The Serpent King Affection - Bab 118 Boneka Ginseng Berusia Seribu Tahun

“Susan dengar, Nona,” jawab Susan. Berarti pendengaranku tidak salah, memang benar-benar ada suara.

Tiba-tiba terdengar suara yang lucu dari bawah: “Kakak, kamu sedang memanggil-manggil kami ya?”

Aku menunduk mencari asal suara, dan ternyata tanpa kusadari di bawah kami sudah berkumpul banyak sekali boneka ginseng. Kulit mereka putih dan mereka bisa berbicara, alangkah lucunya!

“Wah, kalian banyak sekali jumlahnya, Boneka Ginseng. Kalian sangat lucu!”

Aku berjongkok dan memeluk beberapa boneka ginseng. Mereka sangat lucu hingga tidak bisa dideskripsikan.

“Suamiku, cepat sini lihat Boneka Ginseng! Mereka lucu sekali!”

Aku sangat suka boneka, dan sekarang aku berkesempatan memeluk boneka yang bisa bicara. Aku benar-benar gembira.

“Kakak, kamu cantik sekali.”

Beberapa Boneka Ginseng merangkak ke tubuhku.

Pujian mereka membuat hatiku terbang tinggi. Aku bahkan lupa tujuanku sebenarnya adalah mencari satu Boneka Ginseng berusia ribuan tahun, bukan bermain dengan semua dari mereka.

“Kalian juga sangat lucu. Kakak sangat suka kalian.”

Aku mengelus-elus kepala para Boneka Ginseng, lalu memerintah suamiku, yang daritadi berjongkok di samping: “Suamiku, cepat keluarkan permen-permen untuk para Boneka Ginseng.”

Suamiku senyum-senyum sendiri. Wanita yang ia cintai ini memang sangat lemah pada anak kecil. Untung saja Boneka Ginseng baik hatinya, kalau tidak istrinya pasti sudah diapa-apakan mereka.

Raja Ular kembali dengan membawa permen yang banyak sekali jumlahnya. Ia memberikan semuanya pada para Boneka Ginseng.

“Terima kasih atas permen-permennya, Kakak,” ujar satu per satu Boneka Ginseng sambil mengambil permen yang diberikan. Mereka sangat tahu sopan santun. Mereka kemudian duduk di atas batu besar sambil menikmati permen. Sungguh sekelompok makhluk yang patuh layaknya anak kecil.

Aku membayangkan dalam hati, kalau suatu hari nanti aku dan Raja Ular punya anak, mungkinkah anak kami bisa selucu ini? Pasti bisa seharusnya…...

“Kalian pelan-pelan saja makannya, kami di sini masih punya banyak, ya kan suamiku?” Aku memberikan lebih banyak permen lagi pada mereka. Boneka Ginseng senang, aku juga senang.

“Oh ya, Kakak, kalian ke sini untuk apa? Kalian ingin bermain dengan kami jadi memberikan kami banyak makanan enak atau apa?” tanya salah satu Boneka Ginseng sambil tetap menikmati permennya. Boneka Ginseng yang satu ini agak berbeda dengan yang lainnya. Boneka Ginseng lain berwarna putih salju, sementara yang satu ini agak kemerah-merahan. Kalau tubuhnya tidak menyerupai ginseng, ia pasti sudah jadi boneka sungguhan. Ia duduk di posisi paling tengah.

Iya ya, kami dari tadi lupa bahwa tujuan kami ke sini adalah mencari sebuah Boneka Ginseng berusia seribu tahun. Aku terlalu terpesona dengan kelucuan mereka sampai lupa tujuan awalku.

“Kakak…… Kakak kemari untuk mencari sebuah Boneka Ginseng berusia seribu tahun. Kakak sakit, dan Hua Tuo bilang Kakak harus mencari Boneka Ginseng dengan usia tersebut kalau mau sembuh,” ujarku jujur.

Mendengarku berkata begini, semua Boneka Ginseng berhenti memakan permen. Mereka kini menatapku lekat-lekat.

“Kalian semua jangan khawatir, kalian sangat lucu jadi Kakak tidak mungkin menyakiti kalian. Kakak tidak cari Boneka Ginseng berusia seribu tahun lagi kok.” Aku mengulurkan tanganku mengelus-elus kepala mereka. Boneka Giseng ternyta selucu ini, mana tega aku memakan mereka. Aku memutuskan menghentikan pencarianku.

Tiba-tiba suamiku merangkul pinggangku.

Ia dari awal sudah bisa menebak, aku begitu suka dengan Boneka Ginseng dan hatiku baik, jadi aku tidak akan tega memakan mereka.

Para Boneka Ginseng saling bertatapan satu sama lain. Mereka tahu Kakak yang memberi mereka permen ini bukan orang jahat.

Kemudian Boneka Ginseng yang tadi mengajakku bicara berjalan mendekat. Ia memanjat ke telapak tanganku.

“Kakak, aku lah Boneka Ginseng berusia seribu tahun. Kakak bawa aku saja.” Boneka Giseng itu menatapku lekat-lekat. Kulit putihnya dan bibirnya kemerahan, matanya bulat, sungguh lucu.

Aku dan suamiku bertatapan satu sama lain, kemudian kembali menatap Boneka Ginseng itu.

“Boneka Ginseng……”

Boneka Ginseng sangat lucu, aku tidak tega memakan dia.

“Tidak apa-apa, Kak. Asalkan Kakak bisa sembuh, aku rela mengorbankan diriku sendiri kok,” jawabnya yakin.

Boneka Ginseng ternyata bukan cuma lucu, tapi juga sangat pemurah hati. Aku tersentuh hingga meneteskan air mata.

“Terima kasih, Boneka Ginseng.” Aku tidak tahu harus berkata apa lagi.

“Kakak, kalau Kakak tidak tega memakanku dalam bentuk seperti ini, aku berubah bentuk deh.”

Boneka Ginseng itu kemudian berubah jadi ginseng yang sesungguhnya. Ia tidak berbicara lagi.

Aku mengelus-elus ginseng itu, lalu memeluknya.

“Kakak jangan khawatir, Boneka Ginseng berusia seribu tahun baik kok, ia rela berkorban untuk orang lain. Ia sosok panutan kami,” ujar para Boneka Ginseng lainnya.

“Terima kasih semuanya, Kakak sayang kalian semua,” jawabku mengangguk.

“Yuk kita pulang,” ujar suamiku lembut sambil menarik tanganku.

Setelah berpamitan dengan para Boneka Ginseng, kami kembali lagi ke gubuk reyot.

Kakek Tua lagi-lagi harus kubangunkan dengan aroma bir yang menyeruak dari botol bir.

“Wah, kamu berhasil mengambil Boneka Ginseng berusia seribu tahun?” tanyanya sambil menguap.

Aku tidak rela menyerahkan ginseng yang ada dalam dekapanku ke tangan Kakek Tua. Ginseng ini bukan ginseng curian, melainkan ginseng yang menyerahkan dirinya sendiri padaku. Ini membuatku semakin tidak tega menyakitinya. Aku masih terus teringat penampilannya saat masih bisa bicara tadi.

“Berikan padaku.” Kakek langsung mengambil ginseng itu dari dekapanku.

“Benar-benar Boneka Ginseng berusia seribu tahun,” responnya sambil mengelus-elus jenggot.

“Kakek, bisa kah tidak memakai Boneka Ginseng ini sebagai campuran obat? Boneka Ginseng ini sangat lucu, aku……” Hatiku sangat iba.

“Tidak bisa, campuran obat ini tidak boleh ada yang kurang. Kakek buat dulu ya obatnya, setelah itu Kakek bisa minum bir lagi deh, hahaha. Kalian tunggu di sini ya.”

Kakek kemudian tertawa sambil bergegas ke belakang gunung. Kami diam menunggunya di gubuk reyot.

Novel Terkait

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu