Wahai Hati - Bab 24 Pertemuan yang Tak Terhindari (1)

Setiap aksi Marie begitu menakjubkan, sehingga semua orang di tempar tercengang. Mau yang diluar ataupun didalam kelas, setiap orang berdiri tegak seperti patung, apalagi Richie yang tertampar. Tatapannya menjadi semakin tajam, sedangkan raut wajah Elis susah untuk dijelaskan.

Siapapun tahu bahwa Marie adalah sepupu Elis. Siapapun mengira kemunculan Marie demi mencari keadilan bagi Elis. Mereka masih saja menunggu diriku yang diberi pelajaran. Tetapi dalam sekejap waktu, imajinasi mereka dan kenyataan sangatlah berbeda. Namun Marie tidak menyerangku dan berbalik untuk membantuku, bahkan ia menampar orang, sehingga membuat semua orang bingung.

Begitupula dengan diriku. Aku sama sekali tidak sangka bahwa Marie akan membantuku. Demi seorang teman sepertiku, ia rela memperingati adik sepupunya didepan umum, ini memang membutuhkan keberanian yang cukup. Oleh karena itu, aku semakin percaya bahwa Marie adalah teman yang peduli teman.

Waktu, terhenti beberap saat. Akhirnya Elis dulu yang kembali sadar. Ia menatap Marie dengan sedih dan berkata dengan suara seraknya, “Kak Marie, aku lah yang dihina!”

Elis yang biasanya sombong seketika menjadi anak perempuan yang kasihan. Ia tidak sangka bahwa masalahnya akan menjadi seperti ini, ia hampir saja sudah mau menangis.

Sayangnya Marie tahu taktiknya. Untuk sifat Elis, Marie pasti lebih tahu dibanding dengan siapapun. Sebenarnya siapa dulu yang mulai mencari masalah, tidak perlu bertanya banyak, Marie juga sudah mengetahuinya. Jadi tanpa basa-basi, ia langsung mengocehi Elis. “Lain kali jangan mencari masalah lagi dengan Chandra. Aku melakukan ini demi kebaikanmu!”

Lalu Marie mengalihkan pandangan kearahku dan dengan sopan berkata, “Chandra, sepupuku kurang pintar dan mencari masalah denganmu. Kelakuanku yang dulu juga salah. Untuk menyatakan permintaan maaf, aku akan mentraktirmu. Ayo!”

Ia mengayunkan tangannya kearahku dan keluar dari terlebih dahulu, meninggalkan para penonton yang masih tercengang.

Aku terdiam sesaat, lalu mengikuti langkah Marie keluar dari kelas sambil dilihat oleh semua orang.

Marie dan aku berjalan bersama secara terbuka. Ia membawaku ke Restoran Hakka Yi diluar sekolah.

Kita berdua berada di ruangan lantai dua. Marie memesan satu meja yang penu makanan, bahkan cukup disantap oleh empat lima orang. Gerakan Marie menunjukkan bahwa ia sangat royal. Untuk pemakaian uang, sepertinya Marie tidak pelit, juga sama sekali tidak ada pikiran untuk berhemat. Pakaian yang ia gunakan setiap hari berbeda, tapi setiap setelannya begitu seksi dan menggoda. Ia benar-benar merasakan kehidupan bagai ratu. Tapi ratu yang sepertinya meminta maaf kepadaku didepan begitu banyak orang..

Hatiku menjadi terharu setelah mengingat itu. Aku tidak tahan untuk bertanya kepada Marie, “Mengapa kamu melakukan itu?”

Marie tersenyum tipis dan berkata, “Aku sedang membantumu. Aku tahu kamu ingin belajar dengan tenang, tanpa diganggu orang, tapi ada saja beberapa orang yang tidak senang melihatmu dan mencari masalah denganmu, sehingga kamu tidak bisa tenang. Hari ini aku membantumu dan bertindak dengan jelas, kuyakin orang-orang itu tidak akn mencari masalah lagi denganmu. Kamu bisa belajar dengan tenang!”

Hatiku semakin terharu mendengar ucapan Marie. Ia mengerti diriku. Ia tahu apa yang kuinginkan di sekolah. Ia sendiri membantuku untuk menyelesaikan masalah, demi ketenangan yang kuinginkan, bahkan dirinya meminta maaf kepadaku. Ia ingin mendirikan kekuatanku dengan meminta maaf, lagipula aku sudah kehilangan harga diri saat dipukul lima kali dalam sehari. Ia melakukan semua ini, berarti ia sudah membantuku mengembalikan semua kehormatan. Tapi di saat yang sama, ia juga telah menurunkan harga dirinya.

Aku ingat pertama kali berbincang dengan Marie di atap sekolah. Ia bilang akan ada suatu hari dimana aku akan bermohon padanya. Saat itu ia masih percaya diri bahwa diriku akan mengakui kekalahan. Tapi siapa sangka ia hari ini yang mengalah terlebih dahulu. Sebenarnya itu tidak perlu dilakukan, tapi demi diriku, ia tetap melakukannya.

Untuk perlakuan Marie, aku tidak tahu harus menggunakan kata apa untuk menyatakan perasaanku sekarang. Akhrinya aku tetap memilih kata, “Terima kasih.”

Marie menggoyangkan tangannya dan berkata, “Tidak perlu sungkan denganku. Jika aku tidak bisa mengurus masalah kecil seperti ini, bagaimana mungkin cocok untuk menjadi temanmu? Tenang saja, ada aku, kamu akan kembali hidup tenang di sekolah!”

Mendengar ucapan Marie, seketika aku merasa masalah sudah terselesaikan. Aku begitu yakin dengan kemampuan Marie. Ia bilang aku bisa hidup tenang dan aku juga merasa bahwa diriku akan baik-baik saja. Meskipun Marie adalah perempuan, tapi ia bisa membuatku merasa aman.

Sebenarnya aku tidak suka mendapat bantuan dari seorang perempuan, tapi kalau Marie sudah membantuku menyelesaikan masalah, bukankah aku tidak boleh bilang kepadanya untuk jangan mengurus masalahku lagi? Hanyalah ‘terima kasih’ yang bisa kukatakan kepadanya. Apalagi aku sungguh berterima kasih atas kebaikannya.

Sekarang aku agak percaya dengan kalimat itu. Kalau kamu bertindak baik kepada orang lain, maka orang lain juga akan bertindak baik kepadamu. Hari itu, aku mempertaruhkan nyawaku untuk menolong Marie dan memperoleh kebaikannya sebagai imbalannya. Aku benar-benar senang memiliki teman seperti Marie. Kalau ia adalah seorang lelaki, mungkin kita sudah menjadi sahabat. Tapi bagaimanapun, ia adalah seorang wanita, yang cantik dan seksi. Kalau aku berteman dengannya, mungkin bagi orang lain, tidak akan dianggap sebagai pertemanan yang murni.

Acara makan ini berlangsung lama. Kita berdua terus berbincang. Aku merasa aku menjadi diriku sendiri di hadapan Marie. Aku tidak perlu berpikir banyak saat berbincang dengannya, saling jujur dan santai, serta bahagia.

Setelah selesai makan, kita berdua saling berpisah di depan pintu restoran. Sebelum pergi, Marie masih mengingatku, “Oh iya, Gunawan juga sudah kembali ke sekolah. Orang itu sangat mengingat dendam, lain kali berwaspadalah kepadanya. Jangan membuatnya curiga bahwa kamu yang melukainya!”

Aku sama sekali tidak peduli dengan Gunawan. Orang yang mudah ditakuti dengan sebuah pisau, kupikir juga tidak bisa menyebabkan banyak masalah, tapi aku tetap menerima kebaikan Marie. Aku berjanji kepadanya, “Hmm, aku mengerti!”

Marie mengangguk, lalu lanjut berkata, “Benar, Chandra. Berapa nomor teleponmu? Aku ingin menyimpannya, agar aku bisa lebih mudah berkontak denganmu.”

Aku membalas pelan. “Maaf, aku tidak mempunyai telepon!”

Anak kuliahan jaman sekarang hampir semua memiliki telepon. Orang yang kaya menggunakan telepon yang bagus, yang tidak begitu kaya menggunakan telepon yang biasa. Jarang sekali ada orang yang tidak memiliki telepon. Orang yang seperti itu bahkan bisa dianggap sebagai orang yang sangat miskin.

Marie pasti juga menganggap diriku tidak bisa membeli telepon. Tatapan matanya sama sekali tidak ada perubahan, lalu ia lanjut berkata lagi, “Kalau begitu, aku berikan nomor teleponku untukmu. Carilah aku kalau kamu membutuhkan bantuan!”

Ia menundukkan kepalanya untuk mencari kertas dan bolpoin di tasnya.

Aku sibuk berkata kepadanya, “Kamu langsung kasih tahu saja kepadaku. Aku bisa mengingatnya!”

Matematika adalah pelajaran kesukaanku. Aku sangat sensitif terhadap angka dan memiliki ingatan yang kuat. Jadi mengingat nomor telepon merupakan hal kecil.

Marie kurang yakin dan bertanya kepadaku, “Kamu tidak menipuku kan?”

Aku tertawa dan berkata, “Bagaimana mungkin, kamu beritahu saja!”

Marie memberitahu nomor teleponnya dengan tidak yakin, setelah itu bilang lagi, bahwa dirinya tidak mudah memberitahu nomor teleponnya ke orang lain dan menyuruhku untuk menyimpannya dengan baik. Hubungi ia kalau terjadi sesuatu. Terakhir ia melirikku sekilas, lalu pergi meninggalkanku.

Aku mematung melihat kepergian Marie. Ia sungguh cantik dan bersinar, bahkan punggungnya juga begitu menggoda. Pantas ia bisa menjadi dewi sekolah. Kalau kupikir-pikir lagi, seharusnya aku senang bahwa ada seorang dewi yang pernah menyuapiku. Sebenarnya semua masa-masa bersama dengan Marie begitu baik. Aku menyukai rasa itu, tapi tidak boleh berpikir terlalu banyak. Tetaplah menjaga hubungan ini, agar lebih baik.

Setelah itu, aku segera kembali ke sekolah.

Melalui masalah hari ini, akhirnya kehidupan sekolahku kembali tenang. Setidaknya anak kelas juga tidak berani lagi mencari masalah denganku. Kalau untuk masalah menyindirku di belakang, aku tidak dapat mengetahuinya dan juga tidak ingin mengetahuinya.

Novel Terkait

His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu