Wahai Hati - Bab 54 Pengemis Tua
Ucapan Fetrin terdengar ketus dan sangat percaya diri. Tetapi entah mengapa, aku merasa pemikiran Fetrin sedikit polos. Ia selalu menganggap aku lah yang terbaik dan tidak boleh ada orang yang menganggapku rendah. Tapi sayangnya, orang tua Marie selalu memandangku rendah.
Aku terdiam sesaat, lalu menceritakan semua keadaan keluarga Marie kepada Fetrin. Aku berharap setelah ia mendengar ini, ia akan mempertimbangkannya. Jangan percaya tanpa mengetahui apapun itu.
Alhasil, setelah Fetrin mendengar ceritanya. Ia hanya berkata, “Tenang!”
Lalu ia mematikan teleponnya.
Kedatangan Fetrin seperti angin, datang dengan garang, pergi dengan percaya diri dan tenang. Dari awal sampai akhir, ia selalu begitu percaya diri. Seperti hal ini bukanlah masalah untuknya. Tetapi aku berbeda, aku telah melihat betapa seramnya orang tua Marie. Bagaimanapun ia tidak akan menerimaku. Bahkan jika Fetrin ikut beraksi, hasilnya pun pasti sama.
Aku tidak berharap apapun itu, hatiku terasa kosong. Aku menghela nafas dan melangkah untuk pergi.
Baru jalan dua langkah, tiba-tiba ada yang memanggilku dari belakang. Aku menoleh dan melihat Elis. Ia sedang berlari kecil kearahku.
Saat ini Elis mengerutkan dahinya dan raut wajahnya terlihat murung. Ia datang kehadapanku lalu berkata, “Chandra, jika kamu mengharapkan yang terbaik untuk Kak Marie. Menyerahlah!”
Aku membalasnya dengan pahit, “Kamu keluar hanya khusus untuk mengatakan ini?”
Elis terragu sambil menggigit bibirnya dan berkata, “Aku tahu bahwa kamu sangat suka Kak Marie, tetapi bukankah kamu sudah lihat. Kalian itu tidak mungkin bersama.”
Aku terus menatapnya dan bertanya, “Lalu? Apakah aku harus menyerah begitu saja?”
Elis tercengang sesaat lalu merenung beberapa detik dan berkata, “Untuk apa kamu tidak menyerah, tadi kamu juga sudah melihat kondisinya. Paman dan Tanteku tidak akan menyetujuinya, mereka adalah orang tua Kak Marie. Apakah kamu ingin melihat Kak Marie memutuskan hubungannya dengan mereka, karenamu?” Kamu tidak merasa egois atas kelakuanmu? Intinya, jika Kak Marie membuang segalanya untuk bersamamu. Apakah kamu bisa memberikan ia kebahagiaan? Apakah hubungan cinta kalian akan kuat walaupun baru mengenalnya sementara? Apakah kamu dapat menjamin masa depannya?”
Elis sekaligus menanyakan banyak pertanyaan seperti senapan mesin, sehingga membuatku terdiam dan kehilangan kata-kata.
Sejujurnya, hari ini aku merasa sangat terpukul. Jadi aku telah putus asa terhadap orang tua Marie. Aku tidak merasa diriku sendiri dapat melewati masalah ini. Namun cintaku terhadap Marie tidak berubah. Aku tidak akan mudah menyerah untuk cintaku kepadanya. Meskipun karena larangan orang tuanya, kita akan susah bersama untuk sementara. Tetapi aku merasa jika hati kita saling terjalin, dan masih saling mencintai. Maka cinta akan bertahan selamanya.
Lalu, Elis tiba-tiba mengeluarkan sebuah pertanyaan yang begitu kejam. Memang masalah cinta seperti ini bisa tahan berapa lama? Bahkan jika mengalami begitu banyak kesusahan, apa bisa terus dipertahankan? Aku juga dapat menjamin masa depan Marie akan bahagia, apabila ia memutuskan hubungan dengan orang tuanya karenaku. Bagaimanakah ia mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya?
Dalam sekejap, aku merasa hatiku seperti tercengkeram. Ternyata, perjalanan cinta ini sungguh susah untuk dijalankan. Aku harus bagaimana?
Saat aku sedang bingung, Elis mengeluarkan beberapa pertanyaan lagi, “Sekarang kamu dapat mengumpulkan dua puluh milliar dengan mengandalkan keluargamu. Tetapi yang mereka lihat adalah masa depan dalam jangka panjang. Apakah kamu merasa dirimu sendiri akan berhasil? Dengan kasar, berapa banyak dua puluh milliar yang dapat kamu hasilkan untuk mereka?”
Masa depanku?
Aku pernah bersumpah banyak sekali di dalam hati. Demi Ibuku, aku harus rajin belajar dan berhasil. Lalu, sekarang aku berfikir-fikir, bagaimana seharusnya aku merencanakan masa depanku. Bagaimana cara untuk memperoleh kekayaan. Apa yang termasuk dalam masa depan yang baik dan apa yang termasuk dalam keberhasilan. Namun aku sadar bahwa otakku belum ada konsep yang pasti. Setidaknya, aku tidak bisa menjamin untuk sekarang. Menjamin bahwa aku akan menjadi orang yang luar biasa di masa depan. Bahkan aku tidak dapat menjamin, bahwa aku dapat memuaskan orang tua Marie dengan memperoleh kekayaan. Bahkan jika begitu, untuk apa mereka percaya kepadaku?
Dimata orang tua Marie, Keluarga Cai memiliki dasar yang kuat dan latar belakang yang dapat diandalkan. Tuan muda Cai juga baru saja kembali setelah berkuliah di luar negeri. Tentunya mereka akan lebih tertarik kepada Tuan muda Cai. Baginya mungkin menyerahkan anaknya kepada orang seperti ini, mereka akan merasa lega? Ataupun mereka hanya tertarik akan keuntungannya?
Akhirnya masih begitu, aku tidak dianggap oleh orang tua Marie, maka jangan berharap untuk bersama dengannya. Walaupun kita saling mencintai, juga sudah ditakdirkan adanya halangan. Ini dapat menyebabkan kita tidak bisa mendapatkan kebahagiaan yang murni di masa depan.
Jadi, satu-satunya cara yaitu mendapatkan rasa suka dari orang tua Marie. Tetapi harus bagaimana? Betapa banyak usaha keras yang telah aku lakukanpun, tidak dapat menyelesaikannya. Apakah Fetrin bisa? Mungkin ia akan gagal juga!
Setelah berputar-putar kembalilah lagi ke awal. Aku merasa sangat gelisah dan khawatir. Aku juga tidak ingin lanjut berdebat dengan Elis. Karena itu, aku secara tidak sabar langsung berkata, “Kamu tidak perlu membujukku lagi. Jika ada waktu lebih baik kamu pergi membujuk Paman dan Tantemu!”
Setelah itu, aku membawa koper sandi dan pergi dengan tegas.
Elis melihatku dari belakang, beberapa saat kemudian ia melontarkan pertanyaan yang terdengar peduli, “Chandra, mau kemana kamu membawa begitu banyak uang, itu tidak aman. Hati-hati dirampok!”
Aku tidak menoleh dan terus berjalan. Sambil berjalan aku berkata, “Dirampok juga tak masalah, aku juga tidak peduli!”
Sekarang, aku hanya merasa uang ini adalah beban, sama sekali tidak berguna dan menyia-nyiakan semangatku. Kalau dipikir ulang, sungguh kesal.
Tanpa disadari, langit sudah menggelap sepenuhnya, hatiku pun ikut menjadi suram. Aku merasa sangat bingung. Aku dan koper bebanku harus pergi kemana? Sekarang bank pasti sudah tutup, sehingga tidak dapat menyetor uangnya. Menaruh uang di sekolah juga tidak baik, lalu harus kemana?
Semakin difikir semakin gelisah, maka aku hanya bisa sambil berjalan sambil mengosongkan pikiran, agar rasa gelisah ini menghilang secara perlahan-lahan. Sepertinya dulu aku pernah melihat. Ketika suasana hati seseorang sedang tidak baik, maka bisa pergi untuk makan dan minum sebanyak mungkin untuk memanjakan diri, atau belanja sebanyak mungkin untuk memuaskan diri.
Tidak tahu keadaanku yang seperti ini, apakah harus melampiaskan perasaan ini dengan cara itu?
Setelah berfikir, aku memutuskan untuk mencobanya.
Betul, selama bertahun-tahun ini aku hidup dengan biasa saja, begitupula dengan kebiasaan kehidupanku. Aku selalu hidup dengan tekanan. Sampai hari ini, aku sudah sepenuhnya tertekan. Sekarang adalah saatnya untuk mengungkapkan semua tekanan ini. Pertama diawali dari keuangan. Karena aku mempunyai uang, mengapa tidakku gunakan? Karena aku mempunyai modal, mengapa aku tidak menghamburkannya dengan puas? Untuk alasan apa mereka memandangku rendah? Untuk alasan apa aku tidak boleh hidup dengan bebas?
Aku harus melakukan apapun yang kuinginkan. Aku sudah tidak bisa menahan ini semua. Kalau aku terus membiarkannya, mungkin saja aku akan mati. Aku perlu melampiaskan semua rasa ini!
Hal pertama yaitu, hotel bintang lima.
Aku naik taksi ke hotel kelas tertinggi di kota ini. Lalu memesan kamar VIP yang paling mahal. Secara relatif keamanan di tempat ini pun akan lebih tinggi. Menaruh uang disini pun akan lebih terjamin.
Masuk ke kamar, aku mengeluarkan beberapa ikat uang dari koper. Setelah itu menempatkan koper sandinya di tempat yang tertutup. Lalu aku menelpon Gunawan mereka untuk makan-makan dan minum.
Kita pergi ke restoran terbaik dan memesan hidangan paling mahal, serta memesan banyak minuman alkohol. Setelah semua makanan dihidangkan, mereka semua melahap makanannya dengan rakus. Diantaranya Gunawanlah yang paling semangat, ia bertanya dengan raut wajah senang, “Kak Chandra, apakah kamu dengan Marie telah jadian?”
Aku langsung membalasnya, “Tidak, ditolak oleh orang tuanya!”
Mendengar ini, sesuap sayur tersumbat dimulut Gunawan, tidak bisa masuk dan tidak bisa keluar juga. Tak lama kemudian, ia baru memasukkan sayur ke dalam perutnya, lalu ia berkata kepadaku. “Lalu mengapa kamu mentraktir kita di tempat yang begini mahal?”
Aku tersenyum secara terpaksa dan berkata, “Karena ditolak, maka aku ingin menghamburkannya!”
Sekarang aku tidak memiliki pikiran lain, hanya ingin menghabiskan uang, semakin banyak semakin baik. Menghabiskan uang sendiri itu tidak puas, jadi aku mengundang sekumpulan orang untuk menghabiskan uang. Lagipula, ada mereka jadi terasa sangat ramai. Jadi aku tidak perlu merasa kesepian dan depresi.
Hanya saja, setelah Gunawan mereka mendengar kata-kataku, mereka pun tidak bisa tertawa kembali. Raut wajah mereka pun berubah dan terlihat serius, bahkan mereka tidak berani makan dan minum besar, Seketika mereka semua tidak tahu bagaimana cara untuk menghiburku.
Suasana ruangan tiba-tiba menjadi sangat hening. Demi memecahkan rasa kecanggungan ini, aku sengaja berkata dengan suara besar. “Kalian semua jangan cemberut gitu. Hanya orang tua Marie yang tidak menerimaku, tapi Marie masih mencintaiku kok. Aku tidak termasuk patah hati, jadi kita lupakan masalah itu untuk sementara. Hari ini kita bersenang-senanglah!”
Setelah mendengarnya, Gunawan pun segera menyetujuinya dan berkata, “Ayo!”
Teman-teman yang lain pun kembali aktif. Mereka melihat aku benar-benar baik-baik saja, lalu mereka baru bisa makan dan minum besar dengan bahagia, sambil berbincang ria dan menyombongkan diri.
Tidak ada lagi satupun yang mengungkit hal-hal yang menyedihkan dan semuanya mulai tertawa dan berbincang ria. Mereka terus berbincang, hingga mengungkit kembali pertarunganku dengan Ten hari itu. Mereka semua bilang diriku sangatlah kuat. Mereka sangat kagum atas keberanian dan tekadku. Walaupun kemampuanku untuk bertarung dengan Ten sangatlah kecil, tapi tidak ada satupun yang bisa mengalahkan keberanian dan tekadku. Mereka sering bertemu dengan orang yang kuat dihajar, tapi yang seperti diriku tidak mudah menyerah, mereka baru pertama kali melihatnya. Mereka tidak tahan berteriak, “Hebat sekali, Bos!”
Acara makan ini berlangsung sangat bahagia. Teman-teman sama sekali tidak sungkan dan sangat puas.
Setelah selesai makan, kita masih ingin menjalankan hiburan yang selanjutnya. Aku langsung membawa teman-temanku ke bar yang berkelas di dalam kota ini.
Tiba di depan bar, adanya sebuah keributan dan itu menarik perhatianku. Aku melihat seorang bapak tua yang berpakaian buruk dan kotor sedang ingin masuk ke dalam bar. Tapi ada seorang pengawal yang memakai jas menahannya diluar pintu, bahkan berkata dengan kasar. “Dasar kotor! Segera pergilah dari sini!”
Bapak tua yang kotor itu sama sekali tidak takut dengannya. Ia dengan percaya diri berkata, “Mengapa kamu tidak membiarkan aku masuk? Aku ada uang dan bisa membeli minuman!”
Lelaki yang memakai jas itu melihat Bapak tua kotor dengan jijik. Ia berkata dengan nada meremehkan, “Kamu ada uang? Kalau begitu, tunjukkanlah kepadaku! Aku akan membiarkanmu masuk setelah itu!”
Bapak tua itu berpura-pura mengacak kantong celananya, lalu ia terkekeh pelan dan berkata, “Hehe, bisnisku dua hari ini kurang baik dan tidak mendapat uang. Bagaimana kalau aku hutang dulu? Aku akan membayarnya jika ada uang lagi!”
Lelaki yang memakai jas itu menolak dan berkata, “Tidak boleh!”
Bapak tua yang kotor itu sama sekali tidak menyerah dan lanjut berkata, “Kalau begitu, aku tidak minum dan hanya berkunjung ke dalam. Bagaimana?”
Lelaki itu masih saja memasang raut wajah yang dingin dan dengan galak berkata, “Juga tidak boleh. Kamu segera pergilah dari sini! Kalau tidak, jangan salahkan aku bersikap buruk kepadamu!”
Bapak tua itu menjadi tidak senang setelah ditolak banyak kali. Ia berkata kepada lelaki itu dengan tidak puas. “Mengapa kamu tidak membiarkanku masuk?”
Lelaki yang memakai jas itu membalas, “Kamu juga tidak melihat dulu penampilanmu. Kamu akan membawa pengaruh buruk jika kamu masuk ke dalam klub kita. Segera pergilah!”
Setelah itu, lelaki itu mendorong bapak tua itu dengan keras.
Bapak tua itu langsung terjatuh di lantai karena tidak seimbang. Seketika ia mulai bertindah bodoh, ia duduk depan pintu bar dan berkata, “Kalau begitu, aku akan terus duduk disini! Lihat bagaimana bisnis kalian berjalan!”
Lelaki itu akhirnya marah besar setelah melihat bapak tua itu bertindak bodoh. Ia langsung memanggil beberapa pengawal lainnya dan menyuruh mereka. “Segera bawa pengemis tua ini pergi!”
Saat ini, tempat ini telah dikerumuni oleh banyak penonton, tapi sama sekali tidak ada orang yang mengurus masalah ini, karena mereka semua merasa tidak ada salahnya lelaki memakai jas itu mengusir pengemis tua itu. Pengemis memang tidak berhak untuk ke bar. Sebenarnya aku juga tidak suka ikut campur masalah. Awalnya kelakuan lelaki yang memakai jas itu memang tidak salah, tapi masalah ini sangat menyentuh hatiku. Hal ini mengingatkan diriku dimana aku diusir oleh orang tua Marie. Mereka juga mengusirku bagai diriku adalah seorang pengemis. Mereka memandangku berbeda, merendahkanku dan itu membuat harga diriku sangat terluka.
Aku tidak tahu apakah harga diri bapak tua itu terluka, tapi lelaki yang memakai jas itu memang memandang ia berbeda. Jujur saja ia memang tidak menganggap pengemis tua itu. Tatapan dan sikap jijik yang ia berikan kepada pengemis itu, sungguh membuatku merasa kesal. Aku sangat benci orang yang memandang rendah. Oleh karena itu, saat sekumpulan orang ingin beraksi kepada bapak tua itu, aku langsung berteriak. “Tunggu sebentar!”
Teman-temanku ikut maju setelah mendengar suaraku. Aku datang ke samping bapak tua ini dan berkata kepada lelaki yang memakai jas. “Semua orang itu sama. Pengemis itu juga manusia. Kamu tidak boleh bertindak seperti itu kepadanya. Pelanggan itu Raja, kamu seharusnya tidak boleh bertindak seperti itu kepada Raja!”
Lelaki yang memakai jas itu berkata, “Ia hanyalah seorang pengemis, tidak memiliki uang. Apakah ia bisa dihitung sebagai pelanggan?”
Aku dengan tenang berkata, “Ia ada uang!”
Selesai berkata, aku segera mengeluarkan uang tunai sebanyak empat puluh juta dan menyerahkannya kepada Bapak tua kotor, lalu berkata kepadanya, “Untukmu, ambillah ini untuk membeli minuman beralkohol!”
Novel Terkait
Si Menantu Buta
DeddyHusband Deeply Love
NaomiTernyata Suamiku Seorang Sultan
Tito ArbaniAdore You
ElinaCinta Adalah Tidak Menyerah
ClarissaLelaki Greget
Rudy GoldThe Revival of the King
ShintaWahai Hati×
- Bab 1 Kekokohan Ibuku (1)
- Bab 1 Kekokohan Ibuku (2)
- Bab 2 Bu, Maaf (1)
- Bab 2 Bu, Maaf (2)
- Bab 3 Berjuang untuk bangkit kembali (1)
- Bab 3 Berjuang untuk bangkit kembali (2)
- Bab 4 Pria Perkasa (1)
- Bab 4 Pria Perkasa (2)
- Bab 5 Kemunculan Olive
- Bab 6 Kegaduhan Kantin (1)
- Bab 6 Kegaduhan Kantin (2)
- Bab 7 Sudah Lama Tidak Bertemu(1)
- Bab 7 Sudah Lama Tidak Bertemu(2)
- Bab 8 Musuhku(1)
- Bab 8 Musuhku(2)
- Bab 9 Sebelum badai datang
- Bab 10 Gunung satu itu lebih besar dari gunung lain (1)
- Bab 10 Gunung satu itu lebih besar dari gunung lain (2)
- Bab 11 Suara yang tidak asing (1)
- Bab 11 Suara yang tidak asing (2)
- Bab 12 Lepaskan Gadis Itu (1)
- Bab 12 Lepaskan Gadis Itu (2)
- Bab 13 Menjadi Pahlawan
- Bab 14 Lalat yang menganggu (1)
- Bab 14 Lalat yang menganggu (2)
- Bab 15 Bunga kampus yang seksi (1)
- Bab 15 Bunga kampus yang seksi (2)
- Bab 16 serangan yang terbuka mudah untuk ditangani, serangan kegelapan sulit untuk dihindari
- Bab 17 Harimau ingin menunjukkan kekuatan
- Bab 18 Aksi Balas Dendam
- Bab 19 Apa yang ditakutkan pasti akan terjadi
- Bab 20 Momen Menegangkan
- Bab 21 Marie Hu yang menggoda (1)
- Bab 21 Marie Hu yang menggoda (2)
- Bab 22 Tendangan yang Intimidasi (1)
- Bab 22 Tendangan yang Intimidasi (2)
- Bab 23 Majikan dan Anjingnya
- Bab 24 Pertemuan yang Tak Terhindari (1)
- Bab 24 Pertemuan yang Tak Terhindari (2)
- Bab 25 Rencana Licik (1)
- Bab 25 Rencana Licik (2)
- Bab 26 Satu Langkah Lagi
- Bab 27 Melukai Diri untuk Mendapatkan Kepercayaan
- Bab 28 Cinta dan Tidak Cinta
- Bab 29 Adegan Sebelum Acara Besar Dimulai (1)
- Bab 29 Adegan Sebelum Acara Besar Dimulai (2)
- Bab 30 Chandra, Aku Mencintaimu (1)
- Bab 30 Chandra, Aku Mencintaimu (2)
- Bab 31 Aura Seorang Ratu
- Bab 32 Pilihanmu Tidak Salah
- Bab 33 Pencegatan Mike
- Bab 34 Penyiksaan yang Kejam
- Bab 35 Ia adalah Ten Zhou
- Bab 36 Satu yang Menjaga, Tidak Ada yang Berani Menyerang
- Bab 37 Dendam dan Kewajiban
- Bab 38 Kecelakaan Gunawan
- Bab 39 Tokoh Kecil yang Tidak Dianggap
- Bab 40 Olive yang Sangat Terkejut
- Bab 41 Memancing ke dalam Jebakan
- Bab 42 Mike Berlutut
- Bab 43 Aura Pemenang
- Bab 44 Menginjak Jalan yang Buruk
- Bab 45 Amarah Ten Zhou (1)
- Bab 45 Amarah Ten Zhou (2)
- Bab 46 Pertarungan
- Bab 47 Tidak Ada yang Bisa Menaklukkanku
- Bab 48 Mencari Masalah
- Bab 49 Dua puluh miliar, itu hal yang kecil
- Bab 50 Menarik Uang
- Bab 51 menganggapmu ayah jika kaya
- Bab 52 keagungan
- Bab 53 Fetrin yang Percaya Diri
- Bab 54 Pengemis Tua
- Bab 55 Ada Uang, Sombong
- Bab 56 Krisis Ekonomi Keluarga Hu
- Bab 57 Merasa Terkejut
- Bab 58 Mike Kembali
- Bab 59 Datang Sendiri
- Bab 60 Boleh Membunuh Tapi Tidak Boleh Menghina
- Bab 61 Satu panggilan kak Chandra
- Bab 62 Mati dan hidup bersama
- Bab 63 Tidak berhenti sampai mati
- Bab 64 Insiden sensasional kampus (1)
- Bab 64 Insiden sensasional kampus (2)
- Bab 65 Pertarungan Besar Dimulai (1)
- Bab 65 Pertarungan Besar Dimulai (2)
- Bab 66 Waktu kematian sudah datang
- Bab 67 Perbuatan tercela Mike
- Bab 68 Fetrin Tiba
- Bab 69 Tuan Muda, Aku Terlambat
- Bab 70 Menjalani Keputusan Tuhan
- Bab 71 Amarah Michael Li
- Bab 72 Remehan Fetrin
- Bab 73 Bahaya Menyerang
- Bab 74 Namaku Jeno (1)
- Bab 74 Namaku Jeno (2)
- Bab 75 Michael Li Yang Jago
- Bab 76 Ada Orang di dalam Rumah
- Bab 77 Insting Orang hebat
- Bab 78 Malam yang Menakutkan(1)
- Bab 78 Malam yang Menakutkan(2)
- Bab 79 Jangan Mengulang ke Tiga Kalinya
- Bab 80 Orang Hebat Pertama di Kota (1)
- Bab 80 Orang Hebat Pertama di Kota (2)
- Bab 81 Olive Yang Pasrah (1)
- Bab 81 Olive Yang Pasrah (2)
- Bab 82 Balasan
- Bab 83 Posisi Defensif Michael Li
- Bab 84 Dia, adalah Fetrin (1)
- Bab 84 Dia, adalah Fetrin (2)
- Bab 85 Kematian Michael Li
- Bab 86 Kejadian saat itu
- Bab 87 Ayahmu
- Bab 88 Perasaan gelisah yang kuat.
- Bab 89 Perselisihan di Villa Keluarga Hu
- Bab 90 Sekeliling penuh dengan musuh
- Bab 91 Tuan Chandra
- Bab 92 Halo, Nama Aku Ruben
- Bab 93 Kamu Pantas Bertarung Denganku? (1)
- Bab 93 Kamu Pantas Bertarung Denganku? (2)
- Bab 94 Ruben Yang Misterius (1)
- Bab 94 Ruben Yang Misterius (2)
- Bab 95 Malu Ekstrim
- Bab 96 Tidur Seranjang Dengan Olive (1)
- Bab 96 Tidur Seranjang Dengan Olive (2)
- Bab 97 Kita Putus Saja (1)
- Bab 97 Kita Putus Saja (2)
- Bab 98 Kebencian
- Bab 99 Orang Belakang Ruben
- Bab 100 Kehadiran Fetrin dengan Penampilan yang Sombong (1)
- Bab 100 Kehadiran Fetrin dengan Penampilan yang Sombong (2)
- Bab 101 Menatap Semua orang
- Bab 102 Bersebrangan Dengan Marie Hu
- Bab 103 Ruben Yang Penuh Percaya Diri
- Bab 104 Tangkap Ruben dengan cara apapun
- Bab 105 Pertempuran Sengit
- Bab 106 Amarah Ruben
- Bab 107 Chris VS Ruben
- Bab 108 Kemampuan Fetrin
- Bab 109 Marie Berlutut
- Bab 110 Membalas Dendam Kepada Ruben
- Bab 111 Maaf, Aku Tidak Terima
- Bab 112 Pria Besar muncul
- Bab 113 Bunga Kampus yang Ketiga
- Bab 114 Selalu ada orang yang lebih hebat
- Bab 115 Putra Godi chen
- Bab 116 Chandra, Kamu Ditangkap (1)
- Bab 116 Chandra, Kamu Ditangkap (2)
- Bab 117 Ferdy Yang bertindak
- Bab 118 Keputusasaan Tanpa Akhir
- Bab 119 Lebih Baik Mati Daripada Hidup
- Bab 120 Pengemis Dan orang kaya generasi kedua (1)
- Bab 120 Pengemis dan orang kaya generasi kedua (2)
- Bab 121 Candra, Kamu Tamat (1)
- Bab 121 Chandra, Kamu Tamat ( 2)
- Bab 122 Ciuman Clara
- Bab 123 Kemarahan Ferdy
- Bab 124 Kobaran Api
- Bab 125 Hidup Mati
- Bab 126 Kematian Ruben Cai
- Bab 127 Ucapan Marie
- Bab 128 Menuju Ke Lokasi Perang
- Bab 129 Tuan Muda Ferdy Yang Susah Ditebak
- Bab 130 Ibuku Datang
- Bab 131 Keangkuhan Tuan muda Ferdy
- Bab 132 Api Peperangan Menyala
- Bab 133 Ibuku VS Tuan Muda Ferdy
- Bab 134 Berjuanglah Untuk Tetap Bertahan Hidup
- Bab 135 Air Mata Dua Wanita (1)
- Bab 135 Air Mata Dua Wanita (2)