The Serpent King Affection - Bab 115 Berjanji Memberi Pengobatan

Aku terperangah dan kaget setengah mati. Kedua lututku gemetar hebat.

Suamiku berteriak: “Isabelle Yao, jangan panik, jangan lepaskan peganganmu dari dahan!”. Ia kemudian terbang ke pohon tempatku berdiam dan memegang pinggangku.

“Suamiku…”

Aku berlindung dalam dekapannya sambil terus memerhatikan monster itu. Ia mendongakkan kepala dan berteriak-teriak tidak jelas pada kami, lalu memuntahkan api ke arah kami. Untung Raja Ular sangat sigap dan langsung membawaku pindah ke pohon lainnya. Pohon yang barusan kami naungi sudah langsung terbakar dan rubuh oleh api dari mulut monster. Monster itu kemudian memuntahkan api ke pohon yang sekarang kami naungi, dan kami lagi-lagi sudah pindah ke pohon lainnya. Begitu terus berulang-ulang. Monster itu tidak hanya memuntahkan api, tetapi juga menabrakkan tubuh raksasanya ke setiap pohon. Daun-daun pohon tidak henti berguguran.

Aku lama-lama putus asa menghadapi monster yang tidak mati-mati dan sangat lihai ini.

Tiba-tiba aku dan Raja Ular menyadari sesuatu. Setiap kali monster itu berhenti memuntahkan api pada kami, ia selalu menunduk dan terlihat memakan sesuatu. Setelah kuamati dengan cermat, ternyata ia memejamkan matanya sambil memakan daun-daun yang gugur ke tanah. Satu daun, dua daun, ia terlihat sangat menikmati.

Aku dan Raja Ular bertatapan satu sama lain. Makhluk ini rupanya suka makan daun, kalau begitu kita lemparkan saja daun-daun padanya untuk mengalihkan perhatiannya dari kami.

“Suamiku, bagaimana kalau kita lemparkan ia lebih banyak daun lagi? Kita manfaatkan momen ini untuk mengambil air bir,” ujarku pelan pada Raja Ular. Pandanganku terus bertahan di monster yang sekali makan daun langsung melupakan segalanya ini.

Makhluk apa pun, tidak peduli seberapa kuatnya, pasti juga kelemahan. Sekalinya kelemahan itu ditemukan, lawannya pasti tidak akan kesulitan mengalahkannya.

Aku dan suamiku kemudian memetik daun-daun pohon dan melemparkannya ke arah monster itu. Sementara itu, Susan dan Penjaga Andrew Bai pergi ke sisi kali air bir untuk mengambil air bir. Mereka berbagi tugas, jadi tidak lama kemudian seluruh botol bir sudah terisi semua.

Kami berempat akhirnya menyelesaikan misi dan kembali ke gubuk reyot.

“Aih.”

Saat baru sampai tadi, aku mendengar suara mendengkur yang sangat kencang. Aku sungguh tidak paham mengapa orang ini begitu jago tidur.

“Kakek, sudah bangun ya.” Aku mendekati Kakek Tua. Ia tidak memberi respon sama sekali, sepertinya ia ingin lanjut tidur.

“Minum birnya Kek, sudah diambilkan banyak nih,” ujarku.

“Bir? Bir dari mana?”

Selain gubuk reyot ini, nampaknya yang dipedulikan kakek hanya bir.

“Hehehe……” Aku tidak bisa menahan tawa.

“Gadis muda, kamu menertawakan apa? Bir Kakek sudah kalian ambilkan belum? Jangan tipu Kakek ya.” Kakek mengucek-ucek matanya lalu bangkit berdiri. Ia menguap di depanku.

“Mana mungkin kami menipu Kakek. Penjaga Andrew Bai, Susan, ambilkan botol-botol birnya ke sini,” ujarku pada Penjaga Andrew Bai dan Susan.

“Baik, Nona,” jawab mereka berdua serentak. Mereka meletakkan botol-botol bir itu di samping kakek.

“Lihatlah Kakek, kami sama sekali tidak menipumu. Kami benar-benar mengambilkan air bir untukmu,” ujarku. Aku memberikan beberapa botol pada Kakek,

Kakek membuka tutup botol dan aroma harum langsung memenuhi lubang hidupnya. Ia menghirup aroma itu dalam-dalam.

“Ternyata sungguhan ya. Wah, bau ini, sungguh memikat, sungguh memikat,” ujar Kakek puas. Ia mulai meminum bir-bir itu, satu botol demi satu botol. Tidak beberapa lama kemudian beberapa puluh botol langsung kosong. Aku dalam hati bertanya-tanya, bagaimana bisa ia minum sebanyak itu sekaligus?

“Kalian bagaimana caranya bisa dapat air bir itu? Monster itu bukannya sangat perkasa? Bir sebanyak ini diminum lama-lama juga tidak akan habis,” jawab Kakek sambil kembali minum satu botol lagi.

“Sepertinya Kakek sudah minum cukup banyak, kalau minum lebih banyak lagi nanti malah tidak baik untuk tubuh. Sisa birnya simpan untuk besok ya Kek, ya kan suamiku?” ujarku sambil melirik Raja Ular. Raja Ular mengangguk setuju pada trikku. Ia jelas paham alasan lain dari kata-kataku ini.

“Gadis Muda kalau berbicara selalu pakai basa-basi ya. Langsung katakan saja apa yang kamu ingin katakan.”

Kakek Tua sepertinya paham dengan maksud terselubungku.

Aku mulai mengungkapkan maksud itu.

“Aku hanya takut Kakek setelah minum banyak malah lupa mengobatiku. Setelah Kakek mengobatiku, aku akan beritahu Kakek bagaimana bisa mengambil air bir sebanyak itu.”

Aku mengingatkannya lagi bahwa maksud kedatangan kami adalah mencari pengobatan.

“Hahaha, ternyata ini toh. Baik, baik, karena kalian sudah menepati janji, Kakek juga tidak akan melanggar kesepakatan,” jawab Kakek sambil tetap melihat botol-botol bir yang masih tersisa.

“Ulurkan tangan,” perintah Kakek sambil merapikan pakaiannya dan duduk melipat kaki di tanah.

Aku dengan gembira mengulurkan tanganku padanya. Kakek memejamkan mata sambil meraba-raba pembuluh darah tanganku. Ia juga mengelus-elus jenggot putihnya dengan tangannya yang satunya lagi. Ia terlihat sangat serius.

“Gadis Muda, kamu datang ke mari karena ingin punya anak ya?” tanya Kakek.

Aku mengangguk. Aku memang dari dulu ingin sekali punya anak.

“Kamu suaminya ya?” tanya Kakek pada Raja Ular.

“Benar,” jawab Raja Ular datar.

“Kamu pasti tahu ia keguguran karena tubuhnya pernah luka kan?” tanya Kakek lagi.

Suamiku menjawab datar: “Iya, dia pernah sekali jatuh dari tebing curam. Sejak saat itu setiap kali mengandung ia keguguran.” Ia tahu kejadian itu.

“Kamu juga seharusnya tahu penyakitnya ini sangat sulit disembuhkan jadi kalian sangat sulit bisa punya anak kan?” ujar Kakek.

“Aku tahu, tetapi dengar-dengar Hua Tuo di Namsan itu sangat lihai menyembuhkan orang, jadi aku membawanya ke sini. Aku masih berharap Hua Tuo bisa menyembuhkannya. Kakek punya permintaan apa pun silahkan katakan kapan pun, aku pasti akan menepatinya,” jawab Raja Ular sekalian memuji Kakek Tua.

“Hahaha. Satu-satunya hobi Kakek hanya minum bir, hal-hal lainnya Kakek tidak tertarik. Dulu Kakek bahkan berulang-kali turun dari langit hanya untuk mengambil bir. Kakek akhirnya memutuskan menetap di gubuk reyot. Asalkan ada gubuk reyot dan bir, Kakek pasti merasa jauh lebih bahagia daripada di langit. Jadi, kalau berbicara permintaan, Kakek hanya meminta kalian memberitahukan pada Kakek bagaimana menghadapi monster itu dan mendapat bir sebanyak tadi. Kakek sendiri sudah terluka oleh monster itu berkali-kali. Untung saja Kakek paham ilmu pengobatan, kalau tidak dari dulu pasti sudah mati.”

Novel Terkait

Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
5 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu