Wahai Hati - Bab 48 Mencari Masalah

Detik ini, aku begitu menyedihkan dan terkalahkan, tetapi begitu pasti dan tidak ingin menyerah, apalagi saat aku mengatakan ‘Ayo lagi’ kedua kata ini. Seluruh penonton setempat menarik nafas dalam. Bisa dikatakan kalau tindakanku telah menyentuh hati mereka bagian terdalam dan memberikan pukulan yang cukup menakjubkan.

Semua orang menahan nafas dan tidak dapat berkata-kata lagi. Tidak ada satupun yang terpikir bahwa aku masih berdiri dalam keadaan seperti itu dan masih bertahan untuk bertarung. Seluruh tubuhku hampir tidak kuat lagi, tapi niatku masih saja begitu kuat. Ini bukan merupakan hal-hal yang bisa dilakukan oleh orang biasa.

Arena tinju yang begitu luas seketika hening, semua orang terdiam. Tatapan yang mereka gunakan kepadaku tidak lagi meremehkanku, tidak lagi menyindirku, adanya merasa kasih dan tercengang, serta kekaguman terhadap perjuanganku. Begitupula dengan Ten, ia menggunakan tatapan yang curiga memandangku lama. Akhirnya ia pelan-pelan bertanya kepadaku, “Kamu masih ingin cari mati?”

Tindakanku sama sekali tidak berbeda dengan mencari mati. Orang yang tidak tahu mungkin akan mengira aku ingin mengakhiri kehidupanku dengan tangan Ten. Tapi aku jelas tidak ingin mencari mati, hanya saja aku tidak takut mati. Demi keyakinan hatiku, maupun harus terus berjuang hingga mati, juga tak apa-apa. Kondisiku sekarang sudah mau menyentuh kematian, kakiku masih saja bergetar, tubuhku terus merasa kesakitan, tapi aku masih berusaha berdiri. Aku terus menatap Ten dan berkata, “Aku bukan ingin mencari mati. Aku hanya tidak ingin kalah, juga tidak boleh kalah!”

Alis Ten terangkat satu, lalu ia mengerutkan dahinya dan bertanya kepadaku dengan serius. “Mengapa? Apakah Marie begitu penting kepadamu?”

Aku dengan tulus berkata, “Benar. Aku memang tidak sehebat dirimu, kemampuanku juga kurang, tapi kalau Marie dihina, aku akan menggunakan nyawaku untuk melindunginya. Aku tidak akan membuat wanitaku terluka!”

Tubuhku tidak tahan untuk merasa kesakitan, bahkan nafas tidak berjalan lancar. Wajahku makin terlihat buruk dan seluruh tubuhku terlihat sangat lemah, bagai daun kering yang melayang di udara. Tapi mataku masih bersinar, nada bicaraku masih begitu pasti, begitupula dengan hatiku.

Sejak aku berjanji untuk mulai bersaing dengan Ten, aku sudah tahu kemampuanku tidak bisa dibanding dengan Ten. Tapi untuk niat, aku harus mengalahinya. Aku akan menggunakan nyawaku untuk membuktikan cintaku terhadap Marie. Aku tahu jelas kalau Ten meremehkan kemampuanku, merasa diriku tidak memiliki kemampuan untuk melindungi Marie, merasa diriku tidak berhak dengan Marie. Jadi aku harus membuktikan kepadanya, yaitu tekadku, kemampuanku yang lain. Kalau aku belum mati, maka aku tidak akan mengalah. Aku akan terus bertekad melanjutkannya.

Tatapan Ten akhirnya berubah setelah mendengar ucapanku. Ia tidak lagi meremehkanku, melainkan ulang menilaiku. Ia membawa sikap yang teliti untuk terus memandangku. Tak lama kemudian, ia tiba-tiba menepuk tangannya dan berkata, “Pantas Marie bisa menyukaimu, ternyata kamu memang berbeda dengan yang lain. Aku terima semua ini. Aku mengalah dan kamu menang!”

Sebuah pertarungan akhirnya diakhiri dengan Ten mengalah. Hasil ini mengejutkan seluruh penonton, tetapi juga membawakan sesuatu rasa kepada mereka. Mereka merasa diri mereka melihat pertarungan yang berbeda. Proses pertarungan ini sangat membuat orang tercengang, apalagi akhir pertarungannya, membuat mereka semua tidak percaya.

Sedangkan aku tidak tercengang saat mendengar Ten mengakui kekalahannya, hanya merasa terbebaskan dan santai. Aku mengerti ia mencariku untuk bertarung, bukan untuk menguji kemampuanku. Ia hanya ingin menggunakan pertarungan ini untuk menguji apakah diriku sungguh menyukai Marie, melihat apakah aku memiliki kemampuan. Sekarang ia mengakui kekalahan, maka telah memastikan bahwa aku lolos dari ujiannya.

Akhirnya aku tidak perlu memaksa diriku lagi setelah lolos dari ujiannya. Kedua kakiku yang bergetar tidak dapat menanggung lagi tubuhku yang lemas. Kepalaku terasa berat dan langsung terjatuh pingsan di panggung!

Saat aku sadar, sudah pagi hari kedua. Sekujur tubuhku terasa sangat sakit dan berbaring di ruang unit kesehatan sekolah. Saat membuka mataku, mataku merasa sakit, bahkan kepalaku masih terasa berat, tubuhku tidak merasa baik.

Gunawan menjagaku untuk semalam, setelah melihatku sadar, ia dengan semangat berkata, “Kak Chandra, akhirnya kamu sadar, menakutiku saja. Bahkan dokter pun bilang kamu tidak ingin hidup lagi. Kalau lukamu semakin berat, mungkin akan menyisakan luka bekas dan efek samping di tubuhmu!”

Aku melihat ke atap dengan pusing, otakku yang berat masih saja berputar. Tak lama kemudian, aku baru teringat kembali apa yang terjadi kemarin. Akhirnya aku lolos dari ujian Ten, tapi Marie masih saja dikurung oleh keluarganya. Aku dan ia masih ada ujian selanjutnya.

Mengingat ini, aku langsung bangun dari ranjang dan bersiap untuk pergi.

Melihat kondisi ini, Gunawan langsung menahanku dan berkata, “Kak Chandra, kamu masih belum boleh bangun. Dokter bilang kamu harus banyak beristirahat!”

Lalu Gunawan langsung memanggil dokternya.

Dokter tiba dan menasehatiku berbaring dan tidur, kalau tidak lukaku akan susah pulih kembali.

Aku tidak mendengar nasehat dokter dan tetap berusaha ingin pergi. Gunawa tidak bisa menahanku, begitupula dengan dokter yang tak berdaya.

Tanpa tunggu lama, aku langsung menyuruh Gunawan untuk membawaku pergi mencari Ten.

Keluar dari ruang unit kesehatan, Gunawan langsung membawaku ke kamar Ten. Tiba di kamarnya, kita baru menyadari bahwa Ten masih tidur. Setelah memanggilanya bangun, Ten sangatlah kesal. Tapi ia tidak marah setelah melihat aku yang datang. Ia melihatku dengan curiga dan berkata, “Yo, Chandra, kamu sudah bisa turun ranjang. Tubuhmu bagus juga!”

Aku tidak menghabiskan banyak waktu dengannya dan langsung berkata, “Ten, bolehkah kamu memberitahuku tempat tinggal Marie? Aku ingin mencarinya.”

Ten adalah orang yang terus terang. Ia sudah mengakui kekalahannya kemarin, maka ini telah menunjukkan pikirannya. Ia tidak akan menganggu masalahku dan Marie. Aku bermohon kepadanya, ia juga tidak menyembunyikan dan langsung memberitahu semua yang ia ketahui.

Seperti yang kutebak, Marie memang dikurung di rumah orang tuanya. Ten juga telah memberitahu alamat rumah orang tuanya. Hanya saja Ten masih merasa aku tidak bisa melewati ujian kedua. Ia mengingatku dengan tulus. “Orang tua Marie tidak akan mengakuimu. Sebaiknya jangan kesana untuk memalukan dirimu!”

Aku membalas, “Tak apa-apa. Aku yakin kalau aku tulus, mereka tidak akan menentangku!”

Jaman ini cenderung tidak harus mematuhi perjodohan orang tua. Sebagian besar orang tua jaman sekarang juga memiliki pikiran yang terbuka. Mereka seharusnya menghormati kebebasan untuk menjalin hubungan asmara, menghormati perasaan anak. Aku tidak yakin pikiran orang tua Marie masih begitu kuno, harus sekali menentang kebahagiaan Marie. Aku juga yakin bisa mencairkan hati mereka dengan ketulusanku.

Aku langsung terburu-buru pergi ke rumah orang tua Marie setelah berterima kasih kepada Ten.

Sebenarnya sejak kemarin, aku tidak begitu panik, bahkan aku juga tidak segera menyari Marie setelah mengetahui teleponnya dinonaktifkan. Aku mengira ia akan langsung menghubungiku setelah ia mengaktifkan teleponnya. Tapi setelah dihajar Ten kemarin, aku baru menyadari kebodohanku. Aku melukai Marie, sehingga ia sedih, sakit, khawatir kepadaku, bahkan hingga ia kehilangan kebebasannya. Semua ini membuatku merasa bersalah. Di saat yang sama, aku juga ingin segera bersama dengan Marie. Aku ingin cepat-cepat bertemu dengannya, agar ia bisa menjalin hubungan denganku bahagia.

Aku mendapat tekad dan semangat setelah berharap seperti itu. Aku saja bisa lolos dari ujian yang begitu susah, apakah hari ini aku akan kehilangan kepercayaan diri?

Jiwa semangatku membuatku tidak peduli pada luka tubuhku. Aku hanya tidak sabar lagi, ingin segera kesana.

Gunawan melihatku seperti ini dan menahanku berkata, “Kak Chandra, jangan-jangan kamu ingin pergi ke rumah Marie dengan setelah ini? Kalau aku adalah orang tua Marie, aku juga tidak akan mengakuimu!”

Setelah mendengar ucapan Gunawan, aku baru menyadari sesuatu, lalu aku langsung mengalihkan pandanganku untuk melihat pakaian yang kupakai. Bajuku menjadi berantakan dan berkerut karena kemarin dibuang asal. Celanaku semakin penuh dengan jejak darah. Sepatuku juga tidak sebaik dari baju dan celanaku. Gayaku seperti ini sudah mirip dengan seorang pengemis. Aku akan langsung diusir setelah tiba di rumah Marie, kalau dengan setelan seperti ini.

Kalau harus tulus, maka aku harus menjaga kesanku dan kesopananku. Oleh karena itu, aku segera ke kamarku dan mengelap tubuhku, lalu mengganti pakaian yang bersih. Setelah mengatur rambut dan riasanku, aku baru pergi. Lalu aku sengaja membeli minuman keras dan the lain-lain, lalu naik taksi menuju ke rumah orang tua Marie.

Taksi melayang cepat di jalan raya, begitupula dengan hatiku. Sebenarnya aku kurang mengerti hubungan antar orang-orang, tapi aku juga mengerti sedikit apa yang dilakukan orang biasanya, seperti membawa hadiah saat berkunjung ke rumah saudara dan teman selama tahun baru. Jadi membawa hadiah bukan merupakan cara yang salah.

Sekarang riasanku sudah baik, hadiah juga ada, bisa dikatakan aku cukup sopan. Selanjutnya hanya perlu menunjukkan ketulusan dan kesetiaan hatiku kepada Marie. Mungkin orang tuan Marie akan mengerti maksudku kalau orang tua Marie sangat pengertian. Entah bagaimanapun, aku harus percaya diri kepadaku sendiri.

Hanya saja ada beberapa hal yang tidak boleh diremehkan, seperti latar belakang. Katanya Ten, keluarga Marie memiliki standar yang tinggi terhadap pasangan Marie, alasannya karena keluarga Marie sangat kaya dan sangat terhormat di kota ini. Ayahnya memiliki banyak tanah, bahkan Blok Greenland di dekat sekolah juga merupakan milik keluarganya. Marie tinggal di sebuah rumah dalam Blok Greenland, ternyata tidak seperti rumor yang tersebar di sekolah. Rumah di Blok Greenland itu merupakan hadiah pemberian Ayahnya kepada Marie saat ia resmi berumur delapan belas tahun.

Sedangkan rumah orang tua Marie, katanya merupakan perumahan yang besar, berada di tengah Gunugng Longqing. Gunung Longqing merupakan gunung yang cukup terkenal di kota ini, memiliki pemandangan indah, cuaca yang istimewa dan memiliki syarat geografis yang baik. Banyak orang kaya yang memilih untuk tinggal disini, bisa dikatakan merupakan daerah orang kaya.

Saat aku berpikir, taksi sudah memasukki daerah Gunung Longqing. Tiba disini, hatiku terus terasa takut dan panik. Semakin dekat dengan rumah Marie, aku semakin gugup, seperti mengikuti ujian nasional. Tidak, bahkan aku tidak pernah segugup ini saat mengikuti ujian nasional. Ujian seperti itu tidak sangat bermasalah bagiku. Sayangnya aku benar-benar pertama kali merasakan ujian seperti ini.

Tanpa sadar, taksi telah berhenti. Aku membayar sejumlah uang dan turun dari mobil. Baru keluar, angin sejuk menerpa diriku. Aku tidak tahan untuk menarik nafas dalam untuk menenangkan hatiku yang gugup.

Lalu aku melangkahkan kakiku dan membawa berbagai tas hadiah, berjalan menuju ke rumah besar Marie.

Saat aku berdiri di pagar besi besar rumahnya, sudah menjadi siang hari. Aku menenangkan pikiranku lagi, lalu menekah bel pintu.

Tak lama kemudian, muncul seseorang yang berasal dari rumah besar itu dan berjalan tiba di halaman.

Aku agak terkejut melihat orang itu. Ia bukanlah orang asing, kebetulan ia adalah Elis yang sama sekali tidak cocok denganku.

Elis juga terkejut saat melihatku. Ia mempercepat langkah kakinya dan bertanya kepadaku. “Chandra, ada apa kamu datang kesini?”

Aku langsung membalasnya tujuan kedatanganku. “Aku datang mencari Marie!”

Marie berkerut alis dan dengan kurang senang berkata, “Sebaiknya kamu pulang saja. Tanteku tidak akan membiarkanmu untuk bertemu dengannya!”

Aku langsung berkata, “Mengapa?”

Elis menjelaskan, “Karena kamu, Kak Marieu sakit dan begitu lemah. Tanteku sengaja memanggilku datang untuk menemani Kak Marie. Sekarang Kak Marie sudah agak baikan dan kamu datang menganggunya lagi? Kamu kira Tanteku akan menyetujuimu?”

Aku dengan tak mengerti berkata, “Mengapa tidak setuju? Bukankah Marie sakit karena rindu kepadaku? Sekarang aku datang, kebetulan bisa membuatnya ia kembali pulih. Aku sekarang akan menemaninya!”

Mendengar kata-kataku, Elis tiba-tiba tertawa dan berkata, “Chandra, mengapa kamu sangat polos. Karena kamu Kakak Sepupu Marie terjatuh sakit. Kamu kira semudah itu untuk menebus kesalahan ini? Dan juga, bagaimana mungkin Tanteku menyetujui Kakak Sepupu Marie denganmu? Kamu tidak lihat bagaimanakah dirimu itu, apa kamu cocok dengan ia?”

Gaya Elis berbicara masih saja begitu langsung, kurang peduli terhadap perasaan orang lain tapi aku juga mengerti kalau ia tidak sengaja melakukannya, melainkan mengatakan yang sebenarnya. Tapi aku juga bisa mengerti bahwa Elis sama sekali tidak berharap aku dan Marie menjalin hubungan. Ia sepertinya ingin menghalangiku di luar pintu.

Aku tidak marah karena hal ini, melainkan aku dengan tulus berkata, “Elis, lihat dari hubungan pertemanan kita. Mohon bantu aku membuka pintunya, aku ingin melihat Marie!”

Mendengar kata-kataku, Marie seperti tercengang

Aku tidak peduli apa yang Elis katakan, hari ini aku harus bertemu dengan Marie. Karena ia tidak ingin medengarnya, aku juga malas untuk berkata panjang lebar. Aku langsung melewatinya, masuk kedalam perumahan besar dan berteriak, “Marie!!!”

Novel Terkait

Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
5 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu