiran Fetrin dengan Penampilan yang Sombong (2)
- Bab 101 Menatap Semua orang
- Bab 102 Bersebrangan Dengan Marie Hu
- Bab 103 Ruben Yang Penuh Percaya Diri
- Bab 104 Tangkap Ruben dengan cara apapun
- Bab 105 Pertempuran Sengit
- Bab 106 Amarah Ruben
- Bab 107 Chris VS Ruben
- Bab 108 Kemampuan Fetrin
- Bab 109 Marie Berlutut
- Bab 110 Membalas Dendam Kepada Ruben
- Bab 111 Maaf, Aku Tidak Terima
- Bab 112 Pria Besar muncul
- Bab 113 Bunga Kampus yang Ketiga
- Bab 114 Selalu ada orang yang lebih hebat
- Bab 115 Putra Godi chen
- Bab 116 Chandra, Kamu Ditangkap (1)
- Bab 116 Chandra, Kamu Ditangkap (2)
- Bab 117 Ferdy Yang bertindak
- Bab 118 Keputusasaan Tanpa Akhir
- Bab 119 Lebih Baik Mati Daripada Hidup
- Bab 120 Pengemis Dan orang kaya generasi kedua (1)
- Bab 120 Pengemis dan orang kaya generasi kedua (2)
- Bab 121 Candra, Kamu Tamat (1)
- Bab 121 Chandra, Kamu Tamat ( 2)
- Bab 122 Ciuman Clara
- Bab 123 Kemarahan Ferdy
- Bab 124 Kobaran Api
- Bab 125 Hidup Mati
- Bab 126 Kematian Ruben Cai
- Bab 127 Ucapan Marie
- Bab 128 Menuju Ke Lokasi Perang
- Bab 129 Tuan Muda Ferdy Yang Susah Ditebak
- Bab 130 Ibuku Datang
- Bab 131 Keangkuhan Tuan muda Ferdy
- Bab 132 Api Peperangan Menyala
- Bab 133 Ibuku VS Tuan Muda Ferdy
- Bab 134 Berjuanglah Untuk Tetap Bertahan Hidup
- Bab 135 Air Mata Dua Wanita (1)
- Bab 135 Air Mata Dua Wanita (2)