Wahai Hati - Bab 23 Majikan dan Anjingnya
Kelas yang penuh dengan ucapan dan umpatan, yang menyerang diriku, yang selalu merasa senang atas kesedihan orang, akhirnya menjadi tenang.
Beberapa wajah yang mengesalkan, seketika terdiam.
Kata-kataku, auraku dan aksiku yang lincah membuat semua orang tercengang, termasuk anak-anak di kelas dan semua orang yang berada di lorong, seketika terkejut. Tatapan mata mereka penuh dengan ketakutan. Siapapun tidak akan percaya, bahwa pecundang seperti diriku tiba-tiba menjadi begitu berani. Keberanian ini berasal dari dalam diriku, bahkan tidak dapat berpura-pura.
Siapapun dapat merasakan perubahanku, dapat merasakan kekuatan yang muncul dari diriku. Kekuatan ini menahan mereka semua, bahkan Richie yang terjatuh olehku, juga hanya bisa mematung disana.
Aku tahu orang-orang di kelasku ini, merupakan anak-anak pintar. Tapi untuk melakukan kriminal, mereka sama sekali tidak berani. Dalam diri mereka, terdapat sifat buruk untuk merendahkan yang lebih lemah. Mereka tahu diriku adalah seorang pecundang, sehingga mereka boleh sepuasnya menertawaiku. Sekarang hanya terdiam saat aku mulai marah.
Hening. Kelas yang begitu luas hanya tersisa keheningan. Di tengah keheningan, aku melangkah besar dan berjalan menuju ke tempat duduk terujung di barisan terakhir, lalu terduduk santai.
Baru saja aku duduk, lalu Andi mendekat. Ia duduk disampingku dan berbisik, “Hebat juga, Chandra. Apakah kamu pergi mencari bantuan beberapa hari ini? Benar kan kamu mencari bantuan?”
Aku membalas, “Tidak!”
Andi terkejut dan berkata, “Kalau begitu, apa yang kamu lakukan tadi?”
Aku mengerucutkan bibirku dan berkata, “Tak apa-apa. Aku hanya tidak senang melihatnya dan ingin memberinya ajaran.”
Wajahku tanpa ekspresi, nada bicara terdengar santai, seperti memukul orang adalah masalah kecil bagiku.
Andi semakin ketakutan mendengar perkataanku. Ia sudah tidak tahu apa yang harus ia katakan untuk menyatakan keterkejutannya.
Anak-anak kelas yang lain juga berpikir sama dengan Andi, hanya saja mereka tidak berani bertanya kepadaku, bahkan tidak berani berbicara dengan kencang untuk membahasku.
Memang betul kalau harimau sekali menggeram, maka kelinci saja bisa menjadi kura-kura. Orang-orang yang biasanya sama sekali tidak takut, sekarang kembali menjadi tenang. Meskipun mereka masih membahasku, tetapi juga dengan memelankan suara mereka, sehingga aku tidak dapat mendengar suara mereka dengan jelas. Inilah efek yang kuinginkan. Aku menginginkan ketenangan dan tidak ingin menghadapi omong kosong yang penuh penyindiran.
Rasa ini bagai kungkungan yang terlepas dari kepalaku, begitu memuaskan!
Dengan cepat, terdengar suara bel berdering pertanda masuk kelas. Saat ini kebetulan Elis masuk kedalam kelas.
Saat ia baru melihatku, Elis terlihat sangat terkejut. Mungkin ia tak sangka kalau aku masih bisa duduk santai seperti orang sehat di kelas. Atau mungkin juga ia tak sangka kelas menjadi begitu tenang, yang tidak persis seperti biasanya. Tetapi setelah ia duduk, raut wajahnya berubah, karena anak perempuan disampingnya menceritakan semua hal yang terjadi.
Setelah itu, Elis segera memutar balik kepalanya dan menggunakan tatapan jahat kearahku. Tatapan mata juga ada arti untuk memperingati.
Aku pasti tidak peduli dengan wanita ini, melainkan fokus kepada bukuku. Beberapa hari absen terlalu banyak kelas, jadi aku harus rajin belajar. Belajar adalah hobiku, belajar sendiri juga merupakan kemampuanku.
Aku sambil belajar sendiri sambil mendengar pelajaran matematika minat dalam satu pelajaran ini. Kemampuanku untuk menerima ilmu memang sangat tinggi, apalagi dalam keadaan yang damai. Sungguh, sudah lama tidak ada suasana seperti ini, merelakan semuanya, tenang, serius dan rajin belajar. Ini mungkin adalah kehidupan kuliah yang kuharapkan.
Sayangnya waktu itu tidak berlangsung lama. Saat bel pelajaran selesai, ketenanganku seketika terganggu karena kedatangan Elis.
Guru keluar dari kelas sembari suara bel, sedangkan Elis berjalan kearahku. Ia muncul dihadapanku dan berteriak kepadaku, “Chandra, berani sekali kamu, masih berani datang ke sekolah?”
Aksi Elis membuat anak-anak kelas yang suka menonton keramaian, tidak langsung pergi dan menetap di kelas. Ini sangat menunjukkan bahwa mereka ingin melihat Elis memberi pelajaran untukku, tapi aku sama sekali tidak menganggap Elis. Aku dengan malas berkata sambil merapikan buku. “Mengapa aku tidak berani datang belajar?”
Elis melotot sambil berkacak pinggang. Ia dengan sombong berkata, “Apakah kamu melupakan masalah kita berdua?”
Aku menaruh buku kedalam tas punggungku, lalu berdiri dan mangambil tasku sambil berkata, “Aku tidak lupa. Aku menamparmu sekali dan sepupumu menyuruh orang datang untuk menghajarku lima kali. Kurasa masalah kita sudah terselesaikan.”
Ketidakpuasanku pelan-pelan tertunjukkan. Awalnya kukira Elis sudah tidak akan mencari masalah denganku, jadi aku akan juga menganggap ini tidak ada, tetapi ia masih mengungkitnya dan membuat dirinya sebagai korban terbesar, ini sungguh membuatku marah.
Elis juga agak merasa bersalah setelah mendengar perkataanku. Ia terdiam sesaat, lalu berteriak kepadaku, “Kamu sendiri yang mencarinya, siapa yang menyuruhmu untuk memukulku. Chandra, awalnya aku sudah ingin memaafkanmu, karena kamu dipukul begitu berat dan bersembunyi untuk sekolah. Kalau kamu pulang untuk meminta maaf denganku, aku pasti tidak akan berdebat denganmu. Tetapi kamu tidak, setelah kembali ke kelas, langsung menghajar Richie. Apakah kamu merasa anak-anak dikelas mudah dihina?
Setelah itu, Richie ikut berdiri. Ia dengan percaya diri menunjuk kearahku an berkata, “Benar, bahkan kamu tidak berani melawan diluar sana. Untuk apa kamu berpura-pura menjadi pahlawan di kelas?”
Melihat kedua orang ini bersama, aku baru mengerti bahwa Elis datang untuk membantu Richie. Memang benar, memukul anjing juga harus perlu melihat majikannya. Richie sudah seperti anjing yang patuh terhadap majikannya, Elis. Aku menghajarnya, juga berarti aku sudah menghajar Elis, sehingga ia menjadi tidak bahagia.
Aku juga tidak peduli Elis senang atau tidak dan segera meninggalkan tempat keluar dari kelas. Aku berkata kepada Elis, “Richie sendiri yang mencari masalah, jadi tidak boleh disalahkan kepadaku. Dan aku harus memberitahumu, siapapun tidak boleh membuatku marah, kalau tidak aku akan membalas lebih. Termasuk dirimu!”
Sebenarnya aku benar-benar tidak menyukai wanita sombong dan percaya diri sepertinya. Ia selalu merasa dirinya sebagai tuan putri, harus mendapatkan apapun yang mereka inginkan. Mungkin masih ada masalah yang disembunyikan Marie kepadaku, sehingga Elis masih memandangku seperti pembantunya. Ia masih saja sombong dan memerintahku. Aku pastinya tidak akan bersikap baik kepadanya!
Elis seketika marah. Ia menjulur tangannya dan menunjukkan sambil berteriak, “Apa yang kamu sombongkan? Apakah sepupuku tidak membuatmu takut? Jangan-jangan kamu masih berani memukulku? Aku peringati kamu, kalau kamu berani menyentuhku lagi, sepupuku akan menghancurkanmu.”
Nada Elis terdengar sangat berani. Anak-anak kelas juga membantunya sambil bersorak bahwa diriku harus dihajar lagi dan beraninya mengatakan hal ini kepada Elis, pasti nanti akan dihajar lagi oleh Marie.
Beberapa suara yang tidak ingin kudengar lagi kembali terdengar lagi. Anak-anak kelas yang awalnya takut kepadaku, juga mulai berani lagi. Alasannya hanya satu, yaitu keberadaan Elis. Mereka seperti sudah menganggap Elis sebagai ketua pemimpin dari kelas ini, hanya ia seorang.
Elis bisa begitu sombong, juga dikarenakan ia memiliki sepupu yang cantik. Ini sudah berarti memberikan perlindungan yang cukup besar. Dengan adanya perlindungan ini, membuat bocah perempuan ini merasakan dibanggakan. Ia juga tidak sungkan dan langsung menggunakan kekuatan Marie untuk membanggakan diri.
Aku sudah tidak menyukainya sejak dulu dan sekarang semakin bertambah. Tanpa kusadari, tatapan mataku semakin tajam. Aku menatap dingin kearah Elis dan pelan-pelan mengatakan, “Elis, biarkan aku menasehatimu. Jangan mengira ada orang yang membantumu, jadi kamu boleh asal bertindak. Tak perlu waktu lama, kamu akan mendapatkan akibatnya. Aku berharap kamu untuk mengabaikanku selamanya dan jangan membuatku marah!”
Ancaman dari nada bicaraku semakin terdengar. Tatapan tajam mataku juga semakin terlihat. Setelah itu, aku langsung berlangkah besar dan pergi melalui samping Elis.
Aku baru saja berjalan beberapa langkah, si Elis itu langsung berbalik badan dan menarikku. Ia berkata, “Apa maksudmu? Berani sekali seorang sepertimu berteriak disini. Kamu sudah menghajar orang hari ini. Apakah kamu ingin pergi begitu saja? Kamu juga terlalu gila! Aku ingin kamu meminta maaf dengan Richie!”
Anak-anak kelas juga ikut bersorak untuk menyuruhku meminta maaf.
Dalam sesaat, mereka menjadi sangat bersatu dan kompak untuk menyerangku. Entah sejak kapan, aku menjadi musuh setiap anak-anak di kelas. Mereka tidak senang melihatku, karena tendang kerasku sebelumnya. Mereka hanya tenang untuk satu jam pelajaran. Tapi setelah adanya Elis, mereka semua menjadi sangat berani. Orang-orang ini memang hanya bisa menjilat.
Aku mendengus pelan, lalu aku menatap tajam lagi kearah Elis. Aku berkata dengan nada memancing, “Apakah aku harus meminta maaf?”
Tangan Elis semakin erat memegang pakaianku. Ia berteriak dengan intimidasi, “Kalau begitu, kamu jangan berharap untuk keluar dari kelas ini!”
Elis sekali lagi berhasil membuatku marah. Aku marah, sungguh marah. Amarah ini sudah membuat seluruh darah tubuhku mendidih. Semua hinaan dan luka yang kuperoleh, ditimbulkan oleh wanita bodoh sepertinya, Elis. Aku sangat membencinya. Kalau ia bukan sepupu Marie, kalau bukan karena ia adalah seorang wanita, mungkin aku sudah menendangnya keras.
Aku menganggap Marie sebagai temanku dan menjaga perasaan Marie, sehingga begitu sabar kepada Elis. Tapi Elis ini terlalu bodoh, semakin memaksaku, menantang kebatasanku, menghancurkan kehormatanku dan membuat kekuatan yang kudirikan saat memukul Richie seketika hilang. Kalau aku masih membiarkannya, maka aku akn kembali lagi menjadi pecundang, jadi aku tidak lagi mempedulikan apapun dan langsung mendorong Elis, lalu berteriak kepadanya, “Elis, aku tidak menyentuhmu karena untuk menjaga perasaan Marie. Tapi aku berharap kamu jangan lagi memaksaku, kalau tidak, aku akan membalas lebih kepadamu.”
Suara geramanku menggetarkan telinga. Auraku menakutkan semua orang. Wajah Elis memucat, setelah kehilangan keseimbangan karena doronganku dan mendengar teriakanku. Akhirnya ia sungguh takut kali ini. Ia menatapku dengan matanya yang memerah, seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak berani diucapkan. Begitupula dengan anak-anak kelas yang lain, seketika terdiam.
Aku mendengus pelan, baru saja ingin keluar, tapi saat ini, tiba-tiba ada orang yang berteriak. “Elis, sepupumu datang.”
Kata-kata orang itu bagai sebuah bom, langsung meledakkan pemandangan kelas yang hening. Orang-orang yang baru saja terdiam kembali, seketika kembali memanas. Banyak orang yang tidak dapat menahan rasa senangnya, seperti mereka sudah dapat menebak adegan dimana aku diberikan pelajaran. Sesuatu yang seru akan segera datang dan membuat mereka sangat menungguinya.
Ketika orang-orang sedang mengunggu, Marie dengan sombong memasukki kelasku dari pintu belakang.
Marie terkenal dengan dewi terseksi di sekolah. Entah dimanapun, ia akan selalu bersinar. Ia akan diikuti oleh para pemuja. Ia seperti bintang besar, begitu bersinar dan menarik perhatian. Elis langsung berlari kesamping Marie saat Marie masuk kelas. Ia dengan kesal berkata sambil menunjukku, “Kak Marie, anak itu menghinaku lagi!”
Richie, si pengikuti Elis juga tidak mengalah. Ia juga langsung berlari kesamping Marie dan menunjukku sambil berkata, “Benar sekali. Pecundang itu sangat mengesalkan. Ia sama sekali tidak memikirkan perasaanmu. Saat aku membantu Elis, ia beraninya menghajarku. Kak Marie harus membantu kami.”
Elis dan Richie sepasang yang mengesalkan ini, ‘pasangan cocok’ yang sangat kompak. Bagi mereka, Marie adalag langit. Adanya langit, mereka bisa menyerangku dengan berani. Orang-orang di kelas juga ikutan dengan membuat diriku sebagai orang terjahat dan menyuruh Marie untuk menghukumku.
Marie hanya terdiam dalam menghadapi sorakan mereka. Ia dingin dan cuek seperti ratu. Tatapannya menyapu kearahku pelan, lalu ia menoleh ke Richie disampingnya dan pelan-pelan bertanya. “Panggilan apa yang kamu gunakan untuk Chandra?”
Richie seketika tercengang. Wajahnya penuh dengan kebingungan. Ia berpikir sesaat kemudian dan membalas, “Pecundang.”
Marie langsung menampar Richie setelah ia selesai berbicara. Richie semakin bingung, atau bisa dikatakan semua orang juga ikut bingung.
Aura dingin Marie masih ada. Saat semua orang terkejut, ia berteriak, “Lain kali, siapapun juga tidak boleh menyentuh Chandra!”
Setelah itu, ia juga menatap tajam kearah sepupunya, Elis. “Begitupula denganmu!”
Novel Terkait
Cinta Tak Biasa
SusantiGue Jadi Kaya
Faya SaitamaIstri Pengkhianat
SubardiMy Cute Wife
DessySang Pendosa
DoniJalan Kembali Hidupku
Devan HardiBeautiful Lady
ElsaWahai Hati×
- Bab 1 Kekokohan Ibuku (1)
- Bab 1 Kekokohan Ibuku (2)
- Bab 2 Bu, Maaf (1)
- Bab 2 Bu, Maaf (2)
- Bab 3 Berjuang untuk bangkit kembali (1)
- Bab 3 Berjuang untuk bangkit kembali (2)
- Bab 4 Pria Perkasa (1)
- Bab 4 Pria Perkasa (2)
- Bab 5 Kemunculan Olive
- Bab 6 Kegaduhan Kantin (1)
- Bab 6 Kegaduhan Kantin (2)
- Bab 7 Sudah Lama Tidak Bertemu(1)
- Bab 7 Sudah Lama Tidak Bertemu(2)
- Bab 8 Musuhku(1)
- Bab 8 Musuhku(2)
- Bab 9 Sebelum badai datang
- Bab 10 Gunung satu itu lebih besar dari gunung lain (1)
- Bab 10 Gunung satu itu lebih besar dari gunung lain (2)
- Bab 11 Suara yang tidak asing (1)
- Bab 11 Suara yang tidak asing (2)
- Bab 12 Lepaskan Gadis Itu (1)
- Bab 12 Lepaskan Gadis Itu (2)
- Bab 13 Menjadi Pahlawan
- Bab 14 Lalat yang menganggu (1)
- Bab 14 Lalat yang menganggu (2)
- Bab 15 Bunga kampus yang seksi (1)
- Bab 15 Bunga kampus yang seksi (2)
- Bab 16 serangan yang terbuka mudah untuk ditangani, serangan kegelapan sulit untuk dihindari
- Bab 17 Harimau ingin menunjukkan kekuatan
- Bab 18 Aksi Balas Dendam
- Bab 19 Apa yang ditakutkan pasti akan terjadi
- Bab 20 Momen Menegangkan
- Bab 21 Marie Hu yang menggoda (1)
- Bab 21 Marie Hu yang menggoda (2)
- Bab 22 Tendangan yang Intimidasi (1)
- Bab 22 Tendangan yang Intimidasi (2)
- Bab 23 Majikan dan Anjingnya
- Bab 24 Pertemuan yang Tak Terhindari (1)
- Bab 24 Pertemuan yang Tak Terhindari (2)
- Bab 25 Rencana Licik (1)
- Bab 25 Rencana Licik (2)
- Bab 26 Satu Langkah Lagi
- Bab 27 Melukai Diri untuk Mendapatkan Kepercayaan
- Bab 28 Cinta dan Tidak Cinta
- Bab 29 Adegan Sebelum Acara Besar Dimulai (1)
- Bab 29 Adegan Sebelum Acara Besar Dimulai (2)
- Bab 30 Chandra, Aku Mencintaimu (1)
- Bab 30 Chandra, Aku Mencintaimu (2)
- Bab 31 Aura Seorang Ratu
- Bab 32 Pilihanmu Tidak Salah
- Bab 33 Pencegatan Mike
- Bab 34 Penyiksaan yang Kejam
- Bab 35 Ia adalah Ten Zhou
- Bab 36 Satu yang Menjaga, Tidak Ada yang Berani Menyerang
- Bab 37 Dendam dan Kewajiban
- Bab 38 Kecelakaan Gunawan
- Bab 39 Tokoh Kecil yang Tidak Dianggap
- Bab 40 Olive yang Sangat Terkejut
- Bab 41 Memancing ke dalam Jebakan
- Bab 42 Mike Berlutut
- Bab 43 Aura Pemenang
- Bab 44 Menginjak Jalan yang Buruk
- Bab 45 Amarah Ten Zhou (1)
- Bab 45 Amarah Ten Zhou (2)
- Bab 46 Pertarungan
- Bab 47 Tidak Ada yang Bisa Menaklukkanku
- Bab 48 Mencari Masalah
- Bab 49 Dua puluh miliar, itu hal yang kecil
- Bab 50 Menarik Uang
- Bab 51 menganggapmu ayah jika kaya
- Bab 52 keagungan
- Bab 53 Fetrin yang Percaya Diri
- Bab 54 Pengemis Tua
- Bab 55 Ada Uang, Sombong
- Bab 56 Krisis Ekonomi Keluarga Hu
- Bab 57 Merasa Terkejut
- Bab 58 Mike Kembali
- Bab 59 Datang Sendiri
- Bab 60 Boleh Membunuh Tapi Tidak Boleh Menghina
- Bab 61 Satu panggilan kak Chandra
- Bab 62 Mati dan hidup bersama
- Bab 63 Tidak berhenti sampai mati
- Bab 64 Insiden sensasional kampus (1)
- Bab 64 Insiden sensasional kampus (2)
- Bab 65 Pertarungan Besar Dimulai (1)
- Bab 65 Pertarungan Besar Dimulai (2)
- Bab 66 Waktu kematian sudah datang
- Bab 67 Perbuatan tercela Mike
- Bab 68 Fetrin Tiba
- Bab 69 Tuan Muda, Aku Terlambat
- Bab 70 Menjalani Keputusan Tuhan
- Bab 71 Amarah Michael Li
- Bab 72 Remehan Fetrin
- Bab 73 Bahaya Menyerang
- Bab 74 Namaku Jeno (1)
- Bab 74 Namaku Jeno (2)
- Bab 75 Michael Li Yang Jago
- Bab 76 Ada Orang di dalam Rumah
- Bab 77 Insting Orang hebat
- Bab 78 Malam yang Menakutkan(1)
- Bab 78 Malam yang Menakutkan(2)
- Bab 79 Jangan Mengulang ke Tiga Kalinya
- Bab 80 Orang Hebat Pertama di Kota (1)
- Bab 80 Orang Hebat Pertama di Kota (2)
- Bab 81 Olive Yang Pasrah (1)
- Bab 81 Olive Yang Pasrah (2)
- Bab 82 Balasan
- Bab 83 Posisi Defensif Michael Li
- Bab 84 Dia, adalah Fetrin (1)
- Bab 84 Dia, adalah Fetrin (2)
- Bab 85 Kematian Michael Li
- Bab 86 Kejadian saat itu
- Bab 87 Ayahmu
- Bab 88 Perasaan gelisah yang kuat.
- Bab 89 Perselisihan di Villa Keluarga Hu
- Bab 90 Sekeliling penuh dengan musuh
- Bab 91 Tuan Chandra
- Bab 92 Halo, Nama Aku Ruben
- Bab 93 Kamu Pantas Bertarung Denganku? (1)
- Bab 93 Kamu Pantas Bertarung Denganku? (2)
- Bab 94 Ruben Yang Misterius (1)
- Bab 94 Ruben Yang Misterius (2)
- Bab 95 Malu Ekstrim
- Bab 96 Tidur Seranjang Dengan Olive (1)
- Bab 96 Tidur Seranjang Dengan Olive (2)
- Bab 97 Kita Putus Saja (1)
- Bab 97 Kita Putus Saja (2)
- Bab 98 Kebencian
- Bab 99 Orang Belakang Ruben
- Bab 100 Kehadiran Fetrin dengan Penampilan yang Sombong (1)
- Bab 100 Kehadiran Fetrin dengan Penampilan yang Sombong (2)
- Bab 101 Menatap Semua orang
- Bab 102 Bersebrangan Dengan Marie Hu
- Bab 103 Ruben Yang Penuh Percaya Diri
- Bab 104 Tangkap Ruben dengan cara apapun
- Bab 105 Pertempuran Sengit
- Bab 106 Amarah Ruben
- Bab 107 Chris VS Ruben
- Bab 108 Kemampuan Fetrin
- Bab 109 Marie Berlutut
- Bab 110 Membalas Dendam Kepada Ruben
- Bab 111 Maaf, Aku Tidak Terima
- Bab 112 Pria Besar muncul
- Bab 113 Bunga Kampus yang Ketiga
- Bab 114 Selalu ada orang yang lebih hebat
- Bab 115 Putra Godi chen
- Bab 116 Chandra, Kamu Ditangkap (1)
- Bab 116 Chandra, Kamu Ditangkap (2)
- Bab 117 Ferdy Yang bertindak
- Bab 118 Keputusasaan Tanpa Akhir
- Bab 119 Lebih Baik Mati Daripada Hidup
- Bab 120 Pengemis Dan orang kaya generasi kedua (1)
- Bab 120 Pengemis dan orang kaya generasi kedua (2)
- Bab 121 Candra, Kamu Tamat (1)
- Bab 121 Chandra, Kamu Tamat ( 2)
- Bab 122 Ciuman Clara
- Bab 123 Kemarahan Ferdy
- Bab 124 Kobaran Api
- Bab 125 Hidup Mati
- Bab 126 Kematian Ruben Cai
- Bab 127 Ucapan Marie
- Bab 128 Menuju Ke Lokasi Perang
- Bab 129 Tuan Muda Ferdy Yang Susah Ditebak
- Bab 130 Ibuku Datang
- Bab 131 Keangkuhan Tuan muda Ferdy
- Bab 132 Api Peperangan Menyala
- Bab 133 Ibuku VS Tuan Muda Ferdy
- Bab 134 Berjuanglah Untuk Tetap Bertahan Hidup
- Bab 135 Air Mata Dua Wanita (1)
- Bab 135 Air Mata Dua Wanita (2)