Wahai Hati - Bab 4 Pria Perkasa (1)
Satu kata pergi, hampir meledakkan seluruh tempat, benar-benar mengguncangkan semua orang!
Siapapun tidak akan menyangka, aku seorang penakut dan anak mami, rupanya bisa meledak dan emosi, ini benar-benar matahari tebit dari barat.
Sufendi yang berdiri di depanku, lebih-lebih kaget dan terbengong, mulutnya terbuka dengan sangat lama, leawt beberapa saat, dia baru tersadar, seketika, dia langsung menarik bajuku, mengatakan padaku dengan sangat marah: “Chandra, kamu gila? Kamu berani berbicara begitu denganku, kamu percaya tidak aku akan membuatmu cacat?”
Suara sufendi baru reda, bunyi bel tanda masuk sudah berbunyi, siswa yang melihat kejadian itu langsung bubar barisan, sufendi juga tidak berani mengahabisiku saat jam pelajaran, dia hanya menggertakkan gigi, dan mengancamku: “tunggu saja kamu!”
Sambil berbicara, dia melepaskanku, masuk kedalam kelas.
Aku merapikan bajuku, lalu masuk kedalam kelas, menunggu guru.
Tidak berapa lama, wali kelas masuk kedalam kelas, karena fetrin sudah membantuku berhubungan dengan guru lain, sikap wali kelas kepadaku juga baik, dengan sopan dia menyuruhku masuk kedalam kelas, dan menyuruhku duduk ditempat yang sudah dia sediakan.
Aku masuk kedalam kelas, disambut oleh tatapan seluruh murid dikelas, aku mengabaikan semua semua komentar jahat yang masih ada, tatapanku dengan cepat menyapu seluruh kelas, aku ingin melihat bayangan si olive, tapi, aku sudah melihat seluruh kelas, tetap saja tidak kelihatan olive, seketika, separuh hatiku merasa dingin.
Jam pelajaran, aku dengan pelan bertanya pada teman sebangku ku, saat itu aku baru tau, olive sejak kejadian dipukul ibuku, tidak pernah ke sekolah lagi, dia sudah mengundurkan diri, sampai aku dengar, keluarga olive pindah, dia sudah tidak tinggal di kota ini lagi.
Mendengar jawaban ini, hatiku tambah kecewa, aku memilih kembali ke sekolah untuk belajar, alasan terbesarku adalah bisa bertemu dengan olive lagi, tapi rupanya dia sudah pergi, malah sudah lenyap dari kota ini, seketika aku merasa kehilangan tujuan, aku sangat tidak menerima ini. Cuma, orangnya juga sudah pergi, hatiku sedih juga tidak ada gunanya, aku akan meletakkan seluruh hatiku di dalam belajar, mewujudkan harapan ibuku.
3 jam pelajaran sore hari lewat begitu saja, setelah pelajaran terakhir selesai, guru mengikuti bunyi bel pelajaran selesai pun pergi, tapi seluruh siswa di kelas belum ada yang pergi, termasuk aku.
Aku tau sufendi akan mencari masalah denganku, aku duduk ditempatku menunggu dia datang. Ternyata, tatapan seluruh siswa dikelas sedang menanti, sufendi membawa anak buahnya mendatangiku. Sampai didepanku, dia duduk didepan mejaku, lalu mengatakan padaku dengan nada yang sangat menyakitkan: “Chandra, mentalmu ternyata benar-benar besar ya, berani-beraninya galak denganku, kamu bilang masalah ini harus bagaimana?”
Olive tidak ada, sufendi mulai merasa dirinya adalah bos, dengan tampang yang sangat tengik.
Aku tidak bodoh, aku tau sufendi ingin memerasku. Aku mendonggakan kepala melihat wajahnya yang rendahan itu, lalu pelan-pelan berdiri, seketika, aku memaksakan diri mengeluarkan sebuah senyuman, dengan hormat mengatakan padanya: “maaf, kak sufendi, mood ku lagi jelek, sudah menganggumu. Tapi aku sudah membawakanmu barang yang sangat bagus, khusus untuk menghormatimu!”
Sufendi setelah mendengar, langsung tersenyum lebar, dia tertawa mengatakan padaku: “masih tunggu apalagi, cepat keluarkan, lihat seberapa besar kamu menghormatiku!”
Aku menyeringai, lalu membuka tasku, tanganku mencari sebuah benda.
Sufendi melihat tasku, matanya memancarkan sebuah cahaya, dia sangat penasaran barang apa yang aku bawa. Cuma, menunggu aku mengeluarkan benda tersebut, dia langsung terbengong, karena, yang aku keluarkan bukanlah barang berharga, tapi sebuah keramik. Disaat sufendi belum sadar apa yang terjadi, aku dengan sekuat tenaga membanting keramik kekepalanya!
Suara “buk” yang sangat keras, sufendi langsung terjatuh.
Ruang kelas seketika langsung ramai, suara teriakkan kaget terdengar jelas! Semua orang kaget karena kejadian ini, ekspresi wajah setiap orang hanyalah kaget hingga tidak dapat berkata apa-apa, sedangkan sufendi, dari kepalanya mengalir darah yang hangat terjatuh di bawah sambil berteriak, dia sambi berteriak kesakitan sambil berteriak penuh dengan emosi: “maju semuanya, habisi sampah ini!”
Anak buah sufendi setelah mendengar, langsung maju menghadapiku.
Aku masih tetap berdiri ditempatku, dengan sombong melepaskan topi yang aku gunakan, menunjukkan kepala botakku, ketika semua orang ragu, mataku memerah, aku berteriak hingga serak: “hari ini siapa yang berani menyentuhku, akan aku bunuh!”
Teriakkanku, seperti petir yang menyambar, dengan kepala botakku, seluruh tubuhku dipenuhi dengan kemampuan pengelakan. Segera, anak buah sufendi menghentikan langkah kakinya, mereka tidak berani menyentuhku, hanya saling memandang!
Tatapan dinginku sudah memandang mereka, berteriak meremehkan mereka, lalu tatapan seluruh siswa dikelas, menggendong tas masing-masing, dan pergi!
Sampai aku diluar sekolah, dibelakang tidak ada satu orangpun yang mengejar, aku tahu, beberapa orang tadi sudah aku buat kaget. Tanpa sadar, hatiku sedikit lega, saat itu, aku baru sadar, punggungku mengeluarkan keringat dingin.
Ini pertama kali aku menyadari dalam hidupku, jujur saja, sebelumnya aku tidak yakin akan membuat mereka kaget, tapi aku sangat jelas, dan coba bertaruh.
Aku sudah menyadari dari awal, kehilangan perlidungan dari ibuku, tidak ada satu hari yang tenang disekolah, di sekolah pasti tidak aka nada hari yang baik, pasti banyak orang-orang yang brengsek yang mengangguku, jika aku tidak ingin diganggu, hanya bisa mengandalkan diri sendiri untuk berbuat kejam. Didunia ini, berbuat baik takut akan kejahatan, kejahatan takut akan jalan lurus, yang berjalan lurus takut akan kehilangan nyawa. Hari ini aku menghabisi yang jahat agar semua siswa takut, ini hal yang aku rencanakan dari awal, sayangnya, sufendi yang membuat dirinya menjadi korban, pas sekali menjadi bahan percobaan aku hari ini!
Masalah aku membotakkan kepalaku, awalnya bukan karena ingin membuat orang kaget, tapi karena rambutku sudah Panjang, seperti wanita, siswa lain merasa aku seperti banci. Jadi, aku memutuskan untuk mengubah diriku sendiri, maka dari itu, mulai dari rambut, aku membotakkan kepalaku, dengan begitu tidak ada yang menganggapku seperti wanita. Syukurnya, aku sudah berhasil satu langkah, dengan lancer keluar dari sekolah.
Sampai diluar sekolah, aku memandang keatas, menarik nafas dalam-dalam, seketika, aku melihat jembatan merah di seberang sana. Ada mobil yang masuk, bibi fetrin yang duduk di bangku pengemudi menanyakanku: “bagaimana? Benar-benar berkelahi?”
Dengan santai aku menjawab: “Ia, menonjok kepala orang, bibi fetrin, kamu bisa bantu aku selesaikan?”
Bibi fetrin menganggukan kepala: “tidak masalah, aku akan sekuat tenaga memberi keadilan padamu, sekumpulan preman itu, harus beri pelajaran pada mereka, jika tidak akan selalu menganggu hidupmu!”
Aku tersenyum sedikit, tidak mengatakan apa-apa lagi. Hari ini sebelum pulang sekolah, aku sudah mengatakan pemikiranku kepada bibi fetrin, aku bilang kemungkinan hari ini aku akan berkelahi, membuat orang lain takut, kedepannya orang lain tidak mudah mengangguku. Memanggil wali siswa, selamanya hanya mengobati masalah tapi tidak mengobati dasar masalah, cuma diri sendiri tega, barulah bisa menyelesaikan masalah ini.
Bibi fetrin sangat setuju dengan pemikiranku, dia sengaja mengantarku dengan mobil kesekolah, setelah itu selalu menungguku didepan sekolah, kapanpun untuk menjemputku, dan dengan mudah menghadapi keadaan darurat yang akan terjadi. Sekarang melihatku tidak ada masalah, bibi fetrin juga tenang, dia bersiul, mengendarai mobilnya, dan pergi dengan cepat.
Saat itu, aku baru menyadari, melawan, ternyata sebuah hal yang menyenangkan.
Tahun itu, aku berusia 15 tahun, remaja, dan memiliki kehidupan yang sangat indah!
Kemudian, fetrin membantuku membayar ganti rugi taguhan medis sufendi, masalah akhirnya selesai. Sejak saat itu sufendi tidak mencari masalah denganku lagi, siswa lain juga tidak berani mengangguku lagi, aku tidak tahu apaka mereka mengejek dibelakangku, setidaknya, didepanku, semuanya menjauh dariku. Tentu saja, ini bukan karena kemampuan ku untuk melawan, tapi yang utama karena aku memiliki ibu seorang pembunuh, bisa dibilang, aku membawa sbuah identitas, anak seorang pembunuh. Ternyata aku dari pengecut, tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang memecahkan kepala orang, dengan begitu, siapa yang tahu orang gila sepertiku juga bisa membunuh orang. Dengan begitu, tidak ada yang berani mencari masalah denganku, begitu juga, kehidupan SMA ku, barulah bisa tenang.
Novel Terkait
The True Identity of My Hubby
Sweety GirlAsisten Wanita Ndeso
Audy MarshandaMy Perfect Lady
AliciaBeautiful Love
Stefen LeeWonderful Son-in-Law
EdrickAwesome Husband
EdisonCintaku Pada Presdir
NingsiMy Enchanting Guy
Bryan WuWahai Hati×
- Bab 1 Kekokohan Ibuku (1)
- Bab 1 Kekokohan Ibuku (2)
- Bab 2 Bu, Maaf (1)
- Bab 2 Bu, Maaf (2)
- Bab 3 Berjuang untuk bangkit kembali (1)
- Bab 3 Berjuang untuk bangkit kembali (2)
- Bab 4 Pria Perkasa (1)
- Bab 4 Pria Perkasa (2)
- Bab 5 Kemunculan Olive
- Bab 6 Kegaduhan Kantin (1)
- Bab 6 Kegaduhan Kantin (2)
- Bab 7 Sudah Lama Tidak Bertemu(1)
- Bab 7 Sudah Lama Tidak Bertemu(2)
- Bab 8 Musuhku(1)
- Bab 8 Musuhku(2)
- Bab 9 Sebelum badai datang
- Bab 10 Gunung satu itu lebih besar dari gunung lain (1)
- Bab 10 Gunung satu itu lebih besar dari gunung lain (2)
- Bab 11 Suara yang tidak asing (1)
- Bab 11 Suara yang tidak asing (2)
- Bab 12 Lepaskan Gadis Itu (1)
- Bab 12 Lepaskan Gadis Itu (2)
- Bab 13 Menjadi Pahlawan
- Bab 14 Lalat yang menganggu (1)
- Bab 14 Lalat yang menganggu (2)
- Bab 15 Bunga kampus yang seksi (1)
- Bab 15 Bunga kampus yang seksi (2)
- Bab 16 serangan yang terbuka mudah untuk ditangani, serangan kegelapan sulit untuk dihindari
- Bab 17 Harimau ingin menunjukkan kekuatan
- Bab 18 Aksi Balas Dendam
- Bab 19 Apa yang ditakutkan pasti akan terjadi
- Bab 20 Momen Menegangkan
- Bab 21 Marie Hu yang menggoda (1)
- Bab 21 Marie Hu yang menggoda (2)
- Bab 22 Tendangan yang Intimidasi (1)
- Bab 22 Tendangan yang Intimidasi (2)
- Bab 23 Majikan dan Anjingnya
- Bab 24 Pertemuan yang Tak Terhindari (1)
- Bab 24 Pertemuan yang Tak Terhindari (2)
- Bab 25 Rencana Licik (1)
- Bab 25 Rencana Licik (2)
- Bab 26 Satu Langkah Lagi
- Bab 27 Melukai Diri untuk Mendapatkan Kepercayaan
- Bab 28 Cinta dan Tidak Cinta
- Bab 29 Adegan Sebelum Acara Besar Dimulai (1)
- Bab 29 Adegan Sebelum Acara Besar Dimulai (2)
- Bab 30 Chandra, Aku Mencintaimu (1)
- Bab 30 Chandra, Aku Mencintaimu (2)
- Bab 31 Aura Seorang Ratu
- Bab 32 Pilihanmu Tidak Salah
- Bab 33 Pencegatan Mike
- Bab 34 Penyiksaan yang Kejam
- Bab 35 Ia adalah Ten Zhou
- Bab 36 Satu yang Menjaga, Tidak Ada yang Berani Menyerang
- Bab 37 Dendam dan Kewajiban
- Bab 38 Kecelakaan Gunawan
- Bab 39 Tokoh Kecil yang Tidak Dianggap
- Bab 40 Olive yang Sangat Terkejut
- Bab 41 Memancing ke dalam Jebakan
- Bab 42 Mike Berlutut
- Bab 43 Aura Pemenang
- Bab 44 Menginjak Jalan yang Buruk
- Bab 45 Amarah Ten Zhou (1)
- Bab 45 Amarah Ten Zhou (2)
- Bab 46 Pertarungan
- Bab 47 Tidak Ada yang Bisa Menaklukkanku
- Bab 48 Mencari Masalah
- Bab 49 Dua puluh miliar, itu hal yang kecil
- Bab 50 Menarik Uang
- Bab 51 menganggapmu ayah jika kaya
- Bab 52 keagungan
- Bab 53 Fetrin yang Percaya Diri
- Bab 54 Pengemis Tua
- Bab 55 Ada Uang, Sombong
- Bab 56 Krisis Ekonomi Keluarga Hu
- Bab 57 Merasa Terkejut
- Bab 58 Mike Kembali
- Bab 59 Datang Sendiri
- Bab 60 Boleh Membunuh Tapi Tidak Boleh Menghina
- Bab 61 Satu panggilan kak Chandra
- Bab 62 Mati dan hidup bersama
- Bab 63 Tidak berhenti sampai mati
- Bab 64 Insiden sensasional kampus (1)
- Bab 64 Insiden sensasional kampus (2)
- Bab 65 Pertarungan Besar Dimulai (1)
- Bab 65 Pertarungan Besar Dimulai (2)
- Bab 66 Waktu kematian sudah datang
- Bab 67 Perbuatan tercela Mike
- Bab 68 Fetrin Tiba
- Bab 69 Tuan Muda, Aku Terlambat
- Bab 70 Menjalani Keputusan Tuhan
- Bab 71 Amarah Michael Li
- Bab 72 Remehan Fetrin
- Bab 73 Bahaya Menyerang
- Bab 74 Namaku Jeno (1)
- Bab 74 Namaku Jeno (2)
- Bab 75 Michael Li Yang Jago
- Bab 76 Ada Orang di dalam Rumah
- Bab 77 Insting Orang hebat
- Bab 78 Malam yang Menakutkan(1)
- Bab 78 Malam yang Menakutkan(2)
- Bab 79 Jangan Mengulang ke Tiga Kalinya
- Bab 80 Orang Hebat Pertama di Kota (1)
- Bab 80 Orang Hebat Pertama di Kota (2)
- Bab 81 Olive Yang Pasrah (1)
- Bab 81 Olive Yang Pasrah (2)
- Bab 82 Balasan
- Bab 83 Posisi Defensif Michael Li
- Bab 84 Dia, adalah Fetrin (1)
- Bab 84 Dia, adalah Fetrin (2)
- Bab 85 Kematian Michael Li
- Bab 86 Kejadian saat itu
- Bab 87 Ayahmu
- Bab 88 Perasaan gelisah yang kuat.
- Bab 89 Perselisihan di Villa Keluarga Hu
- Bab 90 Sekeliling penuh dengan musuh
- Bab 91 Tuan Chandra
- Bab 92 Halo, Nama Aku Ruben
- Bab 93 Kamu Pantas Bertarung Denganku? (1)
- Bab 93 Kamu Pantas Bertarung Denganku? (2)
- Bab 94 Ruben Yang Misterius (1)
- Bab 94 Ruben Yang Misterius (2)
- Bab 95 Malu Ekstrim
- Bab 96 Tidur Seranjang Dengan Olive (1)
- Bab 96 Tidur Seranjang Dengan Olive (2)
- Bab 97 Kita Putus Saja (1)
- Bab 97 Kita Putus Saja (2)
- Bab 98 Kebencian
- Bab 99 Orang Belakang Ruben
- Bab 100 Kehadiran Fetrin dengan Penampilan yang Sombong (1)
- Bab 100 Kehadiran Fetrin dengan Penampilan yang Sombong (2)
- Bab 101 Menatap Semua orang
- Bab 102 Bersebrangan Dengan Marie Hu
- Bab 103 Ruben Yang Penuh Percaya Diri
- Bab 104 Tangkap Ruben dengan cara apapun
- Bab 105 Pertempuran Sengit
- Bab 106 Amarah Ruben
- Bab 107 Chris VS Ruben
- Bab 108 Kemampuan Fetrin
- Bab 109 Marie Berlutut
- Bab 110 Membalas Dendam Kepada Ruben
- Bab 111 Maaf, Aku Tidak Terima
- Bab 112 Pria Besar muncul
- Bab 113 Bunga Kampus yang Ketiga
- Bab 114 Selalu ada orang yang lebih hebat
- Bab 115 Putra Godi chen
- Bab 116 Chandra, Kamu Ditangkap (1)
- Bab 116 Chandra, Kamu Ditangkap (2)
- Bab 117 Ferdy Yang bertindak
- Bab 118 Keputusasaan Tanpa Akhir
- Bab 119 Lebih Baik Mati Daripada Hidup
- Bab 120 Pengemis Dan orang kaya generasi kedua (1)
- Bab 120 Pengemis dan orang kaya generasi kedua (2)
- Bab 121 Candra, Kamu Tamat (1)
- Bab 121 Chandra, Kamu Tamat ( 2)
- Bab 122 Ciuman Clara
- Bab 123 Kemarahan Ferdy
- Bab 124 Kobaran Api
- Bab 125 Hidup Mati
- Bab 126 Kematian Ruben Cai
- Bab 127 Ucapan Marie
- Bab 128 Menuju Ke Lokasi Perang
- Bab 129 Tuan Muda Ferdy Yang Susah Ditebak
- Bab 130 Ibuku Datang
- Bab 131 Keangkuhan Tuan muda Ferdy
- Bab 132 Api Peperangan Menyala
- Bab 133 Ibuku VS Tuan Muda Ferdy
- Bab 134 Berjuanglah Untuk Tetap Bertahan Hidup
- Bab 135 Air Mata Dua Wanita (1)
- Bab 135 Air Mata Dua Wanita (2)