The Serpent King Affection - Bab 117 Dua Wanita Cabul
Aku memberi isyarat pada Susan untuk memberikan botol bir yang ia pegang padaku. Tugas kami belum selesai, kami belum mendapatkan air bekas mandi peri.
Susan paham maksudku dan mengangguk. Ia memberikan botol bir yang tadi kami pakai untuk terbang ke surga padaku.
“Bawalah Nona, hati-hati ya,” ujar Susan pelan.
“Sssttt!”
Aku memberinya isyarat diam. Aku pasti hati-hati, sudah jangan bicara lagi.
Aku terus memperhatikan para peri yang sedang mandi sambil mendekat ke sisi kolam mandi. Mereka membelakangiku sambil bersenda gurau riang.
Aku membuka botol bir, lalu mengisinya dengan air bekas mandi hingga penuh. Tepat ketika aku ingin pergi, aku tidak sengaja terpeleset.
Susan, yang daritadi bersembunyi di balik bebatuan, buru-buru mendatangiku panik.
“Nona, luka tidak?”
“Ya Tuhan, bagaimana bisa aku sesial ini.” Aku mengeluarkan sumpah serapahku. Bokongku sangat panas dan nyeri.
“Susan bantu pijat Nona ya,” ujar Susan sambil memijat-mijatku. Kalau Nona sampai kenapa-napa, ia tidak bisa membayangkan reaksi Raja Ular.
Susan dan aku barusan asyik berbincang tanpa menyadari tatapan mata para peri dari tadi mengarah ke kami berdua. Kami kaget setengah mati.
“Kami…… Kami……” Aku tergagap-gagap berusaha menjelaskan. Aku ingin menjelaskan kami sama sekali bukan orang jahat dan hanya ingin mengambil air bekas mandi, tetapi suaraku tidak keluar.
“Dasar dua wanita cabul, berani-beraninya mengintip kita mandi!” ujar salah satu peri.
Aku dan Susan bertatap-tatapan. Ya Tuhan, ini kesalahpahaman, benar-benar kesalahpahaman. Kami datang ke sini bukan untuk mengintip mereka mandi. Kami bukan wanita cabul!
“Iya tuh, aku belum pernah lihat wanita secabul ini, dua orang pula,” timpal satu peri lainnya. Melihat kehadiran aku dan Susan, peri-peri itu langsung keluar dari kolam mandi dan memakai pakaian mereka.
“Kami bukan…… bukan……”
“Iya, iya…… Kami bukan……”
Aku dan Susan berusaha menjelaskan, tetapi peri-peri itu tidak mengindahkan kami sama sekali.
“Cuih.” Salah satu peri membuang ludah ke arah kami. Mereka satu per satu bubar.
“Susan, kita……” ujarku sambil menunjuk peri-peri yang berjalan pergi itu.
“Nona, kita buat perhitungan saja yuk dengan mereka,” potong Susan Marah. Ia tidak terima dikatakan wanita cabul.
“Sudahlah, tidak perlu pedulikan mereka, yang penting kita berhasil mengambil air bekas mandi ini. Terserah mereka lah ingin menganggap kita seperti apa,” ujarku menenangkan.
“Baik. Kalau begitu ayo kita buru-buru pulang, kasihan Raja Ular terus-menerus khawatir dengan Nona,” jawab Susan patuh.
“Ada juga yang khawatir sama Susan tuh, ya kan?” ledekku sambil berdiri dan mulai berjalan.
“Tidak lah, jangan asal bicara dong Nona,” elak Susan dengan wajah memerah.
“Masa tidak ada? Penjaga Andrew Bai terlihat sangat perhatian dengan kamu tahu. Coba jawab, Susan, kamu suka Penjaga Andrew Bai tidak? Jawab dengan jujur, aku akan menyimpan rahasia ini baik-baik,” ujarku sambil merangkulnya
Wajahnya bertambah merah.
“Nona iseng sekali,” jawab Susan sambil menunduk. Nona mengapa tiba-tiba bertanya seperti ini coba?
Kami kembali ke gubuk reyot sambil bersenda gurau seperti ini.
“Suamiku.”
Sesampainya di gubuk reyot, aku langsung berlari memeluk suamiku. Ia balas memelukku erat.
“Isabelle Yao, ada masalah tidak? Ada terjebak dalam situasi berbahaya tidak?” tanya suamiku lembut. Ia mengamatiku dari atas ke bawah.
“Tidak ada sama sekali kok. Semuanya lancar, air bekas mandi berhasil aku curi,” ujarku sambil menunjuk botol bir yang jadi kendaraan kami tadi.
“Baguslah kalau begitu.” Suara pria itu penuh kasih sayang. Ia kembali memelukku.
Kami baru melepaskan pelukan setelah waktu berlalu cukup lama.
“Ehem, ehem, jangan pikir setelah mendapat air bekas mandi peri urusan sudah selesai ya. Setelah ini masih ada yang harus dilakukan lagi,” ujar Kakek Tua sambil berbatuk.
Aku dan suamiku langsung menatap Kakek Tua erat-erat. Entah apa lagi yang harus aku lakukan setelah ini. Barusan mencuri air bekas mandi peri saja sudah dikatai wanita cabul, nanti selanjutnya bakal dikatai apa lagi aku?
“Apakah masih mau menyuruhku mencuri barang lagi?” tanyaku.
“Tidak salah. Setelah mencuri air bekas mandi peri, sekarang kalian harus mengambil Boneka Ginseng,” jawab Kakek sambil mengelus-elus jenggot.
Ya Tuhan, ternyata benar-benar harus mencuri barang lagi. Tetapi bagaimana lagi, siapa suruh sakit?
“Boneka Ginseng?”
Aku entah mengapa berpikir mengambil Boneka Ginseng tidak semudah mengambil air bekas mandi peri.
“Iya. Boneka Ginseng tumbuh di puncak gunung. Boneka Ginseng yang kalian ambil harus berusia seribu tahun. Silahkan cari perlahan-lahan.”
Sudah berusia seribu tahun masih bisa disebut boneka? Bukannya harusnya disebut manual ya? Tetapi hal-hal seperti ini hanya orang-orang tertentu yang mengerti. Apalah aku orang yang biasa ini.
“Baik, kami sekarang langsung pergi mencarinya,” ujarku.
Kami sudah berhasil mengambil air bekas mandi peri, jadi tanggung kalau kami berhenti di tengah perjuangan. Meski mencuri bukanlah tindakan yang baik, tetapi kami tidak punya cara lain. Aku hanya bisa menaati instruksi-instruksi yang diberikan Kakek.
“Raja juga ikut.”
“Susan juga ikut.”
“Penjaga Andrew Bai juga ikut.”
Aku mengangguk mengiyakan. Kali ini bukan mencuri air mandi peri, jadi dua laki-laki ini bisa ikut.
Kami kemudian langsung berangkat ke puncak gunung menggunakan kekuatan sihir. Semuanya pohon di sini, bagaimana coba mencari Boneka Sihir?
“Di mana Boneka Ginseng bersembunyi ya? Keluarlah Boneka Ginseng, kakak punya makanan enak untukmu. Jangan sembunyi lagi Boneka Ginseng, kami sudah menemukan keberadaanmu,” teriakku lantang.
“Isabel Yao, kamu memanggil-manggil seperti ini memang ada efeknya?” tanya suamiku setengah tertawa. Ia nampaknya suka dengan perangaiku yang lucu sekaligus iseng barusan.
“Siapa tahu berhasil. Siapa tahu Boneka Ginseng itu nakal dan senang bersembunyi,” ujarku sambil terus mencari-cari Boneka Ginseng ke segala arah.
“Boneka Ginseng, aku cepat keluar, jangan bersembunyi lagi.”
Aku sama sekali tidak memedulikan suamiku yang dari tadi menertawaiku. Aku terus berteriak.
Beberapa lama kemudian, aku mendengar sebuah suara.
“Sebentar, kalian ada dengar suara apa tidak?”
Aku menginstruksikan Raja Ular, Susan, dan Penjaga Andrew Bai untuk diam dengan jariku. Suara yang barusan kudengar sepertinya suara benda yang keluar dari tanah dan merangkak ke atas.
Novel Terkait
The Serpent King Affection×
- Bab 1 Didorong ke Jurang (1)
- Bab 1 Didorong ke Jurang (2)
- Bab 2 Terbaring di Atas Tubuh Ular
- Bab 3 Berguling ke Bawah Gunung
- Bab 4 Hei Wanita, Kau Sudah Membuat Masalah Besar Dengan Aku Sang Raja
- Bab 5 Dikelilingi Ular
- Bab 6 Hidup atau Mati
- Bab 7 Terpesona
- Bab 8 Terpancing
- Bab 9 Istana Megah
- Chapter 10 Perlakuan Istimewa
- Chapter 11 Wanita Cantik dari Lukisan Kuno
- Chapter 12 Bisa Lebih Terbuka Lagi
- Chapter 13 Menetap dengan Tenang
- Chapter 14 Tidur Bersama Ular Raksasa
- Chapter 15 Menantang Ular Raksasa
- Bab 16 Tolong Jangan Makan Aku
- Bab 17 Apakah Kamu Menyukai Bentukku Yang Seperti Ini?
- Bab 18 Gagal Kabur
- Bab 19 Janji Tidak Akan Kabur Lagi
- Bab 20 Apakah Kau Benar-Benar Raja Ular?
- Bab 21 Marah
- Bab 22 Senyumanmu Sangat Cantik
- Bab 23 Iri, Cemburu, Dan Benci
- Bab 24 Dibohongi Untuk Keluar
- Bab 25 Pertolongan Dari Ular Putih Kecil
- Bab 26 Pelayan Ular Memohon Ampun
- Bab 27 Memaafkan
- Bab 28 Pikiran Yang Lain
- Bab 29 Berbohong Untuk Kebaikan
- Bab 30 Ini Juga Bisa Terlihat
- Bab 31 Mencari Kesempatan Membunuhnya
- Bab 32 Ditipu ke Dasar Danau
- Bab 33 Hampir Mati Tenggelam
- Bab 34 Mutiara Ular
- Bab 35 Selamat
- Bab 36 Bertemu Ular Putih
- Bab 37 Berjanji Menolong Ular Putih
- Bab 38 Apa Panggilan Ini Pantas
- Bab 39 Senyumannya Mengalihkan Duniaku
- Bab 40 Pertemuan yang Terlambat
- Bab 41 Tidak Tahan Akan Rasa Kesepian
- Bab 42 Pergi Jalan-Jalan
- Bab 43 Perkataan Sindiran
- Bab 44 Amarah Langsung Membara
- Bab 45 Merusak Paras Wajah
- Bab 46 Apakah Pria Ini Vegetarian
- Bab 47 Akan Membuat Mereka Mati Mengenaskan
- Bab 48 Merobek Kulit Wajah
- Bab 49 Meninggalkan Sebuah Bekas Luka
- Bab 50 Dimanjakan
- Bab 51 Kamu Jadi Pacarku Saja
- Bab 52 Mengikuti Pemilihan Selir
- Bab 53 Aku Hanya Orang Yang Sekadar Lewat
- Bab 54 Memasukkan Afrodisiak Ke Dalam Anggur
- Bab 55 Ular Kuning Loreng Yang Besar
- Bab 56 Raja ular, aku ingin, aku menginginkannya
- Bab 57 Akan Menunggu Sampai Hari Itu Tiba Untuk Menyentuhmu
- Bab 58 Ingin Tebusan Darimu
- Bab 59 Meninggalkan Istana Ular
- Bab 60 Perbedaan Kemampuan
- Bab 61 Dibawa Ke Hutan Bambu
- Bab 62 Menanti Pertemuan Denganmu Di Hutan Bambu
- Bab 63 Menyesal Tidak Seharusnya Mengancam Dirinya
- Bab 64 Lepaskan, Raja Memperbolehkanmu untuk Melepaskannya
- Bab 65 Jangan Malu, Bukankah Ini Hanya Mandi
- Bab 66 Mengubah Tubuh
- Bab 67 Diri yang Baru
- Bab 68 Sayangnya Tidak Ada Jika
- Bab 69 Mengantarkan Hadiah
- Bab 70: Bunda Mo Memberikan Anggur
- Bab 71: Bangun Dalam Keadaan Sudah Meninggal
- Bab 72 Mati Dalam Mimpi
- Bab 73 Aduh, Bisa Tidak Jangan Berbicara Terlalu Frontal?
- Bab 74 Suamiku Terlalu Menarik
- Bab 75 Berlilitan Tanpa Henti
- Bab 76 Telah Hamil
- Bab 77 Sang Anak Telah Tiada
- Bab 78 Tidak Berhak Untuk Tetap Disisinya
- Bab 79 Pertengkaran Kami Yang Pertama Kali
- Bab 80 Penemanian Para Wanita
- Bab 81 Kesakitan Yang Mendalam
- Bab 82 Lupa Ingatan Setelah Mabuk
- Bab 83 Selir
- Bab 84 Ketidak Hadiran Pengantin Pria
- Bab 85 Dia Malah Berada Di Ranjangku Saat Malam Pertamanya Dengan Wanita Lain
- Bab 86 Pergi Tanpa Berpamitan
- Bab 87 Membunuh Ular Dan Menjarah Kantong Empedu
- Bab 88 Menghadapi Jalan Buntu
- Bab 89 Penuh Siasat Licik
- Bab 90 Jatuh Ke Jurang
- Bab 91 Jatuh Ke Pelukannya
- Bab 92 Seorang Pria Yang Hangat
- Bab 93 Menghalangi Perjalanan
- Bab 94 Di Dalam Gunung Besar Terdapat Rumah Orang.
- Bab 95 Mimpi Yang Menyeramkan
- Bab 96 Monster Air Di Tengah Sungai.
- Bab 97 Dipaksa Menikah
- Bab 98 Datang Bulan
- Bab 99 Bolehkah Tidak Sebaik Hati Ini?
- Bab 100 Menginap di Desa
- Bab 101 Monster Pemakan Manusia
- Bab 102 Sangat Hebat
- Bab 103 Minum Racun Kalajengking
- Bab 104 Kalau Tidak Senang Sini Gigit Aku
- Bab 105 Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama
- Bab 106 Tujuan Tertentu
- Bab 107 Adegan Tersebut, Melukai Hatiku
- Bab 108 Siluman Kalajengking Beracun
- Bab 109 Padang Salju
- Bab 110 Sejak Kapan Belajar Menjilat Orang
- Bab 111 Keras Kepala
- Bab 112 Hua Tuo di Namsan
- Bab 113 Ada Syaratnya
- Bab 114 Monster Ganas
- Bab 115 Berjanji Memberi Pengobatan
- Bab 116 Mengambil Air Bekas Mandi Peri
- Bab 117 Dua Wanita Cabul
- Bab 118 Boneka Ginseng Berusia Seribu Tahun
- Bab 119 Bercinta
- Bab 120 Keracunan
- Bab 121 Tersipu Malu
- Bab 122 Tertangkap
- Bab 123 Pantang Menyerah
- Bab 124 Mengecap Dengan Besi Panas
- Bab 125 Memohon Padanya
- Bab 126 Rasa Malu
- Bab 127 Pertemuan
- Bab 128 Berpura-Pura Mati
- Bab 129 Bunuh Diri
- Bab 130 Tidak Bisa Kabur
- Bab 131 Paksaan
- Bab 132 Membutakan Sepasang Mata
- Bab 133 Dijual Ke Rumah Bordil
- Bab 134 Ular Hijau Menyelamatkanku
- Bab 135 Dosa Yang Mengerikan
- Bab 136 Hamil Lagi
- Bab 137 Kembali Bersama Suamiku
- Bab 138 Mengambil Mata
- Bab 139 Pulang Ke Istana Ular
- Bab 140 Memanjakan
- Bab 141 Jatuh Cinta Diam-Diam
- Bab 142 Bertengkar Demi Keinginan
- Bab 143 Jika Suatu Hari Nanti, Raja Tidak Ada Di Sisimu
- Bab 144 Pemikiran Lain
- Bab 145 Mencari Kesempatan Untuk Menyerang.
- Bab 146 Terjatuh Kedalam Air.
- Bab 147 Tidak Meninggal.
- Bab 148 Berpura-pura Menyalahkan Diri Sendiri.
- Bab 149 Menempel Padanya.
- Bab 150 Pengakuan Ditolak
- Bab 151 Kembali Kealam Manusia
- Bab 152 Kita Akan Berpisah
- Bab 153 Kepergian Dia
- Bab 154 Dikeluarkan Dari Istana Ular
- Bab 155 Tujuh Bayi Ular
- Bab 156 Mutiara Ular Ajaib
- Bab 157 Para Bayi Ingin Minum Susu
- Bab 158 Mencari Bayi Ular
- Bab 159 Anak-anakku
- Bab 160 Sendiri Mencari Susu Untuk Diminum
- Bab 161 Menjaga Ibu dan Anak Kami
- Bab 162 Kebencian Karena Cinta
- Bab 163 Dunia Ular Dikendalikan
- Bab 164 Cinta Berubah Menjadi Luka
- Bab 165 Bayi Ular Terselamatkan
- Bab 166 Raja Ular, Aku Akan Terus Menunggumu, Selamanya