Revenge, I’m Coming! - Bab 154 Kau Ingin Aku Tidur di Kamar Sebelah?

Juru masak itu kebingungan, namun tak berani bertanya apa-apa, dan meninggalkan kamar itu.

Kamar kecil itu sudah lama tidak ditinggali orang, kalau ingin dibereskan memang sungguh sulit.

Setelah Caroline memutuskan untuk tidur seranjang dengan Mitchell, ia tak pernah berpikir untuk kembali ke kamar itu, bahkan agar Mitchell tidak mengusirnya, ia sengaja mengisi kamar itu dengan peralatan-peralatan menggambar seperti kanvas, cat dan sebagainya, tak disangka kelakuannya itu malah membuat dirinya sendiri kesusahan sekarang.

Ia pun melemparkan bantal dan selimutnya ke atas ranjang, lalu melihat sekelilingnya, ia menyadari kalau tempat untuknya berjalan saja tidak ada, dengan marah ia pun menendang kaleng cat yang ada di sebelahnya.

"Klontang" suara itu memenuhi seisi ruangan.

Kenapa? Kenapa dia yang harus tidur di tempat sekumuh ini?

Ia pun mengerutkan keningnya, dan memukul kepalanya sendiri, beberapa saat kemudian, ia pun membuka pintunya dan berjalan keluar, baru saja ia hendak mengajak Mitchell berdebat ulang lagi, ia pun bertambah emosi melihat kejadian yang sedang terjadi di depan matanya.

Orang itu sedang makan dengan enaknya di dalam kamar.

Seisi kamar dipenuhi dengan aroma ronde yang harum.

"Kau makan apa?" tanyanya.

"Ronde."

"Aku tahu! Itu punyaku."

"Punyamu?" Mitchell melihat ke arahnya, "Kenapa?"

"Aku yang meminta juru masak memasakkannya untukku, kenapa malah kau makan?"

Caroline melotot tajam, ia tak percaya rondenya sudah dihabiskan separuh oleh Mitchell, ia mengulurkan tangannya hendak merebut mangkuk ronde itu,

"Hei, sudah jangan makan lagi, itu punyaku."

Tangan Mitchell yang panjang itu berhasil menangkis tangan Caroline, namun Caroline kehilangan keseimbangannya, ia pun terjatuh ke atas tubuh Mitchell.

"Ah......"

Suara teriakan itu mengisi seluruh ruangan.

Wajah Caroline menabrak dada Mitchell, pipi kanannya mendarat tepat pada kancing metal di seragam tentaranya, sakit sekali rasanya, ia mencoba untuk berdiri, namun sepertinya tangannya menyentuh sesuatu yang tak seharusnya ia sentuh, tubuh Mitchell pun berubah kaku.

"Ma, maaf......"

Otak Caroline pun mendadak kosong, ia hanya ingin berdiri saja, dan tangannya menekan sesuatu itu dengan keras untuk menjadi tumpuannya berdiri.

"Uh......" terdengar suara keluhan dari atas kepalanya.

Tiba-tiba punggungnya ditekan dari belakang, suara pria yang sangat berat dan serak-serak basah pun terdengar di telinganya, seperti sedang memperingatkan,

"Jangan bergerak."

Kenapa tidak boleh bergerak? Dia jelas-jelas merasa telapak tangannya sedang menggesek sesuatu, tapi...... benar-benar bukan tangannya yang bergerak!

Tangan Mitchell yang menekan pinggang Caroline itu semakin mengerat, Caroline tak bisa lagi menjaga keseimbangannya, lalu jatuh lagi ke dalam pelukan Mitchell, tangannya tercepit di antara tubuh kedua orang itu, tersendat pada posisi yang sangat memalukan, ia tak berani bergerak.

Dirinya hampir menangis, "Bisakah kau mem...... membiarkanku berdiri?"

Nafas yang terasa di atas kepalanya semakin memberat, dia tak bisa melihat ekspresi wajah Mitchell, dia juga tidak bisa memikirkan hal-hal yang lain, dia hanya tahu kalau posisinya saat ini sangat tidak enak, tolong......

Berdiam dalam posisi yang seperti itu sekian lama, tangan Caroline pun menjadi kesemutan, dan barulah tenaga yang menekan pinggangnya itu menghilang perlahan-lahan, suara Mitchell pun kembali normal,

"Bangun."

"Aku......" Caroline hampir menangis, "Kakiku kesemutan."

Mitchell tercengang sejenak, lalu meletakkan tangannya di atas pinggang Caroline, lalu mengangkatnya berdiri, Caroline pun berteriak, "Aduh, ah, aduh duh duh....... Pelan-pelan, aku kesemutan......" Dan Mitchell pun membiarkannya jatuh ke lantai.

Caroline duduk di atas lantai membatu beberapa saat untuk menunggu rasa kesemutan di kakinya itu menghilang, tingkahnya itu sungguh membuat orang lain ingin tertawa.

Beberapa saat kemudian, setelah kakinya membaik, ia pun bertopang pada meja di sebelahnya untuk berdiri seperti orang tua, lalu menjatuhkan dirinya di atas sofa, ia mengelus-elus kakinya dengan memelas, sambil berkata,

"Dasar pria brengsek."

Mitchell mengangkat separuh mangkuk ronde yang tersisa itu lagi seperti tak terjadi apa-apa, lalu melahapnya habis di depan Caroline.

Seseorang pun menelan air ludahnya kencang-kencang.

"Kau menghabiskannya?" ia melihat mangkuk kosong itu dengan terbelalak, "Kuahnya saja sudah habis tak tersisa, apa kau ini setan kelaparan?"

Mitchell memandanginya dengan tenang,

"Evelyn An ingin membunuhmu sembilan puluh persen karena mulutmu itu."

Caroline tak bisa melawannya, ronde miliknya pun juga sudah dimakan habis olehnya, malam ini dirinya benar-benar sial sekali, Caroline tak ingin berbicara dengannya lagi.

Mitchell memandanginya sejenak, "Kenapa tak bicara apa-apa lagi?"

Caroline menundukkan kepalanya, sengaja tak mempedulikannya.

"Apa kau sudah tak ingin makan ronde?"

"Mana ada ronde? Ronde dari......"

Kata 'jidatmu' itu pun ditelannya lagi setelah melihat Mitchell mengeluarkan semangkuk ronde yang sama persis dari bawah meja seperti sulap.

Melihat ronde itu, Caroline pun menelan kata-kata terakhir yang hampir diucapkannya itu, kemarahan di wajahnya tiba-tiba menghilang, ia pun mengambil sendok dan mulai menyantapnya, setelah menggigit ronde itu dan merasakan isi wijen hitamnya yang mengalir dalam mulutnya, wajahnya berubah cerah.

Mitchell tak pernah mengira akan ada orang yang bisa sebahagia ini karena semangkuk ronde saja.

Di dalam pikirannya, manusia sangat susah untuk merasa puas, entah itu besar atau kecil, apa yang dimilikinya tak akan pernah cukup untuk memuaskan diri sendiri.

Tapi wanita yang di depannya itu tak sama, jelas-jelas ia sangat ambisius untuk mengejar keadilannya, ia sangat ingin membalas semua orang yang mencelakainya, tapi setelah memakan semangkuk ronde itu, ia merasa sangat puas seperti memiliki seisi dunia.

"Karena ronde ini, kumaafkan dirimu yang menyalahkanku malam ini."

Caroline mengelap mulutnya dengan senang, lalu berkata,

"Tapi lain kali jangan begini lagi, aku tidak suka orang lain menyalahkanku, meskipun aku bukan bermarga Shao, tapi aku sudah menikah denganmu, bagaimanapun aku ini juga anggota dari Keluarga Shao, kau tidak boleh terus membela adikmu, lain kali jangan begini lagi."

"Maksudmu, malam ini kau tidak ingin tidur di kamar sebelah lagi?"

"Tidur di kamar sebelah apanya, aku sedang beres-beres saja tahu, kalau lain kali kau menyalahkanku lagi, kau yang akan tidur di sana."

"Kau ingin aku tidur di kamar sebelah?" Mitchell sedikit tidak percaya pada telinganya.

Caroline menebalkan mukanya, siapa yang tahu kenapa dia bisa berani berkata seperti itu pada Mitchell, lalu ia pun segera menambahkan,

"Maksudku kalau lain kali siapa yang bersalah di antara kita berdua, siapa yang tidur di kamar itu, begini kan lebih adil, tapi...... tapi hari ini sudah lupakan saja, hahaha, lupakan saja."

Ia sungguh tak ingin tidur di kamar kecil itu.

Setelah itu, ia pun pergi ke kamar mandi, berusaha keras untuk mengalihkan pembicaraan,

"Itu, aku sikat gigi dulu, lima menit kemudian baru kau mandi ya."

Melihat bayangan Caroline yang canggung itu, Mitchell pun menyipitkan matanya, lalu sebuah senyuman yang jarang muncul di wajahnya pun mulai muncul.

Novel Terkait

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu