Wahai Hati - Bab 13 Menjadi Pahlawan
Tiba-tiba aku muncul, seperti hantu yang tiba-tiba mengambang di tengah malam, menakutkan. Suasana yang awalnya sengit, karena kedatanganku yang tiba-tiba, aku langsung jatuh ke jalan buntu. Gambar itu, tiba-tiba berhenti.
Gunawan dengan tangan yang dikepal, dan berada di udara, dia baru saja menarik pakaian Olive, dan masih belum sempat untuk merobeknya, dan terganggu olehku dengan kaku, wajahnya, tiba-tiba berubah menjadi marah, dan kesal. Kakinya, yang terdiam di tempat, menunjukkan ekspresi yang penuh luar biasa.
Namun, Olive yang masih berusaha melepaskan diri, dan pada saat itu sedang marah menjadi terdiam. Dia menatapku dengan lama, ekspresi wajahnya yang sangat sulit untuk dijelaskan, ada semacam kegembiraan karena diselamatkan, ada kejutan yang tidak bisa dijelaskan, dan ada juga sedikit keingintahuan, dia menatap mataku, dengan perasaan yang aneh.
Malam, keheningan, langit yang redup, dan angin, seluruh dunia tampaknya dalam keheningan, pada akhirnya Gunawan yang terlebih dahulu menanggapi, dia menarik tangannya kembali dari Olive, dan menunjukku, berteriak:”Kamu ini siapa? Untuk apa kamu ikut campur disini?”
Meskipun, Gunawan sedang marah, tetapi nada bicaranya, jelas masih terdengar arogan, mungkin karena pakaianku terlihat aneh, sesaat dia tidak tahu siapa aku, dan tidak terlalu gila.
Aku melirik Olive sesaat, lalu menatap Gunawan dengan tegas, menekan suara di tenggorokan, dan meraung keras:“Lepaskan dia, dan pergi!”
Untuk mencegah mereka mendengar suaraku, aku dengan sengaja mengubah suaraku, menekan suara lebih bass, dan nada bicaraku, juga berbeda dengan biasanya, terdengar sangat sombong, ditambah dengan pakaian yang berwarna hitam dari atas sampai bawah, membuat diriku terlihat aneh dan misterius.
Gunawan sangat menjaga harga diri, dan sekarang dia melihatku dengan begitu sombong menegurnya, dia tidak akan tahan, dan sekarang, dia juga tidak peduli apakah aku hantu atau manusia, dia langsung memerintah:” Refaldi, hajar, pukul pria bajingan itu!”
Refaldi adalah Si Pendek yang sombong itu, dia selalu menaati perintah Gunawan, karena itu, dibawah perintah Gunawan, dia langsung menatapku, dan kemudian melangkah ke arahku.
Aku tidak menunggu dia mendekat, tangan yang memegang erat pisau, menunjuk langsung Si Pendek, dan berkata dengan kasar:”Siapa yang maju aku akan membunuh siapa!”
Suaraku yang serak dan mengerikan, seperti iblis di neraka, dan tatapan mataku, lebih memancarkan aura membunuh, ini adalah aura yang menakutkan, kekejaman dalam kedinginan, seolah-olah aku merangkak keluar dari kematian.
Si Pendek itu sangat gila, dan nyalinya sangat besar, tetapi ketika dia melihatku seperti itu, dia tiba-tiba berhenti dan tidak berani mengambil langkah, dan tidak berani maju untuk selangkah pun, bahkan, matanya menunjukkan sedikit panik.
Memang benar, jangan melihat mereka yang biasanya menarik satu sama lain yang pecundang, tetapi bagaimanapun mereka semua adalah siswa, di dalam sekolah mereka masih bergitu sombong, tiba-tiba melihatku yang berpakaian aneh ini dan tangan yang memegang pisau, siapa yang tidak takut, terutama tubuhku yang mengeluarkan aura dingin yang tidak menyenangkan, dan mengejutkan mereka.
Namun, Gunawan ini tampaknya sedikit berbeda, ternyata dia sama seperti yang dikatakan orang-orang, adalah seorang yang kejam, dia sama sekali tidak takut dengan pisau di tanganku, melihat Si Pendek yang tidak berani maju, dia langsung mengutuk:”Tidak berguna!”
Segera, dia sendiri melangkah berjalan ke arahku, sambil berjalan, dia juga dengan sombong menyindir:”Kenapa, malam-malam begini kamu berpakaian seperti hantu, mengambil pisau dan menjadi pahlawan kesiangan, kamu pikir dengan seperti ini aku akan takut, pecundang, apakah kamu pernah membunuh orang?”
Guwanan memang pemberani, menghadapi aku yang begitu tenang, dia sama sekali tidak ada rasa takut, dia berjalan langsung ke depanku, ketika dia berbicara, dia dengan kasar, mencoba mengambil pisau dariku secara tak terduga.
Aku tentu saja tidak akan melakukan apa yang dia inginkan, orang ini, selalu menghinaku, untuk menyelesaikan studiku dengan lancar, aku telah bersabar terhadapnya, bersabar sampai aku hampir menghancurkan kantung kemihku, sekarang, akhirnya aku sudah tidak bisa menahannya lagi, dalam hatiku, telah membuat sebuah keputusan, Gunawan, sakit yang pernah kamu berikan padaku, akan kukembalikan padamu hari ini!
Setelah memikirkannya, mataku membelak, dan aku mengepalkan pegangan pisau itu dengan erat, ketika tangan Gunawan diulurkan, aku dengan tidak segan-segan, dengan sekuat tenaga mengoresnya.
Bilahnya sangat cepat, seketika lengan Gunawan telah tergores, mengeluarkan darah dari kulitnya, dan mengotori kemejanya. Tiba-tiba, malam yang sepi, terdengar suara jeritan kesakitan Gunawan, tatapan matanya, menunjukkan kepanikan yang luar biasa, dia memegang tangannya dan dengan ketakutan berkata padaku:”Sialan, kamu berani sekali menyentuhku!”
Sangat jelas, goresan pisau aku ini, berada diluar prediksi Gunawan, dia mengira aku disini hanya untuk menakuti-nakuti orang, tetapi dia tidak mengira aku berani menyentuhnya dengan pisau. Tentu saja aku benar-benar ingin memberinya pelajaran, dia mempermalukan aku, aku dari dulu sangat ingin menamparnya, hanya saja baru hari ini aku punya kesempatan yang bagus. Sejujurnya, ini adalah pertama kalinya aku menggunakan pisau untuk menusuk orang, tetapi aku tidak takut sama sekali, malah merasa sangat mengjengkelkan.
Setelah mengalami kejadian seperti ibuku, yang paling aku benci sekarang adalah para penganiaya yang mencabuli wanita, perbuatan Gunawan mala mini, telah mencapai batas kesabaranku, aku tidak akan dengan mudah saja membiarkannya pergi, malam ini adalah kesempatan besar yang Tuhan berikan padaku, Gunawan disini menyerang Olive, dan memang dia yang bersalah, aku mengambil kesempatan ini untuk melawannya, bahkan jika dia terluka parah, dia juga tidak punya alasan untuk mengeluh. Selain itu, penampilanku yang sekarang, tidak akan ada hantu yang mengenaliku, aku benar-benar menyimpan identitasku sebagai Chandra, juga tidak perlu khawatir akan menimbulkan masalah. Jadi, kali ini, akhirnya aku bisa mencurahkan amarahku!
Karena ingin berbuat kejam, harus kejam sampai habis!
Tepat ketika Gunawan mengatakannya, aku tiba-tiba berlari secepat kilat, dan menusuk bahu kiri Gunawan dengan pisau.
Tiba-tiba, langit malam dipenuhi lagi oleh teriakan Gunawan yang merasa kesakitan.
Saat dia berteriak, aku mengeluarkan pisau dengan tajam, dan mengangkat kakiku dan menendang ke dadanya.
Dengan segera, tubuh Gunawan seperti daun yang terbang jatuh, dan dia bersandar, dan pada akhirnya jatuh ke tanah dengan keras, sangat suram!
Serangkaian tindakanku, dilakukan dalam sekejap, dan sangat kejam, sehingga, Si Pendek yang di samping ketakutan sampai arwahnya berterbangan, siapa yang bisa mengira, bahwa akan bertemu orang gila sepertiku yang membawa pisau di malam hari, aku yang begini, benar-benar seperti pembunuh berantai, Si Pendek yang biasanya sombong, kali ini dia juga tercengang, ekspresi mereka, semua sangat panik.
Tetapi Olive, pada saat ini juga merasa ketakutan, seolah-olah dia terpisah dari arwahnya, matanya yang polos menatapku, penuh dengan ketakutan. Mungkin saja, dia telah tidak bisa membagi mana gangster yang sebenarnya, tidak peduli seberapa kejam Gunawan, mereka juga adalah orang-orang yang Olive kenal, meskipun Olive membenci mereka , tetapi juga takut pada mereka. Tapi aku berbeda, aku datang seperti orang gila, dan menusuk Gunawan dua kali, perilaku ini sangatlah kejam dan luar biasa, Olive pun sangat ketakutan.
Jangankan orang lain, bahkan Gunawan yang tidak takut mati, kali ini bener-benar terintimidasi, dia tidak menyangka bahwa aku akan melakukan apapun, dan dia tidak menyangka aku akan sama kejamnya dengan dia, dan begitu kejam terhadapnya. Matanya penuh dengan ketakutan, kepalanya penuh dengan keringat dingin, dan darahnya masih mengalir di bahu dan lengannya, berteriak kesakitan di tanah.
Aku melirik orang-orang yang ketakutan ini sekilas, kemudian memegang pisau yang dilumuri darah ini, dan berjalan langkah demi langkah ke arah Gunawan.
Si Pendek yang melihat begitu, tanpa sadar melangkah mundur, karena takut terjerat dalam masalah.
Namun, Gunawan yang sudah ketakutan sampai ekstrem, sampai-sampai hampir buang air kecil di celana, wajahnya berubah pucat, keringatnya mengalir deras, darahnya yang mengalir begitu banyak, dia yang pantatnya terduduk di tanah tidak berhentinya bolak-balik, sambil gemetaran sambil berteriak ke arahku:”Kamu, jangan main-main, membunuh itu harus dibayar dengan nyawa.”
Melihat perubahan Gunawan dari gangster yang sombong, menjadi pengecut yang sekarang, tiba-tiba hatiku merasa puas, dengan begini, sudah cukup, lagipula aku dan dia tidak memiliki dendam yang mendalam, tidak perlu sampai membunuh dia, karena itu, aku langsung berhenti melangkah, melirik mereka lagi, dan berteriak:”Segera pergi dari sini!”
Raungan ini, mengeluarkan seluruh emosi yang aku pendam, dan juga melepaskan semacam emosi yang bergejolak yang kubenamkan di hatiku, dan tiba-tiba merasakan kegembiraan yang belum pernah kurasakan sebelumnya, ini adalah sensasi saat kamu berada dipuncak kejayaan, serasa ingin meledak, sensasi kemenangan ini, dimataku orang-orang seperti Gunawan, hanyalah seekor semut, mereka dari awal telah aku takhlukan, sekarang dengan sebuah kata pergi dariku, mereka segera kabur, berlari dengan tergesa-gesa.
Si Pendek dan lainnya masih memiliki rasa kebenaran, ketika mereka melarikan diri tidak lupa untuk mengangkat Gunawan yang sedang terluka, dan mereka berlima pergi bersama, dengan cepat mereka berlari di tengah malam, dan menghilang dalam waktu singkat.
Di jalanan yang kecil, sesaat hanya tersisa aku dan Olive berdua, Olive yang masih berdiri seperti patung, dan tidak bergerak, dan masih belum menyadarinya. Dari aku muncul sampai sekarang, dia tertegun dan tidak mengatakan sepatah katapun, atau bisa dibilang, dia telah takut padaku dari awal, ketika dia menatapku, berubah-ubah, pada saat ini, tatapan matanya sangat sulit dideskripsikan, dia berterima kasih kepadaku yang menjadi pahlawan yang menyelamatkannya dari bahaya, tetapi ketakutan yang tidak bisa disembunyikan, dia mungkin takut bahwa aku juga seorang gangster, jadi, sesaat, dia juga tidak tahu bagaimana menghadapiku, bertegun untuk beberapa saat, dan pada akhirnya mengigit bibir bawahnya dan tidak mengatakan apa-apa.
Aku juga tidak peduli apa yang ditakutinya, toh lagipula, aku telah menyelamatkannya hari ini, dan bukan demi menaklukkannya, dan bukan untuk membuatnya mengubah pandangannya tentang diriku, aku hanya bertanya kepada hatiku, menurutku, selama Olive baik-baik saja, aku juga telah melakukan tugasku. Dan sekarang aku tidak perlu menghabiskan waktuku lagi, setelah memastikan bahwa Gunawan dan yang lain telah pergi jauh, aku menyingkirkan pisau itu, lalu berbalik dan pergi.
Ketika aku pergi, aku tidak melakukan hal-hal dengan sembrono, tetapi, ketika aku berjalan melewati Olive, tiba-tiba Olive berkata:”Tunggu!”
Novel Terkait
Blooming at that time
White RoseYou're My Savior
Shella NaviAsisten Wanita Ndeso
Audy MarshandaPengantin Baruku
FebiCinta Tapi Diam-Diam
RossieWahai Hati×
- Bab 1 Kekokohan Ibuku (1)
- Bab 1 Kekokohan Ibuku (2)
- Bab 2 Bu, Maaf (1)
- Bab 2 Bu, Maaf (2)
- Bab 3 Berjuang untuk bangkit kembali (1)
- Bab 3 Berjuang untuk bangkit kembali (2)
- Bab 4 Pria Perkasa (1)
- Bab 4 Pria Perkasa (2)
- Bab 5 Kemunculan Olive
- Bab 6 Kegaduhan Kantin (1)
- Bab 6 Kegaduhan Kantin (2)
- Bab 7 Sudah Lama Tidak Bertemu(1)
- Bab 7 Sudah Lama Tidak Bertemu(2)
- Bab 8 Musuhku(1)
- Bab 8 Musuhku(2)
- Bab 9 Sebelum badai datang
- Bab 10 Gunung satu itu lebih besar dari gunung lain (1)
- Bab 10 Gunung satu itu lebih besar dari gunung lain (2)
- Bab 11 Suara yang tidak asing (1)
- Bab 11 Suara yang tidak asing (2)
- Bab 12 Lepaskan Gadis Itu (1)
- Bab 12 Lepaskan Gadis Itu (2)
- Bab 13 Menjadi Pahlawan
- Bab 14 Lalat yang menganggu (1)
- Bab 14 Lalat yang menganggu (2)
- Bab 15 Bunga kampus yang seksi (1)
- Bab 15 Bunga kampus yang seksi (2)
- Bab 16 serangan yang terbuka mudah untuk ditangani, serangan kegelapan sulit untuk dihindari
- Bab 17 Harimau ingin menunjukkan kekuatan
- Bab 18 Aksi Balas Dendam
- Bab 19 Apa yang ditakutkan pasti akan terjadi
- Bab 20 Momen Menegangkan
- Bab 21 Marie Hu yang menggoda (1)
- Bab 21 Marie Hu yang menggoda (2)
- Bab 22 Tendangan yang Intimidasi (1)
- Bab 22 Tendangan yang Intimidasi (2)
- Bab 23 Majikan dan Anjingnya
- Bab 24 Pertemuan yang Tak Terhindari (1)
- Bab 24 Pertemuan yang Tak Terhindari (2)
- Bab 25 Rencana Licik (1)
- Bab 25 Rencana Licik (2)
- Bab 26 Satu Langkah Lagi
- Bab 27 Melukai Diri untuk Mendapatkan Kepercayaan
- Bab 28 Cinta dan Tidak Cinta
- Bab 29 Adegan Sebelum Acara Besar Dimulai (1)
- Bab 29 Adegan Sebelum Acara Besar Dimulai (2)
- Bab 30 Chandra, Aku Mencintaimu (1)
- Bab 30 Chandra, Aku Mencintaimu (2)
- Bab 31 Aura Seorang Ratu
- Bab 32 Pilihanmu Tidak Salah
- Bab 33 Pencegatan Mike
- Bab 34 Penyiksaan yang Kejam
- Bab 35 Ia adalah Ten Zhou
- Bab 36 Satu yang Menjaga, Tidak Ada yang Berani Menyerang
- Bab 37 Dendam dan Kewajiban
- Bab 38 Kecelakaan Gunawan
- Bab 39 Tokoh Kecil yang Tidak Dianggap
- Bab 40 Olive yang Sangat Terkejut
- Bab 41 Memancing ke dalam Jebakan
- Bab 42 Mike Berlutut
- Bab 43 Aura Pemenang
- Bab 44 Menginjak Jalan yang Buruk
- Bab 45 Amarah Ten Zhou (1)
- Bab 45 Amarah Ten Zhou (2)
- Bab 46 Pertarungan
- Bab 47 Tidak Ada yang Bisa Menaklukkanku
- Bab 48 Mencari Masalah
- Bab 49 Dua puluh miliar, itu hal yang kecil
- Bab 50 Menarik Uang
- Bab 51 menganggapmu ayah jika kaya
- Bab 52 keagungan
- Bab 53 Fetrin yang Percaya Diri
- Bab 54 Pengemis Tua
- Bab 55 Ada Uang, Sombong
- Bab 56 Krisis Ekonomi Keluarga Hu
- Bab 57 Merasa Terkejut
- Bab 58 Mike Kembali
- Bab 59 Datang Sendiri
- Bab 60 Boleh Membunuh Tapi Tidak Boleh Menghina
- Bab 61 Satu panggilan kak Chandra
- Bab 62 Mati dan hidup bersama
- Bab 63 Tidak berhenti sampai mati
- Bab 64 Insiden sensasional kampus (1)
- Bab 64 Insiden sensasional kampus (2)
- Bab 65 Pertarungan Besar Dimulai (1)
- Bab 65 Pertarungan Besar Dimulai (2)
- Bab 66 Waktu kematian sudah datang
- Bab 67 Perbuatan tercela Mike
- Bab 68 Fetrin Tiba
- Bab 69 Tuan Muda, Aku Terlambat
- Bab 70 Menjalani Keputusan Tuhan
- Bab 71 Amarah Michael Li
- Bab 72 Remehan Fetrin
- Bab 73 Bahaya Menyerang
- Bab 74 Namaku Jeno (1)
- Bab 74 Namaku Jeno (2)
- Bab 75 Michael Li Yang Jago
- Bab 76 Ada Orang di dalam Rumah
- Bab 77 Insting Orang hebat
- Bab 78 Malam yang Menakutkan(1)
- Bab 78 Malam yang Menakutkan(2)
- Bab 79 Jangan Mengulang ke Tiga Kalinya
- Bab 80 Orang Hebat Pertama di Kota (1)
- Bab 80 Orang Hebat Pertama di Kota (2)
- Bab 81 Olive Yang Pasrah (1)
- Bab 81 Olive Yang Pasrah (2)
- Bab 82 Balasan
- Bab 83 Posisi Defensif Michael Li
- Bab 84 Dia, adalah Fetrin (1)
- Bab 84 Dia, adalah Fetrin (2)
- Bab 85 Kematian Michael Li
- Bab 86 Kejadian saat itu
- Bab 87 Ayahmu
- Bab 88 Perasaan gelisah yang kuat.
- Bab 89 Perselisihan di Villa Keluarga Hu
- Bab 90 Sekeliling penuh dengan musuh
- Bab 91 Tuan Chandra
- Bab 92 Halo, Nama Aku Ruben
- Bab 93 Kamu Pantas Bertarung Denganku? (1)
- Bab 93 Kamu Pantas Bertarung Denganku? (2)
- Bab 94 Ruben Yang Misterius (1)
- Bab 94 Ruben Yang Misterius (2)
- Bab 95 Malu Ekstrim
- Bab 96 Tidur Seranjang Dengan Olive (1)
- Bab 96 Tidur Seranjang Dengan Olive (2)
- Bab 97 Kita Putus Saja (1)
- Bab 97 Kita Putus Saja (2)
- Bab 98 Kebencian
- Bab 99 Orang Belakang Ruben
- Bab 100 Kehadiran Fetrin dengan Penampilan yang Sombong (1)
- Bab 100 Kehadiran Fetrin dengan Penampilan yang Sombong (2)
- Bab 101 Menatap Semua orang
- Bab 102 Bersebrangan Dengan Marie Hu
- Bab 103 Ruben Yang Penuh Percaya Diri
- Bab 104 Tangkap Ruben dengan cara apapun
- Bab 105 Pertempuran Sengit
- Bab 106 Amarah Ruben
- Bab 107 Chris VS Ruben
- Bab 108 Kemampuan Fetrin
- Bab 109 Marie Berlutut
- Bab 110 Membalas Dendam Kepada Ruben
- Bab 111 Maaf, Aku Tidak Terima
- Bab 112 Pria Besar muncul
- Bab 113 Bunga Kampus yang Ketiga
- Bab 114 Selalu ada orang yang lebih hebat
- Bab 115 Putra Godi chen
- Bab 116 Chandra, Kamu Ditangkap (1)
- Bab 116 Chandra, Kamu Ditangkap (2)
- Bab 117 Ferdy Yang bertindak
- Bab 118 Keputusasaan Tanpa Akhir
- Bab 119 Lebih Baik Mati Daripada Hidup
- Bab 120 Pengemis Dan orang kaya generasi kedua (1)
- Bab 120 Pengemis dan orang kaya generasi kedua (2)
- Bab 121 Candra, Kamu Tamat (1)
- Bab 121 Chandra, Kamu Tamat ( 2)
- Bab 122 Ciuman Clara
- Bab 123 Kemarahan Ferdy
- Bab 124 Kobaran Api
- Bab 125 Hidup Mati
- Bab 126 Kematian Ruben Cai
- Bab 127 Ucapan Marie
- Bab 128 Menuju Ke Lokasi Perang
- Bab 129 Tuan Muda Ferdy Yang Susah Ditebak
- Bab 130 Ibuku Datang
- Bab 131 Keangkuhan Tuan muda Ferdy
- Bab 132 Api Peperangan Menyala
- Bab 133 Ibuku VS Tuan Muda Ferdy
- Bab 134 Berjuanglah Untuk Tetap Bertahan Hidup
- Bab 135 Air Mata Dua Wanita (1)
- Bab 135 Air Mata Dua Wanita (2)