Revenge, I’m Coming! - Bab 122 Nyonya Seperti Menang Dalam Sebuah Peperangan

Malam telah tiba, di halaman rumah tua Keluarga Shao, Ajudan dan Mitchell Shao sedang duduk di Gazebo.

Angin sepoi-sepoi, tercampur dengan suara Ajudan Xun,

“Sky berkata, Nyonya tiba ke rumah Keluarga Ye tidak lama, saat sebelum meninggalakan sana, Keluarga Ye tiba-tiba bertengkar, dalam rumahnya kacau balau, ia mengatakan bahwa sekeluarga saling berpukul.”

“Nyonya tidak terluka kan?”

“Tidak, meninggalkan rumah Ye dengan utuh, Sky berkata bahwa saat Nyonya keluar dari rumah Ye tersebut kelihatan seperti sangat semangat, seolah-olah menang dari sebuah peperangan, Keluarga Ye sana bertengkar dengan hebat, Sky sudah melaporkan masalah ini ke polisi saat ia meninggalkan rumah Ye, saat ini mungkin polisi sudah sampai disana.”

“Apakah kamu tahu Keluarga Ye menyuruh Nyonya ke sana karena apa?”

“Tidak perlu tanya ke anggota Keluarga Ye juga sudah dapat menebaknya, Barang-barang Thomas Ye baru-baru ini di sita oleh pihak Bea Cukai, sepertinya masalah ini sangat krusial, menimbulkan kerugian yang lumayan besar bagi perusahaan Thomas Ye, saya sudah bertanya pada pihak Bea Cukai, sebenarnya tidak ada masalah besar, hanya karena dia ingin mempercepat proses pengiriman barang, sehingga dia langsung melakukan pengiriman barang tanpa menaati prosedur administrasi, Pak Ketua, apakah kita perlu menyapa kepada pihak Bea Cukai? ”

“Tidak perlu, jika butuh bantuan, dia akan datang mencari saya.”

“Namun melihat sikap Nyonya terhadap Keluarga Ye, sepertinya ia tidak akan ikut campur dalam masalah ini.”

“Dia tidak akan ikut campur.”

Setelah mendegar kata-kata tersebut, Ajudan Xun mengerutkan kening dan berkata, “Pak Ketua, apakah Anda tidak merasa Nyonya sedikit tega terhadap keluarganya, bagaimana pun itu Ayahnya, walaupun ia tidak memperlakukannya Nyonya dengan baik, tetapi membuat mereka sampai tidak punya jalan keluar, sepertinya kurang baik juga.

“Anak itu sudah sangat tersiksa dari ia masih kecil, kamu tidak dapat merasakannya.”

Pembicaraan sedang berlangsung, terdengar suara mobil datang dari depan rumah.

Ajudan Xun dengan kesadaran diri berkata,

“Sepertinya Nyonya sudah pulang, kalu begitu saya pulang terlebih dahulu.”

Mitchell Shao menganggukkan kepala, menghabiskan teh dalam gelas, menikmati bulan dalam gazebo seolah-seolah seperti tidak terjadi apa-apa.

Caroline Ye memparkirkan mobil dan masuk ke dalam rumah, bertemu dengan Ajudan Xun, dengan sopan ia bersapa,

“Tuan Muda sedang menunggu Anda di dalam gazebo.”

“Dia menunggu aku? “Caroline Ye berjalan mengarah ke gazebo, ia melihat Mitchell Shao sedang duduk di sana.

Ini matahari terbit dari barat bukan sih?

Suasana hati Caroline Ye sangat baik, dia memainkan kunci yang di tangannya sambil berjalan ke arah gazebo, ia mendekatkan diri dari belakang Mitchell Shao, awalnya dia ingin membuat Mitchell Shao terkejut, namun baru mendekat saja, tiba-tiba terdengar suaranya, berkata,

“Kenapa pulangnya malam sekali, pergi kemana?”

“Kamu mengagetkan saya, “Caroline Ye mengelus dada, kunci mobil pun terjatuh karena kaget, baru menenangkan diri setelah menarik nafas dengan dalam.

Mitchell Shao membungkuk dan membantunya untuk mengambil kunci, “Pergi kemana?”

“Tadi aku pulang ke rumah.”

“Kenapa? Ada masalah apa?”

“Kenapa kamu bertanya seperti itu? Rumah harus bermasalah dulu saya baru pulang?”

“Kalau tidak, apa?”

“Tidak ada apa-apa, saya cuman pulang untuk lihat-lihat saja.”

Dia tidak pernah menceritakan tentang Keluarga Ye membutuhkan bantuannya, dan ini juga di dalam dugaan Mitchell Shao.

“Suasana hatimu sedang bagus ya, kok bisa nikmati pemandangan bulan di sini?”

“Nikmati angin sepoi-sepoi, udara di dalam ruangan kurang bagus.”

Mitchell Shao bukanlah orang yang menarik, tetapi Caroline Ye orangnya lebih cerewet, jadi selalu Caroline Ye yang mencari segala macem topik, angin malam sepoi sepoi, memang lebih nyaman dari pada berada di dalam ruangan.

“Coba kamu pikirkan, di kehidupan manusia ini, harus bagaimana agar tidak menyia-nyiakan hidup?”

Mitchell Shao menatapnya dari samping, melihat dia meletakkan kedua tangan di bawah dagu dan melihat ke bulan, tatapannya seperti sangat linglung.

“Menjadi orang yang jujur dan berhati nurani baik.”

“Terdengar sangat puitis, namun sangat bijak juga, “Caroline Ye kemudian menatapnya, “Tetapi bagaimana dengan orang yang dari sananya sudah jahat, jangakan berhati Nurani baik, pokoknya orang yang sangat buruk itu, bagaimana mereka menjalani kehidupannya?”

Mitchell Shao tidak menjawabnya, namun tatapannya kepadanya semakin mendalam.

Pertanyaan tentang kehidupan ini, ia sudah bukan pertama kali mendengarkannya dari Caroline Ye, dia sudah sering berbicara saat sedang bermimpi, sudah sering menangis dalam mimpi tersebut, berteriak memanggil Ayah dan Ibu, terkadang juga bisa meneriakkan perkataan seperti “Saya benci kamu,”

Mungki terdengar sangat dramatis, awalnya Mitchell Shao tidak pernah menyimpannya di dalam hati, namun mimpi buruk seperti itu sudah sering terulang-ulang dalam malamnya Caroline Ye.

Pernah suatu hari tangisannya sudah terlalu keras, Mitchell Shao tidak tega melihatnya menangis seperti itu, ia menepuk Caroline dengan pelan, Caroline seolah-olah seperti kucing kecil meringkuk ke dalam pelukkannya dan tidak ingin pergi.

“Gugugugu……”

Suara aneh tiba-tiba terdengar di dalam gazebo tersebut.

Mitchell Shao spontan melihat ke arahnya.

“Uhuk uhuk…..” Dengan kaku ia pura-pura batuk, “ini kan sudah alamiahnya manusia, saya kan belum kenyang langsung pulang ke rumah.”

Waktu itu sudah lewat jam makan malam Keluarga Shao, untungnya ada pembantu yang berganti shift kerja di dalam dapur, sedang memasak wonton untuk Caroline Ye.

“Bibi, tolong berikan saya cabe yang lebih banyak ya, saya suka yang pedas.”

“Baik.”

Caroline Ye duduk di meja makan, sering menatap ke dalam dapur, seolah-olah sudah tidak sabra ingin langsung menyantap sup wonton tersebut.

Masak wonton ini sangat cepat, tidak sampai 10 menit, pembantu sudah membawa semangkok wonton ke meja makan.

“Makasih Bibi.”

Mulut Caroline Ye sangat manis, tidak lama ia pindah ke rumah, pembantu di rumah sangat suka kepadanya.

“Sama-sama, kalau sudah siap makan nanti saya yang membereskannya saja, saya pamit dulu, Nyonya dan Tuan cepatlah beristirahat.”

“Iya, Baik.”

Setelah ia selesai berkata, Caroline Ye langsung mengambil wonton dengan sendok makan, kemudian meniupnya agar meredakan panasnya wonton tersebut, namun saat makan ia tetap kena panasnya wonton, ia terus menarik nafas “sss…huu..sss…huuu”, wajah kecilnya pun menjadi merah.

“Haha…..”

Dia kira dia sendiri salah mendengar, mengangkat kepala dan melihat Mitchell Shao yang duduk di depannya sedang tertawa, ia menjadi bingung saat itu.

Sejak dia masuk ke Keluarga Shao, dia hampir tidak pernah melihat Mitchell Shao tertawa, wajah tersebut selalu dengan ekspresi yang sama.

“Apa yang kamu tertawakan? “wajahnya pun jadi merah, “Apa yang lucu?”

Mitchell Shao mendorong kursi rodanya, mendekat ke meje makan, “Enak kah?”

“Tentu enak.”

Caroline Ye mengerutkan kening, mengamankan makanannya seperti ada yang ingin merebutnya, "Saya tidak makan malam tadi, kalau kamu mau, kamu minta tolong bibi buatkan kamu semangkok lagi, jangan harap bisa makan punya saya.”

“Kalau saya bilang saya ingin makan punya kamu? “Mitchell Shao tertawa sampai mengeluarkan air mata oleh sikapnya yang lucu ini.

Kemudian Caroline Ye menurunkan rasa kewaspadaannya terhadap semangkok wonton tersebut, ia mengambil sesendok wonton, awalnya ia ingin menghabiskan namun melihat Mitchell Shao yang memandang ia dari tadi, ia menjadi ragu, kemudian ia menyuapi wonton tersebut ke mulut Mitchell Shao.

“Sesuap ini saja, tidak boleh minta lagi.”

Tatapan Mitchell Shao menjadi bingung, tatapannya melihat cabe yang mengapung diatas sendok, dia merasa dirinya seperti terkena jampi telah makan wonton pedas tersebut.

Rasa pedas tersebut sampai naik ke tenggorokan dan matanya, ia mengangkat kepalanya dan melihat wajah Caroline Ye yang melihatnya dengan penuh harapan,

“Enak bukan?”

Ia mengerutkan kening dan berkata dengan jujur,

“Tidak enak.”

“Mana mungkin?”

Wajah Caroline terlihat tidak percaya dengan perkataannya, ia mencobanya lagi, “Enak kok, eh? Wajah mu kenapa merah sekali?”

Wajah Mitchell Shao sudah tidak tahan, dengan suara yang serak ia berkata,

“Cepat ambilkan minum untuk saya.”

Caroline Ye tertegun sebentar, melihat Mitchell Shao yang sudah hampir meneteskan air mata, tiba-tiba tersadar dan berkata, “Kamu tidak bisa makan makanan pedas ya.”

Ia cepat-cepat mengambil minum, ia melihat Mitchell Shao berminum dua gelas air dingin, namun wajahnya masih terlihat sama, merah seperti kebakaran api.

“Kamu ini, sudah tahu tidak bisa makan makanan pedas, kenapa masih melihat makanan saya?”

Caroline Ye dengan panik mondar mandir di dalam ruangan, akhirnya dia mengambil sepotong es batu,

“Buka mulut mu.”

Novel Terkait

Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu