The Serpent King Affection - Bab 116 Mengambil Air Bekas Mandi Peri

Kakek Tua bilang pikirannya selalu terngiang air bir yang menyerupai kali kecil itu. Kalau tidak ada monster ganas yang menjaga air bir itu, ia sungguh ingin tinggal di sana agar setiap hari bisa minum sepuas-puasnya.

Mendengar perkataan Kakek Tua, suamiku tertawa menatapku.

“Kakek tenang saja. Asalkan Isabelle Yao sembuh, kami akan langsung memberitahu Kakek bagaimana caranya menghadapi monster itu dan mengambil bir yang banyak,” jawabnya datar.

“Baiklah kalau begitu. Kembali ke topik awal, penyakit Gadis Muda ini bukannya tidak bisa disembuhkan, namun hanya agak susah saja,” jawab Kakek sambil mengelus-elus jenggot.

“Kakek, ini sungguhan? Penyakitku benar-benar bisa disembuhkan?”

Berita ini sungguh sebuah angin segar buatku. Yang dikatakan suamiku ternyata benar, selama masih ada harapan, walau sekecil apa pun harapan itu, janganlah pernah menyerah. Aku sangat bersemangat menanti jawaban Kakek Tua.

“Wah Nona, itu luar biasa sekali.” Bahkan Susan saja ikut bahagia. Ia berjalan mendekatiku.

Aku mengangguk dan menggenggam tangannya erat-erat.

“Jelas sungguhan dong. Tetapi kalian jangan senang dulu, sebab Kalau mau sembuh kalian harus mengambil beberapa barang untuk dicampur dan dijadikan obat.”

“Katakan saja apa barang-barang itu, Kek. Aku pasti akan mengambilkannya,” jawab suamiku bersungguh-sungguh.

Tetapi jawaban Kakek Tua mencengangkan: “Barang-barang ini hanya bisa diambil sendiri oleh Gadis Muda. Kamu tidak bisa membantunya.”

“Oh begitu? Mengapa?” tanya suamiku sembari mengernyitkan alis.

“Karena barang untuk pengobatan yang pertama ini adalah mengambil air bekas mandi peri.”

“Hah?”

Mendengar kata-kata Kakek Tua, kami berempat tercengang kebingungan.

Kami tidak salah dengar, yang Kakek Tua katakan memang air bekas mandi peri. Aku membayangkan, kalau pun air itu bisa menyembuhkan penyakit, tapi air itu bagaimana pun juga air bekas mandi. Memang air bekas mandi bisa diminum? Aku sangat jijik.

“Kalau tidak ada air bekas mandi peri ini obatnya tidak lengkap. Maka dari itu tadi aku bilang kalau mau sembuh sangat ribet,” jawab Kakek menenangkan kegelianku.

Ini……

Setelah ragu-ragu beberapa saat, aku memutuskan tetap mematuhi instruksi Kakek.

“Aku menyanggupinya, aku akan mengambil air bekas mandi peri,” jawabku yakin.

“Nona, aku temani kamu,” ujar Susan.

Aku menganguk. Kalau tidak bisa ditemani suamiku, ditemani Susan juga oke.

“Suamiku, di sini ada Susan menemaniku, kamu tidak usah khawatir. Kami pasti akan berhasil mengambilnya,” ujarku menenangkan Raja Ular.

“Isabelle Yao yakin mau coba ambil air bekas mandi peri?” tanya ia lembut sambil mengelus-elus rambutku.

Aku mengangguk penuh keyakinan.

“Baik kalau begitu, hati-hati ya.” Suamiku menghargai kekerasan hatiku.

“Oke,” jawabku.

“Susan, jaga dia baik-baik ya,” perintah suamiku pada Susan. Meski kekuatan sihir Susan tidak begitu kuat, tetapi ia orang yang baik, jadi bisa diandalkan. Suamiku agak lega.

Raja Ular kemudian memberikan secarik kertas padaku.

“Kalau ada bahaya, lempar saja kertas ini ke tanah, Raja akan langsung muncul untuk menolong kalian,” ujarnya.

“Paham,” ujarku sambil mengambil kertas itu.

“Botol bir ini bisa membawa kalian ke langit, kemudian sisanya bergantung kalian sendiri,” ujar Kakek Tua sambil menyerahkan sebuah botol bir padaku.

Aku berpamitan pada suamiku, lalu bersama Susan menginjak botol bir itu untuk berangkat.

Botol bir itu ternyata bisa berubah jadi besar. Aku dan Susan terbang menembus awan, lalu tidak lama kemudian kami berhenti di sebuah tempat yang agak berkabut.

Aku dan Susan turun dari botol bir. Kami mengamati pemandangan sekitar kami. Di balik kabut yang pudar ada beberapa paviliun yang indah dengan ditanami bunga segar di sekitarnya. Pemandangan ini sangat indah.

“Wah, di sini indah sekali Nona.”

“Iya, ini lah surga, luar biasa indah ya,” jawabku.

“Ayo kita ke sana lihat-lihat. Hati-hati ya, jangan sampai keberadaan kita diketahui orang lain,” ajakku dengan diikuti anggukan Susan.

Di hadapan kami terbentang sebuah taman buah. Taman itu dipenuhi bunga persik yang besar dan kemerahan. Buah-buah itu pasti lezat, penampilannya saja sudah sangat menggoda.

“Nona, di dalam taman buah ada orang.” Susan menarikku bersembunyi di balik salah satu pohon persik. Dari situ kami mengamati sekelompok perempuan berjalan melewati kami. Masing-masing perempuan membawa satu keranjang bambu. Mereka nampaknya tidak menyadari kehadiran aku dan Susan.

“Mereka sudah pergi, sekarang kita cari kolam pemandian mereka,” ajak aku.

“Baik, Nona.”

Aku dan Susan terus berjalan ke depan.

Baru beberapa langkah, kami melihat sekelompok tantara langit sedang berpatroli ke arah kami. Akun dan Susan buru-buru mengumpat di balik salah satu paviliun dekat kami. Derap langkah mereka yang semakin kencang membuat jantungku deg-degan tidak karuan.

Wah, nampaknya kehadiran kami diketahui mereka. Bagaimana ini?

Tetapi suara derap langkah mereka lama-lama memelan juga. Aku membuang nafas panjang, untung saja kami tidak tertangkap basah oleh mereka.

Aku dan Susan melanjutkan pencarian kolam mandi para peri. Surga ini sangat luas, siapa yang tahu di mana ada kolam mandi? Kami sudah mencari cukup lama dan tidak ketemu juga. Hatiku agak muram.

“Nona jangan muram, kita pasti bisa mencari kolam pemandian dan mengambil air bekas mandi peri kok.” Melihat ekspresiku, Susan buru-buru menenangkanku. Aku mengangguk. Susan tidak salah, kami pasti akan menemukannya.

Kata-kata Susan tadi menjadi penyemangat bagi kami. Langkah kaki kami semakin cepat. Tidak lama kemudian, kami mendengar suara tawa sekelompok perempuan. Setelah dilihat-lihat, ternyata mereka sekelompok perempuan yang tadi berjalan di hadapan kami, dan mereka semua…… mereka semua peri!

Keranjang bambu yang mereka pegang isinya pakaian baru. Mereka pasti ingin mandi.

Kalau kami buntuti peri-peri ini, kami pasti tidak lama lagi akan sampai di kolam mandi.

Aku dan Susan bertatapan, pikiran kami sama. Kami berjalan membuntuti mereka.

Mereka akhirnya tiba di sebuah kolam mandi yang sangat luas. Bau air kolamnya sangat harum, dan di permukaannya mengapung bunga-bunga beraneka warna yang memanjakan mata. Kalau bisa, aku bahkan ingin mengajak Susan mandi bersama di kolam itu. Tetapi kami harus ingat kami punya misi. Kami tidak boleh berpikiran yang tidak berhubungan dengan misi.

Aku dan Susan bersembunyi di balik bebatuan dekat kolam mandi itu. Kami terus mengintip para peri bersiap mandi.

Sekelompok peri itu kemudian melepaskan pakaian masing-masing dan masuk ke kolam mandi. Wah, ternyata beginilah tubuh peri. Warna kulitnya seputih salju dan lekukan tubuhnya sangat sempurna. Aku dibuat terkesima melihatnya. Aku yang sama-sama perempuan saja sudah mau mimisan, apalagi kalau aku laki-laki coba?

Novel Terkait

Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu