Wahai Hati - Bab 47 Tidak Ada yang Bisa Menaklukkanku

Perubahanku membuat orang tercengang, seketika arena tinju yang berisik pun menjadi hening. Pandangan mereka semua teralihkan oleh lenganku yang tak terbalut kain.

Setelah melepas baju, aku menunjukkan tubuhku yang sedikit terbentuk kepada umum. Luka pisau bekas di dadaku menjadi perhatian orang-orang. Luka ini membuatku terlihat lebih kejam. Raut wajah orang-orang pun berubah, bahkan sambil menilaiku.

Bahkan Ten pun melihatiku dengan pandangan yang berbeda. Ia menilaiku dari atas hingga bawah dan berkata, "Chandra, aku bilang terlebih dahulu kepadamu. Aku tidak bisa mengontrol tenagaku, kalau kamu terjadi sesuatu, jangan salahkan aku!”

Aku berkata dengan suara berat, "Tidak perlu banyak bicara, mulai saja!"

Saat ini, darahku mulai memanas di dalam tubuh. Aku pun tidak menyerah sama sekali karena kekalahan tadi, justru aku merasa sangat semangat. Aku suka tantangan dan berpetualang. Aku tidak akan mundur, meskipun musuhnya sangat kuat.

Seketika wajah Ten berubah setelah mendengar aku memancingnya. Ia berteriak, “Berharap kemampuanmu sekuat kata-katamu, jangan membuatku kecewa. Terimalah seranganku!”

Ten menyerangku lagi dengan garang, langkahnya sangat aneh. Ia dengan cepat datang kehadapan aku, seperti mengubah tiga langkah menjadi dua langkah lalu menendangku dengan kedua kakinya.

Adanya pelajaran ini, aku menjadi lebih waspada dan teliti, bahkan reaksi pun juga bertindak cepat. Aku mundur ke belakang sambil menahan serangan Ten. Latihanku dalam beberapa tahun ini bukanlah main-main. Kemampuan tubuhku pun menjadi sangat kuat. Jika sungguh ingin mempertaruhkan nyawa, sama sekali bukan masalah bagiku untuk melawan beberapa orang. Aku juga memiliki kemampuan. Aku tidak selemah yang mereka pikirkan.

Hanya saja kekuatan Ten berada diluar sangkaanku. Ia sunggulah kuat dari tenaga ataupun kecepatan, ini bukanlah hal yang normal. Walaupun aku bisa menahan serangan dari kedua kakinya, tapi lengan yang aku gunakan untuk menahannya seperti lumpuh dan benar-benar mati rasa.

Wajah Ten terlihat kaget melihatku menahan kedua kakinya. Ia berkata kepadaku, “Bagus, lanjut!”

Selesai berkata, ia menyerangku lagi dengan kecepatan tinggi. Kali ini serangannya semakin cepat dan kuat. Ia mengangkat kakinya dan menendangku banyak kali. Gerakan ia sangat lincah seperti terjadi dalam sekejap waktu. Aku bisa menahan kedua kalinya, namun tidak untuk ketiga kalinya. Pada akhirnya, aku tertendang jauh lagi olehnya.

Seketika penonton menjadi heboh saat aku terjatuh. Kemampuan Ten memenangi pujian dari penonton. Mereka semua sangat semangat seperti sedang menonton film aksi. Bahkan ada juga orang yang bersiul dan mengangkat tangannya bersorak untuk Ten.

Ten melihat aku yang terjatuh, menggelengkan kepalanya dan dengan kecewa berkata, “Masih saja tidak bisa!”

Aku terbangkit lagi dengan sekuat tenagaku dan berteriak kepadanya, “Sekali lagi!”

Semakin susah, aku semakin ingin menantang. Semakin melawan, aku semakin ingin mamanjat. Setidaknya aku tidak boleh dikalahi oleh diriku sendiri. Tubuhku pernah dipukul oleh Ten di depan restoran, begitupula aku pun ditendang olehnya di arena tinju. Sekarang tubuhku terasa sangat sakit, tetapi rasa sakit seperti ini bukanlah apa-apa. Selagi aku masih bisa bertahan, aku tidak akan menyerah.

Tetapi di mata orang lain, aku seperti tidak mengetahui kemampuan diri sendiri dan mencari mati. Ten juga menganggap begitu. Ia melihatku terbangkit lagi, ia pun tidak berpikir banyak dan lanjut menyerangku lagi.

Berbeda dari yang awal, kali ini Ten tidak menggunakan kakinya, melainkan menggunakan kepalan tangannya untuk menonjokku. Ia terlihat sangat garang dan berani, seperinya ia ingin mengalahkanku dengan satu kepalan ini!

Aku tidak ada waktu untuk berfikir dan tidak menghindarnya. Aku mengepal tanganku erat dan mulai menyambut kedatangan kepalan tangan Ten.

Dua kepalan tangan saling bertemu dan mengeluarkan suara tulang. Aku hanya merasa tanganku seperti terhantam oleh papan besi dan rasanya begitu sakit, seperti tulangku retak. Lenganku seperti mati rasa dan wajahku terlihat sangat buruk. Secara tidak sadar tubuhku pun mundur kebelakang. Ten mengambil kesempatan ini dan memberikanku tendangan baru.

Terdengarlah suara keras, aku terjatuh lagi di arena tinju. Gayaku terlihat malang!

Pertarungan ini tidak persis dengan pertarungan, melainkan seperti acara pertunjukkan Ten sendiri. Mereka hanya menjadikan Ten sebagai pusat perhatian dan mereka sama sekali tidak peduli bagaimana diriku disiksakan. Hampir semua orang mengagumi gerakan dan taktik Ten dan kekalahanku.

Meskipun semua orang telah menebak Ten yang akan menang, tapi juga ada banyak orang yang berharap aku bisa membuat keajaiban, berharap bisa melihat sisi diriku yang lain. Seperti ini, mereka baru bisa melihat pertarungan yang menarik. Kenyataan akhirnya membuat mereka kecewa lagi. Ak uterus kalah untuk beberapa kali bertengkar. Semua orang tahu kemampuanku, sehingga mereka sudah kehilangan ketertarikan kepadaku.

Bahkan temanku, Gunawan mereka hanya bisa menunggu di ujung dengan sedih, seperti merasa malu. Satu-satu menunduk kepalanya, seperti mayat hidup yang kehilangan arwah.

Bahkan aku sendiri juga mulai merasa putus asa, merasakan bahwa kenyataan pukulan yang berat untukku.

Meskipun aku telah mengetahui bahwa diriku tidak mungkin mengalahkan Ten, tapi aku setidaknya ada sedikit kepercayaan diri. Aku berpikir aku bisa bertarung Bersama Ten dengan seluruh tenagaku. Meskipun kalah, juga tidak begitu buruk. Hingga detik ini, aku baru menyadari aku terlalu menilai tinggi diriku dan menilai Ten rendah. Kita berdua dihalangi jarak yang sangat jauh. Ia menyiksaku seperti menyiksa sayur.

Sekarang akhirnya aku mulai mengerti, mengapa Ten bisa sesombong itu. Meskipun sendiri, ia juga berani menentang Mike mereka. Ternyata ia adalah ahli bela diri yang sesungguhnya. Kekuasaan yang ia miliki diperoleh dengan kedua tangannya.

Setelah menyadari perbedaan aku dengan Ten, aku merasa benar-benar sedih. Seketika aku membenci diriku tidak bisa bela diri, membenci diriku yang tidak berguna. Rasa kekalahan ini membuatku sangat kecewa dan tertekan.

Sedangkan Ten sudah mengetahui diriku, oleh karena itu ia langsung melontarkan dua kata kepadaku, “Tidak menarik!”

Hal ini jelas sekali membuat Ten merasa kecewa. Sepertinya ia merasa bertengkar denganku adalah hal-hal yang memalukan, menang pun tidak dapat dibanggakan. Mereka yang mendengar kata-kata Ten pun menunjukkan ketidakpuasaan mereka dengan menyindirku.

Hatiku semakin tertekan, sehingga membuatku sesak nafas. Aku telah kehilangan kepercayaan diri, tapi aku tidak ingin mengalah semudah ini. Aku tidak boleh dikalahkan begitu saja. Sambil menahan rasa sakit ini, aku mengeluarkan seluruh tenagaku untuk berdiri, lalu berteriak kepada Ten, “Ayo, lagi!”

Ten melihatku terbangkit lagi, ia pun mulai tak sabar dan merasa bosan. Tapi aku masih saja mencari mati, inilah yang membuat Ten marah. Ia dengan kejam berkata, “Karena kamu begitu ingin mencari mati, jadi jangan salahkan aku!”

Setelah itu Ten seperti terkena petir. Serangannya menjadi sangat kuat dan tidak menunjukkan adanya belas kasihan. Beberapa pukulan darinya membuatku terjatuh. Tetapi aku terbangkit lagi seperti tidak takut mati. Ten terus memukul lalu aku terjatuh dan berdiri lagi.

Pukulan Ten semakin kuat dan sakit. Meskipun aku mempunyai tulang yang kuat, aku pun tidak dapat menahan serangan sekuat itu. Aku pun dengan cepat mendapatkan banyak luka dan berlumuran darah. Tempat itu seketika penuh dengan aroma darah yang amis. Tubuhku terlihat sangat buruk, sehingga beberapa wanita memutar balik kepalanya tidak berani lihat, begitupula dengan yang lain.

Orang-orang tercengang dengan adegan penuh darah ini, lebih lagi seperti tercengang dengan perjuanganku. Setiap saat dimana semua orang mengira aku dipukul hingga tidak bisa bergerak, aku selalu bisa kembali bangun untuk bertarung. Aku seperti kecoak tidak mudah mati. Sekali dan sekali lagi beda dari luar sangkaan mereka. Walaupun lukaku begitu berat, tapi hatiku selalu ada niat yang mendukungku, membuatku terus bertahan. Kalau aku tidak mati, aku juga tidak akan mengalah. Aku ingin menggunakan aksiku untuk memberitahu semua orang di tempat ini. Tidak ada satupun orang yang bisa membuatku menyerah. Mau sisa nafas terakhir, aku juga tidak akan mengalah. Aku akan bangkit lagi untuk setiap kali terjatuh dan berteriak ‘Ayo lagi!’

Setengah jam kemudian, wajahku tidak bisa diidentifikasi, sekujur tubuhku terluka, membuat orang merasa sedih, bagai tawanan jaman dulu yang disiksa. Meskipun seperti itu, aku juga tidak terlihat ingin menyerah. Niatku yang tegas dan kuat, membuat semua orang tidak bisa berkata-kata. Semua orang memberikan tatapan remeh kepadaku. Ada orang yang tidak tahan dan berkata, “Apa yang dilakukan Chandra? Bukankah hanya bertarung? Kalah ya kalah, untuk apa terus bertahan!”

“Mungkin karena gengsi karena dikalahin dengan begitu menyedihkan. Bagaimana mungkin ia berani datang ke sekolah lagi? Jadi mungkin ingin bertahan!”

“Sebodoh itukah kamu, apa yang kamu tahu? Demi sebuah harga diri membiarkan orang memukulmu hingga mati? Kamu tidak pernah mendengar, kali ini Ten dan Chandra bertarung itu dikarenakan oleh Marie. Dua lelaki merebut satu wanita. Sangat aneh, jika tidak menggunakan sekuat tenaga!”

“Tak heran, tetapi Chandra sudah jelas kalah. Apakah lanjut bertahan seperti itu masih ada gunanya?”

“Siapa tahu, ia sendiri juga yang mencari masalah. Malang sekali!”

Kali ini, orang-orang pun sudah tidak tertarik untuk menonton lagi, sindiran pun juga tidak banyak. Hanya merasa sedih atas kekalahanku. Adapun orang yang tidak sanggup untuk melihat lagi. Dan Gunawan mereka menahannya sangat lama. Akhirnya aku dikalahkan Ten di lantai dan muntah darah, Gunawan langsung berlari ke panggung dan berteriak, “Sudah, jangan pukul ia lagi. Aku bantu Kak Chandra untuk mengalah. Kita mengalah!”

Suara Gunawan pun terdengar bergetar. Ia tidak bisa menahan lagi, meskipun akan kehilangan muka dan melanggar keinginanku, ia juga ingin menentangnya.

Saat ini, Ten pun kelelahan. Meskipun kejam, tapi ia juga tidak ingin membunuh orang. Hanya karena aku tidak mengalah, meskipun ia tidak ingin menghajar pun tetap harus dilakukan. Sekarang Gunawan datang untuk menghentikannya, kebetulan juga memberikannya jalan mundur. Tentunya ia tidak akan terus menyerangku. Hampir saat dimana Gunawan selesai berkata, Ten baru behenti untuk menghajarku. Lalu Ten memandangku remeh yang terbaring di lantai dan dengan lelah berkata kepada Gunawan. “Bawalah ia ke rumah sakit!”

Gunawan langsung mengangguk dan segera berjongkok, bersiap untuk membantuku berdiri. Tapi ia didorong olehku, saat ia baru saja ingin menyentuhku.

Dibawah pandangan semua orang yang terkejut, aku menolak bantuan Gunawan dan bersusah payah untuk berdiri. Tubuhku akhirnya tidak bisa tahan lagi setelah menerima luka berat. Sebenarnya aku tidak kuat, kedua kaki sudah tidak bisa menahan tubuhku lagi. Kaki bergetar kencang, tapi aku berusaha menggunakan niatku, agar diriku bisa tetap berdiri.

Entah betapa sekuatnya diriku, aku masih saja terlihat ingin jatuh. Aku sangat lemah, tapi mataku masih bersinar. Aku membuang ludah yang penuh darah ke lantai, lalu melihat kearah Ten dengan serius. Aku berkata, “Lanjut lagi!”

Novel Terkait

Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu