The Serpent King Affection - Bab 112 Hua Tuo di Namsan
“Apa dengan kematian ini ia bisa bersama selamanya dengan suaminya?” tanyaku lagi.
“Itu jelas, mereka pasti akan bersama. Dua orang yang saling mencintai, entah saat masih hidup atau pun sudah mati, tidak akan bisa terpisahkan,” jawab suamiku sambil mengusap air mataku. Ia tahu akan sangat tersentuh dengan kejadian ini.
Aku sungguh kagum pada Melissa Rou atas kegigihan cintanya. Meski suaminya sudah tiada, ia tetap memegang teguh janji mereka berdua, yakni selamanya tidak akan berpisah. Meski sekarang Melissa Rou juga sudah meninggal, tetapi seperti yang dikatakan Raja Ular, dua orang yang saling mencintai entah ketika hidup atau pun mati selamanya akan bersama. Sekarang mereka sudah bisa kembali bersama.
Suamiku menenangkanku sambil memelukku erat-erat: “Jangan sedih lagi. Melissa Rou sengaja memilih jalan ini demi bisa kembali bersama dengan suaminya. Kematiannya ini menjadi pengobat rasa rindunya pada suaminya, bukankah itu hal yang membahagiakan?”
Aku mengangguk. Semua yang dikatakan Raja Ular tidak salah, semua kejadian pasti ada baik dan buruknya. Kalau kita mau mengubah perspektif kita, sesuatu yang awalnya kita anggap buruk pasti bisa berubah jadi baik.
“Tidak usah dipikirkan lagi. Mari kita lanjutkan perjalanan, harusnya sebentar lagi kita sudah bisa tiba di Southeast Mount,” ujar suamiku lembut.
Aku mengangguk dan segera membenahi suasana hatiku. Formasi kami tetap sama seperti sebelumnya. Aku dan suamiku di depan, Penjaga Andrew Bai dan Ular Putih Kecil di belakang.
Sekeluarnya dari padang salju, kami tiba di tempat yang sepenuhnya baru lagi. Kami terus berjalan ke depan melewati kabut yang cukup tebal, lalu di hadapan kami langsung terpampang gunung besar.
Penjaga Andew Bai berkata dengan penuh hormat: “Raja Ular, itu Southeast Mount, dan Hua Tuo tinggal di salah satu kuil reyot di gunung itu.”
“Iya, mari kita segera cari kuil reyot itu,” jawab Raja Ular datar. Ia menatap gunung itu sambil memegang erat tanganku.
“Isabelle Yao, kita akan pakai sihir untuk ke sana.”
Aku tiba-tiba dipeluknya, dan dalam kedipan mata kami langsung tiba di luar gubuk reyot yang berada di kaki gunung.
Aku bisa melihat di dalam ada seorang Kakek Tua dengan rambut acak-acakan dan baju sobek-sobek sedang tetidur. Ia mengorok, tidurnya sepertinya sangat pulas hingga tidak menyadari ada orang di luar.
“Bisa jadi itulah Hua Tuo yang setengah dewa setengah manusia dan bisa menyembuhkan semua penyakit itu?”
Mulutku memang berkata begini, tetapi dilihat dari sisi mana pun Kakek Tua itu tidak terlihat sakti. Dari penampilan luarnya, ia terlihat seperti……
Tetapi ada sebuah kalimat jangan menilai buku hanya dari sampul depannya. Artinya, jangan menilai orang lain hanya dengan melihat penampilan luarnya.
“Raja Ular, Nona, Susan ke sana sebentar untuk bangunkan dia ya,” ujar Ular Kecil Putih sambil bersiap berjalan ke arah Kakek Tua itu. Ketika ia baru mau melangkah, aku menyadari di sekitar tubuh Kakek itu ada jaring sihir.
“Susan, hati-hati.”
Melihat ada jaring sihir tidak jauh dari Kakek Tua, aku langsung mengingatkan Susan. Pinggir rok Susan agak terbakar karena benda itu, untung saja bagian-bagian lainnya tidak terluka.
“Nona.”
Susan melangkah mundur. Ia menatapku dengan tatapan kaget. Bagiku ia sungguh aneh, ia seorang manusia super, masa iya seorang siluman ular tidak bisa melihat jaring sihir sementara aku bisa.
Bukan cuma Ular Putih Kecil yang merasa aneh, aku sendiri juga sangat kaget.
“Kekuatan sihirnya sangat kuat, kita sebaiknya jangan terlalu dekat-dekat dengannya,” ujar suamiku melihat jaring sihir yang samar-samar itu. Ini area perlindungan diri Kakek Tua itu, setiap kali ada orang mendekat jaring sihir itu akan muncul. Pantas saja Ular Putih Kecil tidak segera menyadari keberadaannya langsung.
“Kalau begitu kita harus bagaimana?”
Lagi-lagi bertemu orang misterius, dan lagi-lagi tidak bisa mendekati orang itu.
“Tunggu,” jawab Raja Ular datar. Ia kemudian membawaku ke area yang bersih dan menyuruhku duduk.
“Iya, kita tunggu Hua Tuo bangun saja,” jawabku setuju.
“Susan, Penjaga Andrew Bai, kalian juga duduk dan istirahat saja sebentar,” ujarku pada kedua orang itu. Mereka mengangguk penuh hormat dan ikut duduk.
Kami menunggu hingga matahari perlahan tenggelam. Langit sudah mulai gelap, sementara Kakek di gubuk reyot itu tetap saja tidur dengan sangat pulas, bahkan dengkurannya semakin kencang. Ia sesekali juga mengecap-ngecap mulut, nampaknya sedang mimpi makan sesuatu yang sangat enak. Selain itu, Kakek itu tertidur dengan tangan memegang botol bir. Botol bir itu sesekali dimiringkannya dan membuat isi bir tumpah. Tanah di bawahnya sudah basah cukup parah.
“Dingin tidak?” tanya Raja Ular padaku. Malam musim gugur agak dingin dan angin sesekali bertiup.
“Sedikit.” Aku bersandar di bahunya. Ia merangkul bahuku untuk memberi kehangatan.
“Nona, Susan buatkan api unggun agar bisa dapat kehangatan ya,” ujar Susan.
Aku mengangguk, ini ide yang cukup baik.
“Aku juga bantu cari kayu.”
Penjaga Andrew Bai dan Ular Putih Kecil pergi bersama mencari kayu bakar. Api langsung menerangi seluruh penjuru mata angin ketika sudah berhasil dinyalakan.
Suamiku mencarikan tempat yang relatif sejuk buatku dan menyuruhku duduk untuk menghangatkan diri. Rasa dingin barusan hilang sepenuhnya, yang ada kini hanya kehangatan.
Aku menatap Kakek Tua yang masih tertidur. Ia sudah tidur seharian, sungguh jago tidur.
Aku akhirnya tidak bisa menahan rasa kantukku. Aku bersandar di bahu Raja Ular dan terlelap. Satu malam berlalu, dan ketika aku bangun matahari sudah mulai terbit menerangi gunung. Cahayanya berwarna keemas an.
Aku membuka mata dan langsung menatap Kakek Tua. Gila, posisi tidurnya tidak berubah sama sekali. Ia masih terlelap dan berdengkur. Botol birnya sudah tidak ada isi lagi, dan tanah di bawahnya juga sudah kering.
Kalau tidak ada suara dengkuran, orang-orang pasti akan curiga Kakek ini sudah mati.
“Ya Tuhan, nampaknya kalau pun kita menunggu tiga hari tiga malam Hua Tuo juga belum tentu akan bangun. Mari pikirkan cara untuk membangunkannya,” ujarku gelisah.
Raja Ular, Penjaga Andrew Bai, dan Susan langsung menoleh menatapku. Aku tiba-tiba terpikir suatu cara.
“Sudah terpikir, nih lihat baik-baik ya.”
Aku melepaskan diri dari dekapan suami, lalu berjalan masuk ke gubuk reyot.
“Kebakaran, gubuk kebakaran, kebakaran, gubuk kebakaran!” teriakku pada Kakek Tua.
Bisa ditebak, Kakek Tua yang daritadi terlelap puas itu langsung terbangun kaget. Matanya bergerak-gerak ke segala sisi.
“Mana yang terbakar, mana yang terbakar?”
Kakek Tua itu berbicara sendiri dalam kondisi setengah sadar. Ia tampaknya sangat peduli dengan gubuk reyot ini.
Tetapi, di gunung ini memang tidak ada apa-apa lagi selain gubuk reyot ini, jadi jelas gubuk reyot ini adalah hal yang paling penting bagi Kakek Tua itu. Aku menatap Raja Ular, Penjaga Andrew Bai, dan Susan dengan mengharap pujian.
Raja Ular menatapku sambil tersenyum. Ia pasti berpikir, istriku ternyata ada saatnya cerdik juga ya.
Balik lagi ke Kakek Tua, setelah sudah terbangun sepenuhnya dan sadar gubuk reyotnya tidak terbakar sama sekali, ia langsung menatap tidak puas dengan alis terangkat pada wanita misterius bergaun ungu yang cantik jelita di hadapannya dan barusan berteriak-teriak.
“Hei kamu, kalau tidak ada urusan apa-apa jangan membuat keributan di sini. Kami ini mengganggu istirahatku saja, tidurku belum cukup tahu,” tegur Kakek Tua. Ia menguap, lalu kembali berbaring dan melanjutkan tidurnya.
Novel Terkait
I'm Rich Man
HartantoUangku Ya Milikku
Raditya DikaTernyata Suamiku Seorang Sultan
Tito ArbaniThat Night
Star AngelAwesome Guy
RobinLelah Terhadap Cinta Ini
Bella CindyThe Serpent King Affection×
- Bab 1 Didorong ke Jurang (1)
- Bab 1 Didorong ke Jurang (2)
- Bab 2 Terbaring di Atas Tubuh Ular
- Bab 3 Berguling ke Bawah Gunung
- Bab 4 Hei Wanita, Kau Sudah Membuat Masalah Besar Dengan Aku Sang Raja
- Bab 5 Dikelilingi Ular
- Bab 6 Hidup atau Mati
- Bab 7 Terpesona
- Bab 8 Terpancing
- Bab 9 Istana Megah
- Chapter 10 Perlakuan Istimewa
- Chapter 11 Wanita Cantik dari Lukisan Kuno
- Chapter 12 Bisa Lebih Terbuka Lagi
- Chapter 13 Menetap dengan Tenang
- Chapter 14 Tidur Bersama Ular Raksasa
- Chapter 15 Menantang Ular Raksasa
- Bab 16 Tolong Jangan Makan Aku
- Bab 17 Apakah Kamu Menyukai Bentukku Yang Seperti Ini?
- Bab 18 Gagal Kabur
- Bab 19 Janji Tidak Akan Kabur Lagi
- Bab 20 Apakah Kau Benar-Benar Raja Ular?
- Bab 21 Marah
- Bab 22 Senyumanmu Sangat Cantik
- Bab 23 Iri, Cemburu, Dan Benci
- Bab 24 Dibohongi Untuk Keluar
- Bab 25 Pertolongan Dari Ular Putih Kecil
- Bab 26 Pelayan Ular Memohon Ampun
- Bab 27 Memaafkan
- Bab 28 Pikiran Yang Lain
- Bab 29 Berbohong Untuk Kebaikan
- Bab 30 Ini Juga Bisa Terlihat
- Bab 31 Mencari Kesempatan Membunuhnya
- Bab 32 Ditipu ke Dasar Danau
- Bab 33 Hampir Mati Tenggelam
- Bab 34 Mutiara Ular
- Bab 35 Selamat
- Bab 36 Bertemu Ular Putih
- Bab 37 Berjanji Menolong Ular Putih
- Bab 38 Apa Panggilan Ini Pantas
- Bab 39 Senyumannya Mengalihkan Duniaku
- Bab 40 Pertemuan yang Terlambat
- Bab 41 Tidak Tahan Akan Rasa Kesepian
- Bab 42 Pergi Jalan-Jalan
- Bab 43 Perkataan Sindiran
- Bab 44 Amarah Langsung Membara
- Bab 45 Merusak Paras Wajah
- Bab 46 Apakah Pria Ini Vegetarian
- Bab 47 Akan Membuat Mereka Mati Mengenaskan
- Bab 48 Merobek Kulit Wajah
- Bab 49 Meninggalkan Sebuah Bekas Luka
- Bab 50 Dimanjakan
- Bab 51 Kamu Jadi Pacarku Saja
- Bab 52 Mengikuti Pemilihan Selir
- Bab 53 Aku Hanya Orang Yang Sekadar Lewat
- Bab 54 Memasukkan Afrodisiak Ke Dalam Anggur
- Bab 55 Ular Kuning Loreng Yang Besar
- Bab 56 Raja ular, aku ingin, aku menginginkannya
- Bab 57 Akan Menunggu Sampai Hari Itu Tiba Untuk Menyentuhmu
- Bab 58 Ingin Tebusan Darimu
- Bab 59 Meninggalkan Istana Ular
- Bab 60 Perbedaan Kemampuan
- Bab 61 Dibawa Ke Hutan Bambu
- Bab 62 Menanti Pertemuan Denganmu Di Hutan Bambu
- Bab 63 Menyesal Tidak Seharusnya Mengancam Dirinya
- Bab 64 Lepaskan, Raja Memperbolehkanmu untuk Melepaskannya
- Bab 65 Jangan Malu, Bukankah Ini Hanya Mandi
- Bab 66 Mengubah Tubuh
- Bab 67 Diri yang Baru
- Bab 68 Sayangnya Tidak Ada Jika
- Bab 69 Mengantarkan Hadiah
- Bab 70: Bunda Mo Memberikan Anggur
- Bab 71: Bangun Dalam Keadaan Sudah Meninggal
- Bab 72 Mati Dalam Mimpi
- Bab 73 Aduh, Bisa Tidak Jangan Berbicara Terlalu Frontal?
- Bab 74 Suamiku Terlalu Menarik
- Bab 75 Berlilitan Tanpa Henti
- Bab 76 Telah Hamil
- Bab 77 Sang Anak Telah Tiada
- Bab 78 Tidak Berhak Untuk Tetap Disisinya
- Bab 79 Pertengkaran Kami Yang Pertama Kali
- Bab 80 Penemanian Para Wanita
- Bab 81 Kesakitan Yang Mendalam
- Bab 82 Lupa Ingatan Setelah Mabuk
- Bab 83 Selir
- Bab 84 Ketidak Hadiran Pengantin Pria
- Bab 85 Dia Malah Berada Di Ranjangku Saat Malam Pertamanya Dengan Wanita Lain
- Bab 86 Pergi Tanpa Berpamitan
- Bab 87 Membunuh Ular Dan Menjarah Kantong Empedu
- Bab 88 Menghadapi Jalan Buntu
- Bab 89 Penuh Siasat Licik
- Bab 90 Jatuh Ke Jurang
- Bab 91 Jatuh Ke Pelukannya
- Bab 92 Seorang Pria Yang Hangat
- Bab 93 Menghalangi Perjalanan
- Bab 94 Di Dalam Gunung Besar Terdapat Rumah Orang.
- Bab 95 Mimpi Yang Menyeramkan
- Bab 96 Monster Air Di Tengah Sungai.
- Bab 97 Dipaksa Menikah
- Bab 98 Datang Bulan
- Bab 99 Bolehkah Tidak Sebaik Hati Ini?
- Bab 100 Menginap di Desa
- Bab 101 Monster Pemakan Manusia
- Bab 102 Sangat Hebat
- Bab 103 Minum Racun Kalajengking
- Bab 104 Kalau Tidak Senang Sini Gigit Aku
- Bab 105 Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama
- Bab 106 Tujuan Tertentu
- Bab 107 Adegan Tersebut, Melukai Hatiku
- Bab 108 Siluman Kalajengking Beracun
- Bab 109 Padang Salju
- Bab 110 Sejak Kapan Belajar Menjilat Orang
- Bab 111 Keras Kepala
- Bab 112 Hua Tuo di Namsan
- Bab 113 Ada Syaratnya
- Bab 114 Monster Ganas
- Bab 115 Berjanji Memberi Pengobatan
- Bab 116 Mengambil Air Bekas Mandi Peri
- Bab 117 Dua Wanita Cabul
- Bab 118 Boneka Ginseng Berusia Seribu Tahun
- Bab 119 Bercinta
- Bab 120 Keracunan
- Bab 121 Tersipu Malu
- Bab 122 Tertangkap
- Bab 123 Pantang Menyerah
- Bab 124 Mengecap Dengan Besi Panas
- Bab 125 Memohon Padanya
- Bab 126 Rasa Malu
- Bab 127 Pertemuan
- Bab 128 Berpura-Pura Mati
- Bab 129 Bunuh Diri
- Bab 130 Tidak Bisa Kabur
- Bab 131 Paksaan
- Bab 132 Membutakan Sepasang Mata
- Bab 133 Dijual Ke Rumah Bordil
- Bab 134 Ular Hijau Menyelamatkanku
- Bab 135 Dosa Yang Mengerikan
- Bab 136 Hamil Lagi
- Bab 137 Kembali Bersama Suamiku
- Bab 138 Mengambil Mata
- Bab 139 Pulang Ke Istana Ular
- Bab 140 Memanjakan
- Bab 141 Jatuh Cinta Diam-Diam
- Bab 142 Bertengkar Demi Keinginan
- Bab 143 Jika Suatu Hari Nanti, Raja Tidak Ada Di Sisimu
- Bab 144 Pemikiran Lain
- Bab 145 Mencari Kesempatan Untuk Menyerang.
- Bab 146 Terjatuh Kedalam Air.
- Bab 147 Tidak Meninggal.
- Bab 148 Berpura-pura Menyalahkan Diri Sendiri.
- Bab 149 Menempel Padanya.
- Bab 150 Pengakuan Ditolak
- Bab 151 Kembali Kealam Manusia
- Bab 152 Kita Akan Berpisah
- Bab 153 Kepergian Dia
- Bab 154 Dikeluarkan Dari Istana Ular
- Bab 155 Tujuh Bayi Ular
- Bab 156 Mutiara Ular Ajaib
- Bab 157 Para Bayi Ingin Minum Susu
- Bab 158 Mencari Bayi Ular
- Bab 159 Anak-anakku
- Bab 160 Sendiri Mencari Susu Untuk Diminum
- Bab 161 Menjaga Ibu dan Anak Kami
- Bab 162 Kebencian Karena Cinta
- Bab 163 Dunia Ular Dikendalikan
- Bab 164 Cinta Berubah Menjadi Luka
- Bab 165 Bayi Ular Terselamatkan
- Bab 166 Raja Ular, Aku Akan Terus Menunggumu, Selamanya