Revenge, I’m Coming! - Bab 158 Kau Adalah Seorang Master Negosiasi

Dalam sebuah kedai teh lokal yang jaraknya tak jauh dari pameran itu.

Caroline memesan seteko teh bunga, lalu menuangkannya ke dalam cangkir untuk dirinya sendiri dan Simon.

"Jadi sebenarnya dari awal kau sudah mengikutiku datang kemari? Aku tidak salah tebak?"

Tanya Simon sambil membalik-balik katalog desain yang ada di tangannya, wajahnya terlihat sangat tidak senang.

Tadi setelah memperkenalkan identitasnya di pameran, Caroline langsung memberitahu Simon tujuan utamanya datang ke pameran ini adalah untuk membicarakan tentang kerjasama dengan Shao's Corp.

"Kalau aku bilang tidak, Tuan Simon sepertinya juga tidak akan percaya kan?"

"Sulit untuk percaya."

"Kalau begitu kalau tidak menyangkut hal-hal yang lain itu, bagaimana tawaran kerjasama kami menurut Tuan Simon?"

"Karyamu memang benar-benar bagus, tapi aku sudah membuat laporan pada kantor pusat, Shao's Corp. sudah tidak ada dalam daftar rekan kerjasama kami, kalau hanya demi seorang desainer biasa sepertimu, aku tetap tidak bisa mengubah pandanganku terhadap Shao's Corp."

“Oh maaf, aku belum menjelaskannya, Tuan Simon, aku ini ingin bekerjasama dengan Anda bukan sebagai wali dari Shao’s Corp., sekarang aku berdiri di hadapanmu sebagai wali dari IM, semua desain dan karya yang ada dalam katalog yang sedang Anda lihat ini adalah karya dari IM, tidak ada hubungannya sama sekali dengan Shao’s Corp.”

“IM?” Simon kebingungan, “Maaf, aku tidak pernah mendengar perusahaan itu.”

“Bisa dimaklumi, IM baru saja berdiri dua bulan ini, meskipun sudah terdaftar, namun masih saja belum bisa dianggap sebagai perusahaan yang sesungguhnya, dia sekarang hanya ada sebuah toko saja, atau bisa dibilang hanya sebuah gallery saja.”

“Apa?” Wajah Simon berubah seketika, ia membalik-balik katalog itu dengan wajah yang penuh dengan rasa tidak percaya, “Nona Ye, apa Anda sedang bercanda? Apa menurut Anda Coco akan bekerjasama dengan sebuah perusahaan yang baru saja berdiri selama dua bulan?”

“Tentu saja, IM memang tidak punya pengalaman apa-apa, tapi sebelum Anda membuat keputusan, aku ingin menanyakan sebuah pertanyaan pada Anda.” Caroline berkata dengan santai, “Kalau sekarang, dua desainer utama Coco membangun sebuah perusahaan baru, apa Anda akan memilih untuk tidak bekerjasama dengan mereka hanya karena perusahaan mereka tidak berpengalaman?”

Mendengar perkataan Caroline, Simon pun tercengang, kemudian mengerutkan keningnya, “Kenapa aku harus mempercayai perusahaan ini, oh, bukan, apa seorang desainer gallery biasa punya kemampuan yang selevel dengan profesional?”

“Anda bisa melihatnya dari karyanya.”

Caroline berkata dengan percaya diri, “Aku tidak mengandalkan pengalaman atau orang lain, katalog yang kuberikan padamu ini hanyalah sebagian kecil dari karya kami, kurasa karya-karya ini arahnya sama seperti perusahaan kerjasama yang sedang dicari Coco, kami juga memiliki keunggulan lain yang tidak dimiliki oleh perusahaan besar lainnya.”

“Keunggulan apa?”

“Kedatangan Coco akan disambut adil oleh IM, Coco akan berdiri dan duduk sejajar dengan IM, kita bisa menjadi rekan yang adil dan sama tingginya, Coco bukan hanya akan menjadi sebuah seri di bawah naungan merk kami saja, namanya saja aku sudah memikirkannya, kalau kita sudah memutuskan untuk bekerjasama, merek IM boleh langsung berganti nama menjadi IM.Coco.”

Perkataan Caroline ini menggugah hati Simon.

Ada banyak perusahaan perhiasan di negara ini, desainer perusahaan kecil tidak cukup ahli, tapi perusahaan besar juga tidak ingin menutup merk mereka sendiri dengan nama Coco, meskipun Shao’s Corp. sangat menginginkan kerjasama ini, mereka juga hanya ingin memberikan satu seri perhiasan dengan merk Coco saja, oleh karena itu ingin menggabungkan merk Coco dengan merk-merk perusahaan lokal bukanlah hal yang mudah.

“Nona Ye, Anda adalah seorang master negosiasi.”

Mendengar pujian Simon itu, Caroline pun yakin kalau kerjasama ini sudah disetujui.

“Tidak tidak, aku percaya kita akan menjadi rekan kerja yang sangat baik.”

“Aku harus pergi ke gallery mu dulu baru membuat keputusan.”

“Kurasa kau pasti akan menyukainya.”

Caroline meminum tehnya, wajahnya tersenyum cerah.

Tujuan utama Simon datang ke Pameran Perhiasan Yubei ini adalah untuk mencari rekan kerja China Coco, oleh karena itu setelah Caroline mengajaknya bekerjasama, sore itu ia langsung kembali ke Kota Nan.

Simon juga masih tetap heran saat mengetahui Caroline sudah menyuruh Lorena datang untuk menjemputnya di sore itu, "Nona Ye, kau benar-benar punya rasa percaya diri yang tinggi, apa kau seyakin itu bahwa aku akan menyetujui kerjasama kita dan pergi ke IM?"

"Tuan Simon, ada sebuah kalimat kuno yang terkenal di China, yang kalau diartikan kalau kau sangat mengenal lawanmu, kau pasti akan menang, dan aku sudah menghabiskan banyak sekali tenaga dan waktu untuk mengenal diri Anda."

"Oh?" Simon kagum, "Kalau begitu aku juga ingin duduk dan membicarakan hal itu baik-baik di lain kesempatan."

"Pasti."

Setelah Simon naik ke dalam mobil, Lorena pun membawa mobilnya meninggalkan Miyun.

Simon tidak bertanya banyak mengenai identitas lain Caroline yang ia sembunyikan, ia adalah seorang pria yang gentleman dan punya banyak pengalaman, ia sangat menghargai orang yang bisa menjaga rahasianya dengan baik.

Setelah mengantar Simon pergi, tujuan Caroline datang ke tempat itu juga sudah tercapai, rencananya berjalan lebih mulus dari yang ia kira, awalnya ia mengira ia masih harus sedikit mengeluarkan tenaga lebih banyak lagi, tapi tak disangka setengah hari saja sudah cukup.

Karena masih ada banyak waktu, dia pun berjalan-jalan mengelilingi Desa Miyun, saat ia berjalan sampai ke sebuah rumah tua, langkah kakinya pun terhenti.

Di pintu kayu hitam itu terpasang sebuah papan bertuliskan "Rumah Keluarga Cheng", kelihatannya masih baru, sepertinya sering ada orang yang datang ke sini untuk mengecatnya.

Caroline melihat-lihat sekelilingnya sesaat, meyakinkan kalau di sekitar situ tidak ada orang, lalu ia pun mengeluarkan sebuah kunci yang tersimpan di sela-sela kecil di bawah tangga yang ada di depan pintu, lalu membuka gembok pintu itu.

“Krekkk” suara pintu itu terdengar seperti gesekan bangunan bersejarah yang terbuka, lantai yang terbuat dari bebatuan itu diselimuti dengan lumut-lumut hijau, rumput-rumput yang ada di halaman sudah sangat rimbun, pepohonan di sana juga sudah dipenuhi dengan buah-buah stroberi yang merah merona.

Ia berjalan melewati halaman, kenangan masa kecil Caroline tentang ibu dan keluarga ibunya terkunci dalam rumah itu.

Stelah neneknya meninggal, rumah ini sudah tidak ditinggali orang lagi, ayahnya menyuruh seseorang untuk merawat rumah ini dengan baik, namun sebenarnya orang itu hanya datang setahun dua kali untuk membersihkannya saja, pintu rumah itu terkunci, Caroline tidak masuk ke dalam, ia hanya berdiri di halaman, mengingat-ingat kenangan masa lalunya saat dirinya berlari-lari di rumah itu.

“Nona Ye, memasuki rumah orang tanpa ijin di siang bolong seperti ini, rasanya tidak pantas kan?”

Sebuah suara yang tak asing terdengar dari belakangnya, Caroline terkejut lalu membalikkan badannya.

Gerald yang mengenakan kaos putih dan celana hitam casual berdiri di depan pintu, memandangi Caroline dengan sangat curiga.

"Kau?" Caroline menghela nafasnya, lalu menjelaskan, "Aku hanya merasa halaman ini sangat bagus, makanya aku datang untuk melihat-lihat."

"Jadi, tadi kau juga merasa sela-sela tangga di depan pintu tadi itu juga menarik makanya kau jongkok untuk melihat-lihat, lalu kau juga kebetulan merasa lubang di tangga itu menarik makanya kau menjulurkan tanganmu, lalu kebetulan juga ada kunci di sana dan kau membuka pintu ini?"

"Kau membuntutiku?"

"Iya, aku membuntutimu." kata Gerald langsung, "Aku curiga kau mendekati Emily karena kau bermaksud lain, oleh karena itu aku membuntutimu."

"Jadi, apa yang kau temukan?" Caroline tetap tenang, bahkan tertawa, “Kau hanya menemukan kalau aku masuk ke rumah ini? Apa hubungannya rumah ini dengan Emily? Kenapa kau begitu peduli padanya?”

Wajah Gerald berubah canggung, lalu dengan tidak senang ia berkata,

“Tak usah berputar-putar, rumah ini adalah rumah nenek Beatrice kan? Apa hubungannya kau dengan Beatrice Gu?”

Caroline mengerutkan keningnya, lalu berkata,

“Menurutmu?”

Novel Terkait

Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu