Wahai Hati - Bab 3 Berjuang untuk bangkit kembali (2)
Fetrin memegang pundakku, menggoyangkan tubuhku dengan sangat kuat, dengan emosi mengatakan padaku: “kamu harus bangkit, hidup dengan baik, berjuang untuk ibumu!”
Otakku sedikit pusing saat dia menggoyangkan tubuhku, hatiku semakin sakit, aku tertawa dengan hambar dan mengatakan padanya: “Berjuang, bagaimana caranya, asalkan aku tidak merepotkan ibuku saja sudah cukup!”
Mendengar ucapanku, fetrin semakin marah, matanya sudah memerah, dia menggigit giginya dan mengatakan padaku dengan emosi: “Chandra, kamu benar-benar pria lemah, kamu sebenarnya mau sampai kapan depresi seperti ini? Kamu mau selamanya begini?”
Aku menarik nafas dalam-dalam, dan mengatakan pada fetrin dengan suara yang lirih: “tidak, 10tahun saja cukup, sampai ibuku keluar, aku akan baik-baik saja!”
Ini adalah pemikiran dari lubuk hatiku yang paling dalam, walaupun ibuku dihukum masuk penjara, aku harus menemani dia dalam kesepian juga, kehidupanku, tidak akan ada kebahagiaan lagi, aku juga tidak akan membiarkan aku hidup dengan baik. Hanya menunggu ibuku keluar dari penjara, aku baru bisa mengikuti dia menempuh kehidupan yang baru.
Fetrin mendengar ucapanku, emosi hingga dia tertawa, setelah tertawa sebentar, dia kembali serius, dia sangat serius melihatku, mengatakan dengan sangat jelas: “Kamu dengar, Chandra, hari ini aku baru menjenguk ibumu, aku mengatakan keadaanmu padanya, ibumu bilang, kalau kamu tidak bangkit kembali, kalau kamu mengecewakan harapan dia, dia selamanya tidak akan melihatmu lagi, sekalipun dia sudah keluar dari penjara, dia tetap tidak akan menemuimu!”
Mendengar ucapan fetrin, lubuk hatiku bergetar, otakku seperti depukul dengan keras oleh palu, aku sangat jelas, sifat ibuku, apa yang dia katakanan pasti akan dilakukan, jika akku terus tenggelam dalam kesedihan, dia pasti selamanya tidak akan menemuiku.
Seketika, aku teringat kata-kata yang ibuku berikan padaku sebelum dia pergi, dia mengenggam tanganku dengan sangat erat, mengatakan padaku, kedepannya harus kuat, harus berani. Sedangkan aku, aku menganggap kata-katanya sebagai apa, aku bukan hanya tidak bangkit, malah semakin terjatuh, ini benar-benar mengecewakan harapan dia, menyia-nyiakan pengorbanan yang ibuku berikan!
Sebagai anaknya, aku tidak pernah melakukan apa-apa untuknya, malah membuatnya masuk penjara, sudah seperti ini, aku masih membuat ibuku khawatir, dan menyia-nyiakan pengorbanan dia, aku ini manusia bukan? kenapa hanya memikirkan diri sendiri, tidak memikirkan ibuku? Nasi sudah menjadi bubur, waktu tidak pernah berputar kembali, ibuku berkorban untukku tanpa ada rasa penyesalan, dia tidak mengharapkan balasanku untukknya, hanya berharap aku bisa hidup dengan baik-baik, harapan dia yang begini saja tidak bisa aku kabulkan?
Kalau melakukan sesuatu untuk ibuku hanya bangkit kembali, aku pasti harus bangkit kembali, setidaknya, aku tidak boleh membuatnya khawatir lagi. Ibuku bisa jatuh ke dalam keaadan ini, itu karena aku terlalu lemah dan tidak berguna, maka dari itu, mulai sekarang, aku tidak bisa lagi lemah, aku harus menjadi seorang lelaki, hari-hari kedepannya, aku harus mengandalkan diri sendiri untuk melewati hari, hanya kuat, hanya berani, aku baru bisa hidup dengan layak.
Berpikir sampai disini, seluruh tubuhku tersadar, pandangan mataku akhirnya kembali bersinar, dengan keyakinan aku memandang fetrin, sangat tegas mengatakan: “bibi fetrin, ibuku masih mengatakan apa?”
Fetrin juga sepertinya melihat tatapanku berbeda, ekspresi wajahnya berubah sedikit tenang, dia meneriakiku dengan keras: “ibumu berharap kamu bisa bangkit kembali, belajar yang baik, masuk ke universitas terbaik, bisa menjadi orang yang berguna!”
Ini aku tahu, dari kecil ibuku berharap padaku, berharap aku bisa belajar dengan baik dan bisa menjadi orang berguna kedepannya, maka dari itu, aku mengikuti keiinginannya untuk melanjutkan jalan kehidupan ini. Tanpa keraguan, dengan pasti aku mengatakan: “baiklah, aku pergi kesekolah!”
Fetrin mendengar ini, semangatnya langsung naik, emosinya tadi hilang dan lenyap, seluruh tubuhnya dipenuhi dengan rasa gembira, dia sangat gembira mengatakan padaku: “Beneran? Bagus sekali, oh ia, Chandra, kamu mau ganti sekolah? Kalau butuh, aku akan membantumu menghubungi sekolah baru!”
Aku mengerti maksud fetrin, dia berharap lepas dari masa lalu, pergi ke lingkungan yang baru, ulang sekolah, tapi aku tanpa keraguan menolaknya dan berkata: “tidak perlu, sekolah yang dulu saja!”
Jatuh dimana maka harus berdiri disitu, aku tidak kan mundur lagi, tidak akan kabur lagi. Lagian, ada satu orang yang harus aku temui, dia lah penyebab dari semua ini, membuat ibuku menjadi seperti ini, apapun caranya aku harus menemui dia!
Olive, tunggu aku!
Saat itu, semua perasaan dalam hatiku sudah tersembunyi sangat dalam, hanya satu yang tersisa, yaitu keyakinan.
Fetrin melihat sikapku yang tegas, tidak berbicara banyak, dia adalah orang yang galak, hari itu, dia menggantikanku mengurusi urusan pindah sekolah.
Dua hari kemudian, sore jam 1:50, langit tidak berawan, matahari bersinar cerah. Aku memakai topi untuk ke puncak, memakai pakaian olahraga bewarna hitam, mengenakan sepatu merah, tibalah di gerbang sekolah.
Di depan gerbang, langkah kakiku terhenti beberapa detik, taman sekolah yang tidak berubah, orang-orang yang tidak berubah, yang berubah hanyalah mentalku. Seketika, aku tiba-tiba teringat dulu aku bertemu masalah apapun berlari pulang dan menangis mencari ibuku, kelemahan yang seperti ini, membuatku merasa sedih, konyol.
Mulai dari sekarang, walaupun langit runtuh, aku akan menanggungnya sendiri!
Dengan hati yang dipenuhi keyakinan, aku memulai langkah kakiku, memasuki sekolah.
Baru tiba di tangga sekolah, ada orang yang sudah mengenaliku, dan terus berkomentar: “lihat, itu bukannya anak pembunuh?”
“benar-benar, itu dia, dia orang yang kalau ketemu masalah langsung mencari bantuan ibunya, akhirnya membuat ibunya masuk penjara, dasar pengecut!”
“Haha, tidak disangka, penakut ini masih berani kesekolah, wajahnya benar-benar tebal!”
“Aku paling jijik dengan sampah seperti ini!”
......
Mengikuti suara yang terdengar, semakin banyak orang yang mengikuti, mengelilingiku, menunjuk dan memarahiku.
Dulu, karena ibuku yang gagah, tidak ada orang disekolah yang berani menertawakanku, sekarang, ibuku sudah masuk penjara, orang-orang ini seperti kambing yang keluar dari kendang, satu per satu berani mengataiku, tidak bermoral dan mempermalukanku.
Masalah ibuku, adalah sakit di dalam hatiku, lukanya masih belum sembuh, sekarang malah dilukai lagi oleh orang-orang, tidak heran akan sakit. Hanya, sakit seperti ini bukanlah apa-apa, walaupun di gores oleh ribuan pisau, aku tidak akan menangis lagi, yang bisa aku lakukan, hanyalah menanggung ini semua. Maka dari itu, aku berpura-pura seperti tidak terjadi masalah apa-apa, terus melangkah menuju ke kelas.
Berjalan sampai di koridor depan kelas, aku baru sadar, segerombolan orang sudah memenuhi koridor sekolah, terutama siswa kelas yang aku kenal, seperti melihat monyet, melihatku dengan tatapan yang aneh. Aku masih pura-pura tidak melihat apa-apa, tidak berhenti jalan kedepan, sampai aku berjalan di depan kelasku, tiba-tiba, seorang lelaki keluar, menghalangi jalanku.
Aku sedikit mengangkat kepalaku, melihat kearah orang itu, rupanya teman kelasku si kepala duri, bernama sufendi. Orang ini suka membully orang, biasanya dikelas suka pamer, merasa dirinya adalah bos dikelas, sejak olive datang, dia tidak berani beradu dengan olive, langsung berubah menjadi anak buahnya olive, terus membully orang, pernah beberapa kali memakai nama olive untuk memerasku, aku paling tidak suka dengan orang yang rendahan seperti ini.
Cuma, dia hri ini seperti sangat akrab denganku, sekali muncul, tersenyum cerah padaku, masih menepuk pundakku dan mengatakan padaku: “Chandra, kamu sudah kembali, aku sangat rindu padamu! Aku dengar dari orang, ibumu membunuh orang dan masuk enjara, saat itu kamu ada dilokasi kejadian, melihat dengan kedua mata ibumu dianiyaya tapi malah acuh tak acuh, kamu bisa menceritakan pada kami kejadian yang sebenarnya, aku benar-benar ingin mendengar!”
Melihat senyumnya yang palsu, aku merasa hatiku ada bom yang akan meledak, sejenak menyentak, aku mengibaskan tangannya yang ada di pundakku, dan berteriak dengan emosi dengannya: “Pergi!”
Novel Terkait
Meet By Chance
Lena TanAngin Selatan Mewujudkan Impianku
Jiang MuyanMbak, Kamu Sungguh Cantik
Tere LiyeMata Superman
BrickWahai Hati×
- Bab 1 Kekokohan Ibuku (1)
- Bab 1 Kekokohan Ibuku (2)
- Bab 2 Bu, Maaf (1)
- Bab 2 Bu, Maaf (2)
- Bab 3 Berjuang untuk bangkit kembali (1)
- Bab 3 Berjuang untuk bangkit kembali (2)
- Bab 4 Pria Perkasa (1)
- Bab 4 Pria Perkasa (2)
- Bab 5 Kemunculan Olive
- Bab 6 Kegaduhan Kantin (1)
- Bab 6 Kegaduhan Kantin (2)
- Bab 7 Sudah Lama Tidak Bertemu(1)
- Bab 7 Sudah Lama Tidak Bertemu(2)
- Bab 8 Musuhku(1)
- Bab 8 Musuhku(2)
- Bab 9 Sebelum badai datang
- Bab 10 Gunung satu itu lebih besar dari gunung lain (1)
- Bab 10 Gunung satu itu lebih besar dari gunung lain (2)
- Bab 11 Suara yang tidak asing (1)
- Bab 11 Suara yang tidak asing (2)
- Bab 12 Lepaskan Gadis Itu (1)
- Bab 12 Lepaskan Gadis Itu (2)
- Bab 13 Menjadi Pahlawan
- Bab 14 Lalat yang menganggu (1)
- Bab 14 Lalat yang menganggu (2)
- Bab 15 Bunga kampus yang seksi (1)
- Bab 15 Bunga kampus yang seksi (2)
- Bab 16 serangan yang terbuka mudah untuk ditangani, serangan kegelapan sulit untuk dihindari
- Bab 17 Harimau ingin menunjukkan kekuatan
- Bab 18 Aksi Balas Dendam
- Bab 19 Apa yang ditakutkan pasti akan terjadi
- Bab 20 Momen Menegangkan
- Bab 21 Marie Hu yang menggoda (1)
- Bab 21 Marie Hu yang menggoda (2)
- Bab 22 Tendangan yang Intimidasi (1)
- Bab 22 Tendangan yang Intimidasi (2)
- Bab 23 Majikan dan Anjingnya
- Bab 24 Pertemuan yang Tak Terhindari (1)
- Bab 24 Pertemuan yang Tak Terhindari (2)
- Bab 25 Rencana Licik (1)
- Bab 25 Rencana Licik (2)
- Bab 26 Satu Langkah Lagi
- Bab 27 Melukai Diri untuk Mendapatkan Kepercayaan
- Bab 28 Cinta dan Tidak Cinta
- Bab 29 Adegan Sebelum Acara Besar Dimulai (1)
- Bab 29 Adegan Sebelum Acara Besar Dimulai (2)
- Bab 30 Chandra, Aku Mencintaimu (1)
- Bab 30 Chandra, Aku Mencintaimu (2)
- Bab 31 Aura Seorang Ratu
- Bab 32 Pilihanmu Tidak Salah
- Bab 33 Pencegatan Mike
- Bab 34 Penyiksaan yang Kejam
- Bab 35 Ia adalah Ten Zhou
- Bab 36 Satu yang Menjaga, Tidak Ada yang Berani Menyerang
- Bab 37 Dendam dan Kewajiban
- Bab 38 Kecelakaan Gunawan
- Bab 39 Tokoh Kecil yang Tidak Dianggap
- Bab 40 Olive yang Sangat Terkejut
- Bab 41 Memancing ke dalam Jebakan
- Bab 42 Mike Berlutut
- Bab 43 Aura Pemenang
- Bab 44 Menginjak Jalan yang Buruk
- Bab 45 Amarah Ten Zhou (1)
- Bab 45 Amarah Ten Zhou (2)
- Bab 46 Pertarungan
- Bab 47 Tidak Ada yang Bisa Menaklukkanku
- Bab 48 Mencari Masalah
- Bab 49 Dua puluh miliar, itu hal yang kecil
- Bab 50 Menarik Uang
- Bab 51 menganggapmu ayah jika kaya
- Bab 52 keagungan
- Bab 53 Fetrin yang Percaya Diri
- Bab 54 Pengemis Tua
- Bab 55 Ada Uang, Sombong
- Bab 56 Krisis Ekonomi Keluarga Hu
- Bab 57 Merasa Terkejut
- Bab 58 Mike Kembali
- Bab 59 Datang Sendiri
- Bab 60 Boleh Membunuh Tapi Tidak Boleh Menghina
- Bab 61 Satu panggilan kak Chandra
- Bab 62 Mati dan hidup bersama
- Bab 63 Tidak berhenti sampai mati
- Bab 64 Insiden sensasional kampus (1)
- Bab 64 Insiden sensasional kampus (2)
- Bab 65 Pertarungan Besar Dimulai (1)
- Bab 65 Pertarungan Besar Dimulai (2)
- Bab 66 Waktu kematian sudah datang
- Bab 67 Perbuatan tercela Mike
- Bab 68 Fetrin Tiba
- Bab 69 Tuan Muda, Aku Terlambat
- Bab 70 Menjalani Keputusan Tuhan
- Bab 71 Amarah Michael Li
- Bab 72 Remehan Fetrin
- Bab 73 Bahaya Menyerang
- Bab 74 Namaku Jeno (1)
- Bab 74 Namaku Jeno (2)
- Bab 75 Michael Li Yang Jago
- Bab 76 Ada Orang di dalam Rumah
- Bab 77 Insting Orang hebat
- Bab 78 Malam yang Menakutkan(1)
- Bab 78 Malam yang Menakutkan(2)
- Bab 79 Jangan Mengulang ke Tiga Kalinya
- Bab 80 Orang Hebat Pertama di Kota (1)
- Bab 80 Orang Hebat Pertama di Kota (2)
- Bab 81 Olive Yang Pasrah (1)
- Bab 81 Olive Yang Pasrah (2)
- Bab 82 Balasan
- Bab 83 Posisi Defensif Michael Li
- Bab 84 Dia, adalah Fetrin (1)
- Bab 84 Dia, adalah Fetrin (2)
- Bab 85 Kematian Michael Li
- Bab 86 Kejadian saat itu
- Bab 87 Ayahmu
- Bab 88 Perasaan gelisah yang kuat.
- Bab 89 Perselisihan di Villa Keluarga Hu
- Bab 90 Sekeliling penuh dengan musuh
- Bab 91 Tuan Chandra
- Bab 92 Halo, Nama Aku Ruben
- Bab 93 Kamu Pantas Bertarung Denganku? (1)
- Bab 93 Kamu Pantas Bertarung Denganku? (2)
- Bab 94 Ruben Yang Misterius (1)
- Bab 94 Ruben Yang Misterius (2)
- Bab 95 Malu Ekstrim
- Bab 96 Tidur Seranjang Dengan Olive (1)
- Bab 96 Tidur Seranjang Dengan Olive (2)
- Bab 97 Kita Putus Saja (1)
- Bab 97 Kita Putus Saja (2)
- Bab 98 Kebencian
- Bab 99 Orang Belakang Ruben
- Bab 100 Kehadiran Fetrin dengan Penampilan yang Sombong (1)
- Bab 100 Kehadiran Fetrin dengan Penampilan yang Sombong (2)
- Bab 101 Menatap Semua orang
- Bab 102 Bersebrangan Dengan Marie Hu
- Bab 103 Ruben Yang Penuh Percaya Diri
- Bab 104 Tangkap Ruben dengan cara apapun
- Bab 105 Pertempuran Sengit
- Bab 106 Amarah Ruben
- Bab 107 Chris VS Ruben
- Bab 108 Kemampuan Fetrin
- Bab 109 Marie Berlutut
- Bab 110 Membalas Dendam Kepada Ruben
- Bab 111 Maaf, Aku Tidak Terima
- Bab 112 Pria Besar muncul
- Bab 113 Bunga Kampus yang Ketiga
- Bab 114 Selalu ada orang yang lebih hebat
- Bab 115 Putra Godi chen
- Bab 116 Chandra, Kamu Ditangkap (1)
- Bab 116 Chandra, Kamu Ditangkap (2)
- Bab 117 Ferdy Yang bertindak
- Bab 118 Keputusasaan Tanpa Akhir
- Bab 119 Lebih Baik Mati Daripada Hidup
- Bab 120 Pengemis Dan orang kaya generasi kedua (1)
- Bab 120 Pengemis dan orang kaya generasi kedua (2)
- Bab 121 Candra, Kamu Tamat (1)
- Bab 121 Chandra, Kamu Tamat ( 2)
- Bab 122 Ciuman Clara
- Bab 123 Kemarahan Ferdy
- Bab 124 Kobaran Api
- Bab 125 Hidup Mati
- Bab 126 Kematian Ruben Cai
- Bab 127 Ucapan Marie
- Bab 128 Menuju Ke Lokasi Perang
- Bab 129 Tuan Muda Ferdy Yang Susah Ditebak
- Bab 130 Ibuku Datang
- Bab 131 Keangkuhan Tuan muda Ferdy
- Bab 132 Api Peperangan Menyala
- Bab 133 Ibuku VS Tuan Muda Ferdy
- Bab 134 Berjuanglah Untuk Tetap Bertahan Hidup
- Bab 135 Air Mata Dua Wanita (1)
- Bab 135 Air Mata Dua Wanita (2)