Yama's Wife - Bab 37 Janin Gaib (1)

Sekembaliku kehalaman rumahku, diluar pintu halaman masih ada asap dan debu yang mengepul, diudara tercium aroma sesuatu yang hangus terbakar dan juga kertas jimat, sepertinya disini sudah beres, tidak perlu terlalu heboh.

Aku melihat tubuh yang hampir habis terbakar didalam api tersebut, hatiku merasa sedikit sedih, kakek, terima kasih untuk kasihmu padaku, maaf, aku tidak bisa melindungi jasadmu……

“Ratu kecil jangan marah! Bawahanmu ini tidak melaksanakan tugas dengan baik……”

Malaikat maut hitam putih berlutut dengan salah satu tumit menyentuh tanah, wajahnya terlihat sangat ketakutan.

Aku kemudian berjongkok melihat mereka dan mengatakan: “Untuk apa seperti ini? Kalian sudah sangat hebat, masalah ini bukan kesalahan kalian.”

Malaikat maut putih menangis sedih mengatakan: “Tapi Raja Yama telah mengetahuinya, beliau bahkan mengirimkan hakim air dan api ketempat ini, kita berdua mungkin tidak akan bisa melepaskan diri dari siksaan ……”

Awalnya aku merasa kalau dua pencabut nyawa ini agak menakutkan, setelah berinteraksi aku merasa mereka lumayan baik, aku pasti tidak akan membiarkan mereka dihukum karenaku: “Sudahlah sudahlah, jika Raja Yama kalian menyulitkan kalian, aku pasti akan menghadang dan menghentikannya.”

Malaikat maut hitam putih lantas bertukar pandang terharu dan hampir menangis: “Terima kasih Ratu Kecil!”

Nico Li tiba-tiba mendorongku: “Masih tidak segera kembali ketubuhmu, apa kamu ingin mati?”

Aku segera kembali kekamarku, melihat ‘diriku’ yang masih berbaring dengan tenang diatas ranjang, aku kemudian naik keatas ranjang menuju ke tubuhku.

Aku merasakan sekujur tubuhku bergetar, ketika aku kembali membuka mataku, rohku sudah kembali kebadanku. Saat ini, neneku mendorong pintu dan masuk, menunjukku dan memarahiku: “Kamu berani sekali! Berani memisahkan roh dari tubuhmu, jika bukan Nico Li, kamu tidak akan bisa kembali lagi!”

Aku tidak berdaya, memang aku sendiri yang cari mati, tidak kusangka aku malah jatuh kedalam jebakan.

Nico Li di depan pintu mengatakan: “Nenek, ini bukan jasaku, ketika aku kesana Alice Fan sudah diselamatkan, dia hebat sekali, dua hakim muncul dan menyelamatkannya. Aku hanya membawanya kembali.”

Neneku mengeluh pada kekuranganku dan mengatakan: “Seberapa besar Raja Yama harus mengkhawatirkanmu?!”

Aku tidak tahu entah mengapa nenekku selalu merasa aku adalah pembuat onar, semua orang selalu harus mengkhawatirkanku. Jika sejak awal aku bisa menentukan jalan hidupku sendiri, aku tidak menikah dengan Devil Yama, apakah aku bisa sampai seperti ini? Sekarang bukan hanya aku, seluruh desa juga ikut sulit, aku sekarang hanya ingin memahami apa alasannya gadis dari keluarga Fan harus menikahi makhluk gaib, sekarang aku curiga kalau kakek ketiga dan nenek juga tidak tahu alasan sesungguhnya, mereka tidak memberitahuku karena mereka tidak tahu.

Siapa yang peduli dengan peraturan mereka, aku tidak ingin berada disana seumur hidup dan selalu diincar para hantu, aku juga tidak ingin terlalu cepat mati kemudian menemani wanita-wanita itu melayani Devil Yama di Underworld, asalkan aku bisa mengetahui alasannya, aku pasti bisa memutuskan hubunganku dari Devil Yama, dimasa mendatang aku akan bebas melakukan apapun, siapa yang bisa menghalanginya?

Tidak ada satupun orang normal yang ingin memiliki hubungan dengan hantu, aku merindukan hari-hari yang tenang dulu, meskipun aku banyak mendengar tentang hantu dan dewa, tapi aku tidak pernah melihatnya, tapi sekarang aku sudah terperangkap sangat dalam didasar, tidak ada seorang pun yang bisa menyelamatkanku, aku hanya bisa melakukan semuanya sendiri.

Setelah tengah malam suasana sudah lebih tenang, malaikat maut hitam putih berjaga-jaga diluar pintu, aku pun tidur dengan tenang. Entah kapan, aku kemudian terbangun dari mimpiku, diluar sana sudah terang, aku lantas menghapus keringat dingin di dahiku, seumur hidup hal yang paling tidak kusukai adalah mimpi buruk, bukan tidak suka, melainkan benci.

Meskipun ada hal tidak masuk akal didalam mimpi, tapi bisa benar-benar membuatku ketakutan, semalam didalam mimpiku, aku sudah mati, aku bermimpi bertemu dengan kelompok hantu yang sudah membusuk mencariku meminta hidupku……

Aku berjalan sampai ke halaman, kakek ketiga sedang membersihkan halaman, altar dan peti yang dipersiapkan di aula untuk kakek sudah disingkirkan, disana hanya terdapat foto peninggalan kakek, didalam foto itu, dia tetap terlihat ramah, hanya saja warnanya hitam ptuih, jadi kelihatan pucat.

“Yo, masih pagi sudah bangun? Aku sempat mengira kalau kamu akan tidur sampai siang.”

Nico Li berjalan keluar sambil merenggangkan tubuhnya, aku kemudian berbalik melihatnya dan mengatakan: “Sekarang sudah tidak ada masalah, kamu sudah bisa pergi?”

Ketika berjalan melewatiku, pria itu sengaja menabrakku: “Mengapa kamu berharap aku pergi? Apa kamu berpikir dengan seperti ini tidak ada masalah lagi? Baru saja dimulai kamu sudah berpikir untuk mengakhirinya? Kalau begitu kamu sudah melihat makhluk yang ada di gua itu bukan? Setiap orang yang ada didesa ini adalah orang yang berdosa, meskipun tidak ada seorang pun yang pernah melakukan dosa yang sangat besar, tapi utang dosa dibayar oleh anak cucu, dari kesimpulan ini, dosa yang dilakukan oleh leluhur mereka akan menjadi tanggung jawab anak cucu mereka, jika orang-orang didesa ini tidak mati semuanya, maka hantu-hantu ditempat ini tidak akan rela.”

Aku kemudian membalas mengatakan: “Utang dosa dibayar anak cucu? Jika ini masalah ekonomi aku bisa menerimanya, masalah dosa seperti ini aku tidak bisa terima. Apa kamu tahu teori ini tidak masuk akal? Mengapa kamu bisa memiliki pemikiran seperti ini? Aku jelas-jelas tidak melakukan kesalahan apapun, malah harus menggantikan orang-orang yang melakukan kesalahan itu menerima hukuman, meskipun mereka adalah leluhur kita mengapa memangnya? Keturunannya ini juga bukan hidup untuk membantunya membayar utang dosanya.”

Nico Li menghela nafas mengatakan: “Apa kamu pikir tidak ada seorang pun didesa ini yang memiliki dosa? Siapa yang tahu kalian setiap hari melewati jalan yang di bawahnya terkubur seseorang, setiap kalian melangkahinya, dosa kalian semakin besar. Orang yang sudah mati tidak akan peduli dirimu yang tidak tahu keberadaannya dibawah sana kemudian menyatakan kalau kamu tidak berdosa, siapa yang rela setelah mati setiap harinya masih harus dilangkahi orang-orang?”

Aku kemudian melihat kakiku, merasa kalau ini agak menyedihkan: “Kamu jangan menakut-nakuti orang dengan cara seperti itu bisa tidak? Lagian itu hanya ‘Siapa tahu’, bukan berarti itu adalah hal yang sesungguhnya.”

Setelah kakek ketiga mendengar perkataan Nico Li, dia lantas membuang sapu ditangannya dan bertanya: “Kakak kecil, apa yang kamu katakan?”

Nico Li lantas mengangkat pundaknya mengatakan: “Kakek Fan, seperti yang aku katakana barusan, coba kamu pikirkan sendiri dengan baik, sudah banyak hal yang terjadi didesa ini.”

Wajah kakek ketiga terlihat khawatir, aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya. Dia tiba-tiba memukul pahanya: “Buruk sekali!”

Aku bertanya: “Ada apa? Apa yang teringat olehmu?”

Kakek ketiga tidak menjawabku, setelah itu dia kemudian membawa tas kain yang berisi cankul dan juga palu dan beranjak pergi. Aku kemudian mengikutinya, Nico Li juga mengikuti dibelakang. Malaikat maut putih terbang kesampingku dan mengatakan: “Ratu Kecil, lebih baik kamu tidak ikut campur dalam hal ini.”

Aku lantas mengernyitkan dahiku padanya dan bertanya: “Kalian juga sudah mengetahuinya dari awal?”

Malaikat maut putih dengan hati-hati mengatakan: “Hanya tahu ……sedikit-sedikit, dan lagi, rahasia langit juga tidak boleh dibocorkan, Nico Li yang telah membocorkan hal tersebut juga harus berdoa. Hal ini harus disadari sendiri oleh orang-orang desa, menyesal, dia orang luar berani banyak bicara, tidak takut mati……”

Aku kemudian berbalik melihat Nico Li, dia berjalan sambil mengulum rumput dengan santai, seolah-olah tidak mendengar percakapanku dengan malaikat maut hitam putih.

Aku tidak peduli jika dia tidak mendengarnya, aku akan melihat-lihat terlebih dahulu setelah itu baru memikirkannya.

Kakek ketiga tiba di sebuah jalan dimana jalan tersebut selalu dilalui oleh orang-orang desa setiap harinya dan berhenti ditempat itu, dia terlebih dahulu menancapkan dupa diatas tanah, membakar uang sembahyang, setelah membaca begitu banyak mantra dia baru mulai membongkar tanah.

Melihatnya menyekop tanah liat dan membuka jalan itu, hatiku juga agak khawatir, kira-kira aku sudah bisa menebak apa yang ada dibawah sana.

Novel Terkait

Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu