The Serpent King Affection - Bab 113 Ada Syaratnya

Membangunkannya dari tadi sangat susah, dan sekarang ia malah ingin tidur lagi. Aku jelas tidak akan membiarkannya tidur lagi, karena itu berarti kami harus kembali menunggu entah berapa lama lagi.

“Kakek, tunggu sebentar.” Mendengar responku, Kakek kembali duduk tegak. Ia nampak sangat bingung dengan maksud kedatanganku.

“Gadis Muda, mau bicara apa lagi?” tanya kakek dengan nada tidak sabaran sambil menguap.

“Tidur terlalu lama tidak baik bagi tubuh. Kakek dari tadi sudah tidur sangat lama, lebih baik sekarang Kakek berolahraga atau apa kek, itu lebih baik bagi kesehatan,” jawabku. Kami sudah susah-payah mencarinya, ia tidak boleh tidur. Ia harus bantu kamu.

Ia tertawa mendengar kata-kataku.

“Aha, kamu pasti punya maksud terselubung dengan kalimat barusan ya? Sayangnya Kakek tidak peduli dengan kesehatan Kakek sendiri, Kakek hanya ingin tidur. Pergi kamu, Gadis Muda.”

Ia kembali mengusirku. Aku agak risih.

“Aku tidak akan pergi,” jawabku sambil melipat kedua tangan di depan dada.

“Tidak peduli kamu pergi atau tidak, Kakek tidak punya waktu untuk meladenimu. Aku hanya ingin tidur.”

Ia sama sekali tidak peduli denganku. Ia hanya ingin tidur.

Ah, belum pernah aku bertemu orang tua sekeras kepala ini. Diingatkan tidur terlalu lama tidak baik kesehatan malah tidak mau dengar. Aku benar-benar kesal. Aku berkacak pinggang dengan mata membelalak.

“Hei hei, Penjaga Andrew Bai, nyalakan api, bakar gubuk reyot ini!” ujarku kasar.

“Baik, Nona Isabelle Yao.”

Penjaga Andrew Bai sepenuhnya mendengarkan perintahku. Ia langsung menyalakan api.

Kakek Tua langsung terbangun dari tempat tidurnya.

“Gadis Muda, kalau begini caranya dosamu akan jadi berat. Pertama, kamu tidak membiarkanku tidur. Kedua, kamu membakar rumahku.”

Dari tatapannya, aku bisa merasa Kakek Tua itu heran denganku. Bagaimana mungkin ada gadis muda sekejam ini.

“Kakek salah paham, aku tidak berniat jahat pada Kakek sama sekali kok. Aku dan suamiku dan dua orang lainnya khusus datang ke Southeast Mount untuk mencari Kakek, ada sesuatu yang ingin kami konsultasikan.” Nada bicaraku berubah jadi penuh hormat. Perintahku untuk membakar gubuk ini barusan sebenarnya hanya pancingan saja.

Kakek Tua itu mengalihkan pandangannya ke tiga orang di belakangku.

Raja Ular berjalan mendekat lalu merangkul pundakku. Ia menatap Kakek Tua lekat-lekat.

“Kakek, kami datang ke sini untuk berobat. Kami harap Kakek bersedia membantu kami.”

Nada bicara Raja Ular sangat sopan.

Kakek Tua malah menunjukkan gestur mengusir: “Kalian pergilah, aku sudah tidak praktek beratus-ratus tahun.”

Kakek Tua itu lagi-lagi kembali mau baring!

Aku langsung buru-buru mendekat ke sebelahnya dan melarangnya.

Kakek Tua kaget luar biasa, begitu juga suamiku, Susan, dan Penjaga Andrew Bai. Bagaimana mungkin jaring sihirnya Kakek itu tidak berefek padaku sama sekali?!

“Kakek, kumohon kamu jangan tidur lagi. Kami nanti malah harus menunggu entah berapa hari. Kami berharap Kakek bersedia bantu kami.”

Aku duduk di sebelahnya. Aku baru sadar di mata kakek itu ada seberkas cahaya biru, tetapi cahaya itu seketika langsung hilang.

“Kamu tidak mengerti bahasa manusia ya? Kakek sudah tidak praktik beratus-ratus tahun, jadi sekarang jelas tidak bisa bantu kalian. Kalian lebih balik pulang secepatnya,” jawab Kakek Tua ketus.

Aku menengok ke suamiku. Aku tidak ingin menyerah begitu saja.

“Humph...... Katanya Hua Tuo yang tinggal di Southeast Mount itu sangat lihai mengobati orang, sekarang nampaknya Hua Tuo sudah tidak layak menyandang gelar itu lagi. Ia sudah tidak bisa bantu orang lagi,” ujarku.

“Aiya, ngomong apa kamu ini. Kakek bagaimana bisa tidak layak menyandang gelar itu lagi? Kuberitahu kamu, di dunia ini, belum ada orang yang bisa mengobati penyakit selihai aku.”

Kakek Tua tidak terima kata-kataku. Ia langsung menepuk-nepuk kepalanya sendiri.

“Untuk bisa memercayai hal itu caranya mudah kok, kamu cukup bantu aku berobat dan aku langsung percaya,” jawabku tersenyum. Orang ini memang mudah dipancing.

“Cerdik sekali ya kamu, Gadis Muda, hahaha,” jawab Kakek Tua diikuti tawa lepas. Ia sudah tinggal di gubuk reyot ini ribuan tahun, tetpai belum pernah bertemu orang seunik ini. Ia awalnya ingin menggunakan kekuatan sihir untuk mengusir gadis muda bawel ini, tetapi ia akhirnya tidak melakukannya.

Di mata Kakek Tua, pria di belakang gadis muda itu sepertinya bukan manusia biasa. Baiklah, tidak masalah untuk bantu mereka berobat, tetapi mari cek dulu apakah mereka bisa memenuhi syarat atau tidak.

“Kalau ingin berobat denganku, aku bisa pertimbangkan. Tetapi ada syaratnya, dan kalau kalian bisa memenuhi syarat itu aku pasti akan bantu kalian berobat, bagaimana?” tanya Kakek sembari mengembalikan pandangannya ke aku.

“Kakek, asalkan Kakek bersedia membantu kami, kami pasti mau melakukan apa pun yang Kakek minta. Aku tidak gentar dengan permintaan apa pun,” ujar Raja Ular sambil kembali mendekat.

Kata-kata suamiku ini benar-benar membuatku tersentuh. Aku paham, ia sungguh mencintaiku. Cintanya terlihat dari tatapannya dan perilakunya setiap saat.

“Kalian sungguh serasi ya. Baiklah, begini, asalkan kalian bisa menelusuri dalam-dalam gunung seberang untuk mengambilkan aku air bir yang bagus, aku pasti akan membantu kalian berobat,” jawab Kakek sambil mengambil botol bir kosong

Gunung seberang? Ambil air bir? Jadi di gunung seberang ada air bir? Aku dan suamiku bertatapan bingung?

“Tidak salah, air bir yang aku suka mengalir di tengah gunung layaknya kali kecil. Itu bir yang sepenuhnya alami dan kualitasnya paling baik, yang bisa minum hanya sedikit. Itu bir yang aku mau,” jawab kakek Tua.

“Baik, berikan botol birnya ke kami, kami akan langsung pergi untuk mengambilnya. Nanti saat kami kembali Kakek harus menepati janji Kakek ya.”

Aku mengambil botol bir itu dari tangannya. Aku tidak sabar segera berangkat ke gunung seberang, tetapi sedetik kemudian suamiku menahan tanganku.

“Isabelle Yao, jangan terburu-buru, dengarkan dulu kata-kata Kakek sampai selesai,” ujarnya lembut.

Apa? Memang ia belum selesai bicara? Aku terdiam menatap Kakek Tua.

Kakek Tua tertawa. Ia memang belum selesai bicara.

“Air bir itu tidak bisa diambil semudah yang kau bayangkan, sebab di gunung sana ada seekor monster ganas. Ia disitu bertugas untuk melindungi air bir itu agar tidak diambil orang lain. Jadi, kalian pasti harus menghabiskan waktu dan tenaga yang banyak baru bisa mendapatkannya.”

Apa? Ada monster ganas? Pantas saja Kakek Tua tidak mau melakukannya sendiri, ternyata karena risikonya besar sekali. Meski begitu, aku tetap mengiyakan kata-katanya tanpa pikir panjang.

Novel Terkait

Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu