Baby, You are so cute - Bab 236

Joanne Gu mengenggam tangan mungil kedua anak sampai membuat mereka menangis kesakitan.

Mata Joanne Gu lembap dan hampa, Joanne Gu tidak merasa apa salahnya dia tidak berperasaan, ini juga diajarkan olehnya, belajar dari dia.

Tapi......

Ada sebuah suara di lubuk hatinya, kalau kali ini dia benar-benar pergi selamanya, kesempatan terakhir anak-anak untuk bertemu dia pun tidak ada, tidakkah dirinya yang jadi ibu ini terlalu sadis?

“Joanne, kak Wilson mohon sama kamu, jangan tidak berperasaan seperti ini.”

Hati Joanne Gu ambruk.

Dia menggandeng anak-anak dan membalikkan badan, Leon Shen menatapnya dengan tenang.

Tatapan mereka saling bertemu, Leon Shen membalikkan badan menuju ke arah pintu keluar, serta berkata kepadanya : “Telepon aku jika ada apa-apa.”

Joanne Gu merasa berterima kasih, sebenarnya takut melihat kekecewaan dari tatapannya.

Pria ini mengajarinya banyak sekian tahun ini, berharap Joanne Gu bisa keluar dari masa lalu, mandiri dan bebas.

Di saat-saat yang penting sekali, Leon Shen selalu toleran, merupakan kelembutan yang hanya ada pada seorang pria, sangat menghormati Joanne Gu.

……

Di luar ruang UGD rumah sakit.

Ice Cream membawa adik duduk di kursi, sambil sesekali matanya tertuju ke pintu ruang operasi yang tertutup rapat.

Di bawah satu per satu cahaya lampu lorong, Joanne Gu berdiri di sisi lain, bentuk tubuhnya terbentuk jelas oleh berkas cahaya.

Wilson Wen mengerutkan dahi dan mengungkit soal pembuluh darah otak Charlie Shen yang pernah bermasalah di satu tahun yang lalu.

Joanne Gu hanya diam saat mendengar itu, walaupun tidak bersuara, tapi dalam hatinya mengomel “dasar brengsek tua yang tidak berguna”.

Apa maksudnya pingsan?

Terkejut atau merasa ada dua anak dia di dunia ini begitu tidak disangka dan tidak mampu menerima?

Dia bertemu dengan dua anak ini juga merupakan kehendak Tuhan.

Leon Shen sudah menghadang orang-orang yang diutus Charlie Shen untuk membuntuti, kelihatan sudah akan berhasil pergi jauh ketika sampai di terminal, tapi malah dengan kebetulan sekali Little Ice Cream menubruk dia yang datang dengan bus, mungkin tanpa disadari ada kehendak Tuhan antara ayah dan anak ini.

Setiap hari dia was-was, selalu mencegah dengan susah payah, namun pada akhirnya tetap tidak berhasil dicegah.

Hening sesaat setelah mengobrol sebentar.

Wilson Wen lanjut menanyakan soal dua anak tersebut.

Joanne Gu tahu akan ada detik ini, ada Ice Cream yang bertampang demikian di depan mata, dia tidak bisa mengelak lagi.

Ia hanya menjawab singkat : “Namanya juga sebab jodoh, panjang jika dibicarakan.”

Wilson Wen tidak bertanya lagi, tunggu Charlie sadar, akan lebih baik dia yang sebagai ayah kandung menanyainya dengan jelas.

......

Hampir empat jam kemudian, pintu ruang operasi tersebut terbuka.

Joanne Gu membawa anak-anaknya untuk menepi, takut keadaan dia yang selesai operasi akan mengejutkan anak-anak.

Sekembalinya mereka dari membeli minuman.

Charlie Shen sudah dipindahkan ke ICU VIP.

Mengenai bagaimana pembuluh darah otaknya itu, Joanne Gu tidak bertanya ke dokter, wajahnya begitu dingin dan cuek, melihat kepalanya tidak dibalut kain kasa putih, pasti belum mati.

Kalau tidak mati, apa hubungannya dengan dia?

Joanne Gu berkata kepada Wilson Wen : “Kak Wilson, kalau tidak ada apa-apa lagi, aku bawa anak-anak pergi.

Ice Cream tidak ingin pergi, tapi juga tidak berani diketahui oleh ibu, dia menengadahkan kepala menatap Wilson Wen dengan mata besar, berharap teman dari ayah tidak bergunanya itu bisa berbicara sesuatu.

Wilson Wen tidak menyadari tatapannya.

Tapi memang dia sendiri juga bermaksud demikian, dengan serius ia mengeluarkan hasil CT Scan dan menunjuk gambar yang tidak dimengerti Joanne Gu : “Masih belum lewat dari masa kritis, kamu lihat pembuluh darah ini, satu tahun yang lalu sudah pernah bermasalah, dan sekarang juga ditambal-tambal lagi, Joanne, kamu lihat yang jelas, kakak tidak membohongi kamu, Charlie benar-benar belum lewat dari masa kritis, kalau kamu bawa anak-anak pergi di saat ini, Charlie tidak akan mampu menerima pukulan tersebut.”

Wanita yang lugu tersebut melototi gambar itu dengan mata membelalak, hatinya kembali mulai merasa takut, serba salah.

Tapi juga takut kalau darah tersebut naik lagi dan memecahkan pembuluh darahnya, bagaimana?

Diam-diam dia melahirkan anaknya, sekarang ia agak merasa bersalah, kalau membawa anak-anak pergi secara paksa dan membuat dia emosi sampai mati, maka dosanya semakin besar.

“Aku tinggal sebentar lagi, kalau dia sudah sadar, kak Wilson jangan menghalangi aku lagi!” Ujar Joanne Gu dengan tegas.

“Baik, Joanne.”

Wilson Wen membalikkan badan masuk ke kamar pasien, ia tutup pintunya dan berjalan ke samping ranjang menundukkan kepala, tanpa bisa menahan diri ia menendang kaki ranjang, lalu membentak orang yang tidak sadarkan diri di ranjang : “Sialan, jangan suruh aku membujuk istrimu lagi! Salah, mantan istri……punya putra dan putri yang lengkap, iri sekali, tapi kamu malah dengan sialannya berbaring di sini! Orang yang menyebalkan!”

Selesai mengomel dan menendang, Wilson Wen membungkukkan badan melihat, ranjang tersebut bergoyang sedikit, dia langsung memegang ranjang tersebut agar stabil kembali.

Lalu menoleh melihat monitor, takut tadi ada kena selang-selang yang tersambung ke tubuhnya.

Pria yang tampak tenang di atas ranjang, kepucatannya susah untuk menyembunyikan wajah tampannya.

Beberapa bulan lagi sudah memasuki 37 tahun, harus Wilson Wen akui, Charlie tidak tampak tua, sisi kematangan dan dewasa seorang pria tertampil di wajahnya dengan jelas.

Kalau sekian tahun ini dia tidak menyiksa tubuhnya sendiri dengan sesuka hati, mungkin akan kelihatan lebih muda lagi.

Empat tahun ini dia banyak minum bir, satu tahun yang lalu adalah yang terparah.

Kalau pria ini bisa seperti Wilson Wen yang hampir tidak menyentuh yang namanya perasaan, tidak memikirkannya, melainkan merehabilitasi diri sendiri, menikmati hidup, hidup dengan leluasa, tidak ada wanita di sisi juga tidak masalah.

Namun Charlie malah pernah merasakan cinta.

Orang ini kelihatan sulit ditebak, tapi sebenarnya sangat ekstrem.

Pria yang keras dan maskulin, dengan adanya sentuhan kelembutan wanita dan melalui masa-masa yang hangat, maka hidupnya akan menjadi berantakan sekali meninggalkan seorang wanita.

Punya rumah namun tidak ada keluarga, kehidupan juga tidak seperti kehidupan.

Sampai akhirnya ia menyendiri, ia tenggelam dalam permainan persaingan uang dan kedudukan, menang dan kalah, semuanya menjadi bagian hidupnya.

Di mata orang dia itu begitu tinggi dan mulia, namun di mata sahabat baiknya seperti Wilson Wen, hidup orang ini begitu hampa.

Untungnya Tuhan melihat semuanya.

Wilson Wen berjalan ke samping jendela, dengan hening ia menatap cahaya matahari awal musim gugur di luar jendela sambil menghela nafas dalam-dalam, teringat dengan dua anak di luar kamar pasien, hatinya bergejolak hingga memejamkan mata.

……

Joanne Gu duduk di bangku lorong, ia merapatkan bibir dengan wajah penuh masalah hati.

Di satu lantai ini tidak begitu ada orang, bangku yang panjang menjadi tempat bermain seru untuk anak-anak.

Ice Cream menemani adik bermain sebentar, kemudian ia duduk di sebelah ibu, memandang ibu yang sedang bersandar dan memikirkan sesuatu.

“Little Ice Cream, jangan memanjat di situ, bangku itu keras, ibu sudah pernah bilang, benar tidak?”

Joanne Gu bangkit berdiri dan melambaikan tangan ke anak kecil yang main-main di bangku.

Little Ice Cream memeluk boneka barbienya, dengan ketawa-ketiwi ia lari ke tempat ibu dan lari lagi ke sana, bolak balik, tampak senang sekali.

“……”

Joanne Gu bangkit berdiri dan mendekat, menepuk bokongnya, serta menggendong dia kembali.

“Lihat kakak begitu patuh!”

“Ibu……”

“Jangan panggil aku, tidak patuh. Lihat baju sampai kotor.”

“Ibu, Little Ice Cream ingin makan permen susu, permen susu, permen……”

Joanne Gu merasa benar-benar hangat oleh suara lucunya, diambilnya dua permen dari tas, satu orang satu.

Little Ice Cream merebutnya, langsung ia masukkan ke mulut sebelum bungkusan dilepas habis.

Ice Cream menggeleng, tidak makan.

Sambil mendudukkan putrinya ke pangkuan untuk mengikat rambutnya, Joanne menoleh melihat putranya.

“Kenapa?”

“Mami, aku tidak apa-apa.”

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu