Revenge, I’m Coming! - Bab 156 Beribu-Ribu Macam Kesedihan

"Tak kusangka dua kali pertemuan dengan Nona Ye selalu diawali dengan kejadian yang buruk, aku sungguh minta maaf."

Meskipun Simon adalah orang berkulit hitam, tapi dia lahir di Perancism dia memiliki sifat gentleman dan romantis seperti para pria Perancis pada umumnya, oleh karena itu ia sangat merasa bersalah sudah menyalahkan Caroline dua kali ini.

"Tidak apa-apa, tak ada yang perlu disalahkan." Caroline tersenyum, lalu menuangkan teh chrysan yang ada di depannya ke sebuah cangkir lalu menyuguhkannya pada Simon, "Pemilik rumah yang membuat teh chrysan ini, cobalah, ini minuman khas Miyun."

"Terima kasih."

"Sama-sama, apa Tuan Simon juga datang ke Miyun untuk menghadiri Pameran Yubei?"

Mata Simon bersinar cerah,

"Jadi Nona Ye juga datang untuk menghadiri pameran perhiasan?"

"Iya, sekarang ini bukan waktuku untuk beristirahat, kalau bukan untuk pameran, aku juga tidak punya waktu untuk datang liburan kemari, aku tidak lebih santai dari Tuan Simon."

Setelah mengucapkan perkataan tadi, Caroline melihat ke arah Simon lagi, dari wajah Simon bisa dilihat kalau sekarang dia sungguh percaya kalau dirinya bukan datang untuk bertemu dengan Simon.

Bagaimanapin Pameran Perhiasan Yubei ini juga pasti mengundang banyak sekali desainer, meskipun sangat kebetulan bisa bertemu di sini, tapi juga bukan tidak mungkin.

Setelah mengantarkan semangka dingin yang segar itu, awalnya sang pemilik rumah hendak pergi, namun dipanggil oleh Caroline,

"Nyonya hanya menyuguhkan semangka saja ya untuk kami, pelit sekali."

"Buah yang paling khas di Miyun kan memang semangka, lagipula semangka bisa menghilangkan rasa panas di musim panas seperti ini, apa Nona Ye tidak suka?"

"Perkataan Nyonya ini katakan saja pada orang lain, aku kelihatan kok, dia atas rak anggur itu, banyak anggur-anggur yang bagus, kenapa tak mau memotongnya sedikit untuk kami?"

Mendengar perkataan Caroline itu, sang pemilik rumah melihat ke arah rak anggur di halaman,

"Mata Nona Ye tajam sekali, anggur-anggurku ini dari mulai musim panas tahun ini masih belum pernah kupetik, ada seorang temanku yang bilang kalau dia ingin memetiknya sendiri saat dia datang."

Lalu, sang pemilik rumah tiba-tiba terdiam, tak tahu apa yang sedang dipikirkannya,

"Karena Nona Ye sudah melihatnya, aku ambilkan gunting, Nona Ye mau yang mana, langsung gunting saja."

Sang pemilik rumah masuk ke dalam untuk mengambil gunting, lalu Simon pun bertanya,

"Kalian tak membicarakan apa? Apa ada hubungannya dengan anggur yang ada di rak itu?"

"Aku menyuruh pemilik rumah untuk memberi kita sedikit anggur, kalau Tuan Simon tertarik, ayo ikut memotong beberapa tangkai, anggur-anggur ini sang pemilik rumah yang menanamnya sendiri, sudah ditanam beberapa tahun, tiap tahun buahnya sangat manis."

"Nona Ye sangat mengenal tempat ini, apa kau sering datang?"

"Bisa dibilang."

Pemilik rumah pun keluar dengan membawa guntingnya, Simon badannya tinggi, gunting itu langsung diberikan padanya, kedua wanita itu beridiri di bawah rak anggur sambil mengarahkan Simon anggur mana yang ingin diguntung.

"Yang itu, yang itu buahnya besar."

"Gunting lagi yang di sana itu, yang itu buahnya warnanya gelap, sudah terlalu matang, kalau langsung di makan mungkin akan terlalu manis, harus didinginkan dulu."

"Gunting yang itu lagi, kita kan tiga orang."

Akhirnya mereka memotong tiga tangkai anggur, Caroline mengangkat dua tangkai dan memberikannya pada pemilik rumah, "Nyonya, tolong buka sumur di sana, letakkan dua tangkai anggur ini di sana untuk didinginkan."

Mendengar ucapan Caroline, sang pemilik rumah pun tercengang,

"Kenapa Nona Ye juga tahu tentang sumur kami? Apa Anda pernah datang?"

"Tentu saja pernah, anggur-anggur ini kan kita yang menanamnya dulu, kenapa Nyonya bisa lupa?"

"Anggur ini ditanam sepuluh tahun lalu, orang yang waktu itu datang...... Aku benar-benar sudah lupa." Sang pemilik rumah pun tersenyum malu, "Nona Ye pasti belakangan ini tak pernah datang lagi, kalau tidak pasti aku masih ingat."

Simon sangat penasaran bagaimana caranya mendinginkan buah dalam sumur, ia pun berteriak, "Ajaib", sambil membawa sebuah perekam video untuk mengabadikan momen itu, ia merekam Caroline yang sedang menggunakan tali untuk menurunkan ember kayu yang berisi semangka dan anggur ke dalam sumur.

"Mungkin ini adalah kulkas kuno." kata Simon sambil melihat ke dalam sumur itu.

Sisa setangkai anggur, sang pemilik rumah pun mencucinya dengan air sumur itu.

Lalu, sang pemilik rumah pergi mengambil oume sake yang dibuatnya sendiri, tiga orang itu meminum sake itu dengan girang.

Simon berkata,

"Seandainya aku bisa mengenal Nona Ye lebih awal, kejadian di Shao's Corp. hari itu benar-benar sayang sekali."

"Apanya yang sayang sekali?" pemilik rumah itu tidak terlalu bisa minum arak, baru minum sedikit wajahnya sudah mulai memerah, ia memandangi Simon sambil tersenyum, ia berbicara dengan bahasa Perancis yang dicampur dengan sepatah dua patah kata-kata bahasa Indonesia.

"Kau harus tahu, di dunia ini yang paling berharga adalah takdir, kalian bisa bertemu di sini, berarti kalian ini sudah bertakdir."

Simon yang mendengarnya sedikit mengerti dan sedikit tidak mengerti, ia hanya bisa meminta pertolongan dari Caroline.

"Dia sudah mabuk," Caroline melihat ke arah jam tangannya, "Sudah larut, Tuan Simon tolong bantu aku untuk membawa Nyonya masuk ke kamarnya."

Simon pun menggendong pemilik rumah yang sudah mabuk itu kembali ke kamarnya, lalu ia pun keluar, dan bertanya pada Caroline,

"Sepertinya pemilik rumah agak sedikit tidak senang? Dia tadi terus menyebutkan sebuah nama, apa itu adalah nama orang yang dicintainya?"

"Iya," Caroline sedikit bingung, "Panjang cerita, apa Tuan Simon ingin mendengarkan ceritaku?"

Simon terlihat sangat tertarik.

Ibu Caroline adalah orang Miyun, oleh karena itu dari kecil ia sering datang kemari bersama ayah ibunya, hampir semua orang di desa ini ia kenal, latar belakang orang-orang di sini, apa yang terjadi di sini, siapa yang menikah dengan siapa, ia sudah mendengar semua itu dari kecil.

Pemilik penginapan itu, Lanny Su, adalah orang desa Miyun asli, ia laihr dan besar di sini, waktu dia berumur lima belas tahun, ia meninggalkan desa ini untuk bersekolah di luar, katanya ia sangat pintar, ia juga bersekolah di luar negeri, selama sepuluh tahun ia hanya pernah kembali satu kali saja saat ibunya meninggal, pada akhirnya orang-orang di sini mengatakan kalau Lanny Su tak akan pernah kembali ke desa ini lagi, karena sudah tidak ada lagi alasan dirinya untuk kembali.

Tapi siapa tahu, saat berumur dua puluh lima tahun, dia tiba-tiba kembali, lalu merubah rumahnya sendiri menjadi sebuah tempat penginapan, ia menyambut banyak turis yang datang, orang-orang bertanya mengapa ia kembali, dia hanya mengatakan kalau dia sangat suka dengan keindahan alam dan keramahan orang-orang di sini, dia ingin hidup di sini selamanya.

Orang-orang di desa Miyun sangat ramah, mereka mengenalkan banyak pria padanya, tapi ia selalu menolaknya.

Sampai di situ, Simon pun mengangguk-anggukkan kepalanya,

"Dia sama sepertiku, jombloisme, kehidupan rumah tangga terlalu memusingkan."

Caroline melihat ke arah Simon sejenak, "Apa kau ini sudah menganut jombloisme dari lahir?"

Simon terdiam.

"Aku pernah mendengar, kalau pemilik rumah pernah bertemu dengan seseorang saat dia sekolah di luar negeri, seorang pria, akhirnya karena sakit hati, makanya dia kembali."

Caroline mengangkat cangkir putihnya yang berisi oume sake, wajahnya terlihat sedih, "Kebahagiaan dalam suatu cerita cinta hanya ada sejenis kebahagiaan, tapi kesedihan dalam cerita itu ada beribu-ribu macam."

Sang pemilik rumah sudah berumur tiga puluh lima tahun, sudah sampai pada usia yang terlalu sulit untuk menikah, tapi ia masih terlihat sangat cantik, apalagi auranya itu yang sangat elegan dan kewanitaan, tak sedikit turis-turis yang jatuh cinta padanya, Caroline hanya tahu kalau kamar yang berada di paling ujung barat di penginapan ini selalu disediakan untuk satu orang tamu, tamu itu sudah tinggal di sini selama enam tahun lebih.

Setelah selesai bercerita, Caroline menghela nafas panjang, lalu berkata,

"Sudah larut, besok kita masih harus mengunjungi pameran perhiasan, Tuan Simon, saya tidur dulu ya."

Simon pun bangkit berdiri,

"Nona Ye, kalau kau tidak keberatan, kita berdua berangkat bersama saja besok."

Novel Terkait

Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu