The Serpent King Affection - Bab 114 Monster Ganas

“Isabelle Yao, kamu tidak perlu khawatir. Aku, si Raja Ular, ada di sampingmu. Kita pasti bisa mendapatkan air bir itu.”

Suamiku sepertinya bisa membaca kekhawatiranku. Ia menatapku dengan penuh kasih sayang.

“Susan juga akan setia menemani Nona sampai bisa mengatasi monster dan mengambil air bir itu kok.”

“Penjaga Andrew Bai siap bersama Raja Ular dan Nona Isabelle Yao berjuang bersama.”

Aku menatap Susan dan Penjaga Andrew Bai dengan penuh rasa terima kasih. Aku bersandar di bahu Raja Ular, hatiku sangat hangat.

“Eh, kalian kan ada banyak orang, kalau begitu tolong bawakan agak banyak ya.”

Kakek Tua kemudian menyerahkan banyak sekali botol kosong pada kami.

Hah, apa-apaan sih Kakek Tua ini? Botol sebanyak ini bagaiamana kami bawanya coba?

“Bagaimana? Kalian tadi bilang tidak akan menyerah, sekarang jadi mau menyerah nih?” ujar Kakek.

“Tidak-tidak, aku tidak akan menyerah kok. Aku hanya merasa botol bir yang Kakek berikan terlalu banyak, minum sebanyak itu tidak baik untuk tubuh,” ujarku sambil mengambil botol-botol itu satu per satu. Susan dan Andrew Bai ikut mengambil.

“Haha, dasar Gadis Muda yang sangat pandai berbelit. Kakek tidak takut sakit, yang Kakek takutkan hanya kekurangan bir,” jawab Kakek Tua. Ia sama sekali tidak peduli dengan tubuhnya, yang ia mau hanya minum, minum, dan minum. Begitulah orang yang sudah kecanduan.

Setelah mengambil semua botol bir itu, Raja Ular menggunakan kekuatan sihirnya untuk membawa aku, Susan, dan Penjaga Andrew Bai keluar dari gubuk reyot.

Satu detik kemudian kami sudah tiba di tempat lain. Ini pegunungan yang penuh dengan kicauan burung dan langitnya sangat biru. Di sekeliling kami semuanya pohon-pohon lebat yagn beraneka ragam.

“Air bir yang mengalir seperti kali kecil yang tadi Kakek bilang di mana ya?” tanyaku.

Kita dari tadi tidak berhasil menemukannya juga.

“Isabelle Yao sudah capek ya? Yuk istirahat dulu, nanti kita lanjut cari lagi.”

Di hadapan kami ada sebuah jalan setapak yang cukup panjang. Kami mencari batu yang cukup bersih dan duduk di atasnya.

“Nona Isabelle Yao istirahat saja dulu, biar aku dan Susan yang keliling dulu,” ujar Penjaga Andrew Bai penuh hormat.

Aku mengangguk sambil mengingatkan: “Hati-hati ya kalian.”

“Baik, Nona,” jawab Susan.

Aku duduk dengan ditemani Raja ular. Ia mengulurkan tangannya dan mengelap keringat di jidatku.

Tidak lama kemudian Ular Putih Kecil dan Penjaga Andrew Bai kembali.

“Raja Ular, Nona Isabelle Yao, aku dan Susan tidak jauh di depan sana menemukan sebuah kali kecil. Di samping kali ada seekor monster raksasa. Sepenglihatanku, kali kecil itulah air birnya,” tutur Penjaga Andrew Bai.

“Iya, iya, tadi Susan juga melihat monster itu dan mencium bau bir,” tambah Susan.

“Suamiku, ayo kita lihat ke sana,” ujarku pada Raja Ular.

“Yuk,” jawabku suamiku sambil mengangguk. Ia menggandengku dan kami mulai berjalan.

Ternyata kali air bir tidak jauh. Di samping kali itu ada monster raksasa sedang tertidur. Badannya berawarna merah dan ia memiliki dua tanduk. Di belakangnya ada pohon-pohon aneh, entah apa namanya. Dari posisi kami berdiri, kami bisa mencim bau bir. Penjaga Andrew Bai dan Susan memang lihai, ini lah kali air bir yang disebut-sebut Kakek Tua tadi.

“Mumpung monster itu lagi tidur, ayo buru-buru ambil air birnya,” ujarku. Aku mau langsung bergegas, tetapi suamiku menahanku.

“Hati-hati.”

Ia takut aku ceroboh.

“Jangan sampai monster itu terbangun ya. Raja Ular takut ia melukaimu,” ujarnya cemas.

Aku mengangguk. Barusan aku memang terlalu terburu-buru, untung ada suamiku.

“Sini dekat-dekat Raja Ular, jangan jalan terpisah.”

Suamiku menggandengku

Monster itu kemudian bergerak. Ia seperti mau terbangun.

“Ah!” Aku berteriak panik. Teriakanku ini benar-benar membangunkannya.

Monster bertubuh merah itu menatap kami dengan sepasang matanya yang juga merah. Dari tatapannya, ia terlihat sangat gusar.

Sekalinya ada orang asing mendekat, monster pasti akan langsung menyerang orang itu. Ia bangkit dari posisi tidurnya, lalu berlari mendekati kami.

Ya Tuhan, bagaimana bisa kabur kalau monsternya sebesar dan secepat ini. Di tengah ketakutanku, ternyata suamiku sudah membawaku terbang ke atas langit.

Penjaga Andrew Bai dan Susan juga ikut, masing-masing dengan kekuatan sihir sendiri.

Monster itu mendongakkan kepala dan menatap kami dengan murka. Ia menghembuskan api dar mulutnya, dan semua benda di sekitarnya yang terkena api langsung berubah jadi aku. Kalau sampai mengenai tubuh orang, orang itu pasti langsung tewas seketika.

“Bagaimana ini? Monster itu sangat ganas, kita kelihatannya sama sekali tidak mungkin bisa mengambil air bir itu,” tanyaku khawatir. Ngomong-ngomong, untung saat mengangkatku terbang tadi suamiku tidak lupa ikut mengangkat botol-botol bir yang tadi kami taruh di tanah saat beristirahat.

“Satu-satunya cara adalah dengan mengalahkan monster itu. Sekarang Raja Ular carikan kamu tempat berlindung yang aman dulu, baru nanti aku lawan monster itu,” ujar suamiku lembut.

Aku semakin lama semakin merasa diriku beban. Monster itu sepertinya sangat sulit ditaklukkan, tetapi suamiku untuk kesekian kalinya rela berkorban bagiku. Bahkan Penjaga Andrew Bai dan Susan saja tidak selevel dengannya. Monster ini lawan terberat dan terkuat kami sepanjang perjalanan ini.

Raja Ular memelukku dan menerbangkanku ke atas sebuah pohon yang sangat besar dan tinggi. Ia kemudian mengaktifkan area sihir di sekitarku untuk melindungiku.

“Isabelle Yao, kamu tenang-tenang duduk di sini, jangan pergi ke mana-mana. Pohom ini sangat tinggi, kamu harus pegang erat dahannya, nanti sesudah monster itu kukalahkan aku ke sini lagi untuk menjemputmu,” pesan suamiku.

“Baik, aku paham. Aku akan tunggu kamu dengan patuh di sini, kamu hati-hati ya,” jawabku.

Suamiku tidak menajwab lagi. Ia mengelus-elus kepalaku.

Setelah suamiku pergi, aku memeluk dahan pohon erat-erat. Aku masih terbayang pemandangan monster itu mengeluarkan api dari mulutnya sambil berlari mendekati kami. Kejadian barusan itu sungguh menakutkan.

Raja Ular, Penjaga Andrew Bai, dan Susan mengerahkan segenap kekuatan mereka untuk menyerang monster. Tetapi monster itu tidak kalah-kalah juga, bahkan semakin lama semakin ganas.

“Hati-hati, suamiku!” Melihat monster ganas itu berlari ke arah suamiku, aku kelepasan berteriak.

Teriakanku ini membuat monster itu menyadari keberadaanku di atas pohon. Ia berbalik badan, lalu berlari ke arah pohon tempatku berlindung.

Novel Terkait

Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu