Yama's Wife - Bab 31 Memungut Manusia Hidup
Nico Li berjalan hingga ke lubang di lereng itu dan berjongkok di depannya, mengambil segenggam tanah dan mendekatkannya ke hidung, mengendusnya lalu bilang: "Totalnya ada 5 mayat di dalam sana, yang satunya sudah mati 10 tahun lebih, keempat lainnya baru mati baru-baru ini."
Aku sama sekali tidak mempercayai omong kosongnya, tapi kakekku malah mempercayainya, dia merasa sedikit kaget: "Siapa yang mengajarimu semua ini?"
Nico Li menoleh dan tersenyum terhadap kakek ketigaku: "Aku memiliki banyak guru, semua yang kupelajari bukanlah diajari oleh seorang guru saja. Kakek, kalau ramalanku tidak salah, kamu bermarga Fan bukan?"
Sekarang, aku mulai sedikit curiga, kenapa dia bisa tahu kakek ketigaku bermarga Fan? Memangnya ini bisa diramal?
Kakek ketigaku melongo: "Bocah, kamu punya bakat, aku yang sudah hidup selama ini saja tidak sehebat kamu."
Nico Li menepuk-nepuk tangannya, berdiri dan berkata: "Sudahlah, kalau langsung masuk begitu saja, kita bakalan mati di dalam, tunggulah mereka keluar di malam hari. Kakek Fan, kalau tidak keberatan, biarkan aku membantumu, mari kita buat perangkap untuk semua orang mati ini malam ini, bagaimana menurutmu?"
Kakek ketiga, melihat Nico Li dan berkata dengan maksud mendalam: "Seharusnya akulah yang membantumu, kalau begitu kita sepakat ya, kamu tinggal di mana? Kapan kita kembali berkumpul?"
Nico Li tertawa lepas: "Aku bukan orang desa ini, selama ini senang berkelana, lama kelamaan jadi tiba di sini, aku pun tidak familier dengan daerah di sini, Kakek Fan, kamu putuskan saja."
Kakek ketigaku berkata dengan penuh kemurah hatian: "Kalau begitu, pulanglah bersamaku, agar jangan sampai kamu nantinya malah tak bisa menemukan tempat pertemuan setelah kukatakan."
Aku menentang hal ini, tapi tidak berani kulontarkan, kakek ketiga sekarang tinggal di rumahku, dengan keadaan ayahku yang seperti itu, kakek ketigaku tidak mungkin pulang ke rumahnya sendiri, takut nantinya bakalan tidak sempat menangani masalah kalau terjadi sesuatu, karena jarak dari rumahnya ke rumahku memerlukan waktu tempuh selama 5 menit. Dengan kata lain, Nico Li ini juga harus tinggal di rumahku, aku tidak percaya dia memang sehebat itu. Dia sampai sekarang saja masih belum menyadari Malaikat Maut Hitam Putih, kalau memang hebat, dia pasti sudah menyadari mereka dari awal, aku terus merasa dia adalah penipu!
Nico Li menyetujuinya tanpa merasa malu, di perjalanan pulang, suasana hatiku sangat kacau, kami datang untuk mencari mayat kakekku dan yang lainnya, tidak disangka yang dipungut pulang malah seorang manusia hidup.
Saat tiba di luar pintu halaman rumah, kakek ketigaku duluan mempersilakan Nico Li masuk ke dalam, aku tak lagi bisa menahan diri dan pergi menarik kakek ketigaku, berkata dengan suara kecil: "Kenapa bawa dia pulang? Aku rasa dia adalah penipu......"
Kakek ketiga berkata dengan serius: "Alice, dia bukan penipu, dia benar-benar mengerti dengan hal-hal ini. Onmyoji semuda ini memang jarang ditemui. Aku selalu merasa ada yang aneh darinya, tapi tidak bisa memastikannya, demi keamanan, akan lebih baik jika menempatkannya di sisi untuk bisa mengawasinya setiap waktu. Di saat-saat seperti ini, kita bukan hanya perlu mewaspadai orang mati, juga harus mewaspadai orang hidup. Saat aku menarik tangannya untuk berdiri di atas gunung tadi, aku telah melihat garis-garis tangannya, juga telah merabanya, dari keseluruhan telapak tangannya, hanya pusat telapak tangan saja yang panas membara, daerah lainnya malah terasa dingin, kalau ramalku tidak salah, dia...... ditakdirkan kesepian seumur hidup. Menjauhi orang seperti ini memang akan lebih baik, tapi sekarang kita masih memerlukan bantuannya."
Aku memang tidak tahu apa yang dimaksud dengan kesepian seumur hidup, yang kuketahui adalah harus mengusir orang ini keluar......
Kakek ketigaku masuk ke dalam setelah selesai mengatakannya, setelah aku masuk, baru aku sadari Nico Li dan nenekku saling mengobrol dengan begitu semangat, kenapa orang ini bisa begitu sok akrab?
Malaikat Maut Hitam Putih berdiri di luar, terlihat bagaikan 2 orang dewa pintu, aku pun malas meladeni mereka.
Sekarang sudah hampir jam 2 siang, aku dan kakek ketigaku masih belum makan, aku dari tadi sudah mulai lapar, makanya masuk ke dalam rumah dan menghidangkan makanan dan sayuran yang sudah nenekku masakkan ke atas meja. Aku merasa tidak nyaman saat melihat nenekku dan Nico Li mengobrol dengan riang, nenekku ada orang yang sangat serius, dari kecil tidak pernah mengobrol denganku seperti ini......
Kakek ketigaku duduk di depan meja setelah selesai mencuci tangan, nenekku pun menarik Nico Li untuk duduk di sana, melayaninya makan. Nenek kelihatannya belum makan juga, mungkin karena terus menunggu kami pulang. Nico Li mengambil sumpit dan berkata: "Nenek, Malaikat Maut Hitam Putih masih di luar, bagaimana kalau melayani mereka juga."
Raut wajah nenekku seketika jadi berubah: "Untuk apa Malaikat Maut Hitam Putih datang ke sini?"
Kakek ketigaku berkata sambil makan: "Tuan Yama mengutus mereka untuk menjaga Alice......" Sambil berkata, kakek ketigaku sambil melihat Nico Li.
Nico Li sama sekali tidak terlihat terkejut, hanya terus meminum bubur dengan lahap.
Ternyata dia dari tadi sudah tahu Malaikat Maut Hitam Putih terus mengikutiku, hanya saja dia tidak pernah mengatakannya.
Raut wajah nenekku kembali membaik setelah mendengar ucapan kakek ketigaku, mungkin dia mengira Malaikat Maut Hitam Putih datang untuk mencabut nyawa. Dengan keadaan ayahku yang seperti itu ditambah lagi dengan kehadiran Malaikat Maut Hitam Putih, wajar kalau nenekku bakalan berpikiran berlebihan.
Nenekku pergi ke dapur sebentar, lalu menghidangkan makanan enak dan anggur bagus, meletakkannya ke samping, sama seperti saat memperlakukan Petugas Akhirat sebelumnya, dia menghidupkan dupa dan mulutnya berkomat-kamit menggumamkan sesuatu.
Malaikat Maut Hitam Putih tidak masuk ke dalam rumah, nenekku jadi merasa heran: "Aku telah mengundang mereka, kenapa malah tidak masuk?"
Aku membawa mangkuk dan berjalan keluar, berteriak terhadap Malaikat Maut Hitam Putih: "Mau makan?"
Malaikat Maut Putih melihat Malaikat Maut Hitam sejenak, lalu berkata: "Tidak perlu...... Ratu Kecil, kami sedang menebus kesalahan kami, tidak pantas menerima perlakuan sebaik ini."
Aku membalikkan badan dan kembali ke dalam rumah, kalau mereka tidak mau makan ya sudah, lagipula roh tidak akan mati kelaparan.
Aku berkata terhadap nenek: "Tidak apa, mereka bilang tidak mau makan."
Nenekku bergumam: "Meskipun bilangnya tidak mau makan, kamu malah tidak mengundang mereka? Tak pengertian......"
Aku......
Tak peduli apa pun yang kulakukan, tetap selalu saja dimarahi nenekku, kalau bukan karena Nico Li ada di sini, nenekku tidak hanya akan mengkritikku sesingkat ini saja, bisa-bisa mencerewetiku tanpa habisnya.
Kakek ketiga tiba-tiba berkata: "Bocah, kamu tidak merasa heran kenapa Malaikat Maut Hitam Putih bisa di sini?"
Nico Li menanggapi dengan sekenanya: "Semua hal ada sebab akibatnya, rasa ingin tahuku tidak terlalu besar, tidak akan bertanya kalau tidak tertarik, asalkan bukan datang untuk mencabut nyawaku, aku tidak akan peduli, haha......"
Kakek ketigaku bukan orang bukan orang bodoh, dan masih tetap mewaspadai Nico Li, meskipun dulunya aku tidak begitu mengerti, tapi samar-samar sudah mampu merasakannya. Setelah sekian lama kemudian baru mulai kusadari, tidak mempercayai orang lain dengan mudah merupakan kesadaran dasar untuk melindungi diri sendiri bagi setiap orang. Intinya, aku yang dulu masih tertalu muda......
Setelah selesai makan, kakek ketigaku ada waktu luang dan mengajariku gambar jimat. Dia menuangkan beberapa cairan dengan warna yang berbeda-beda dari berbagai tabung bambu ke dalam satu mangkuk, warnanya jadi merah setelah diaduk. Lalu kakek ketiga mengambil kuas dan mencelupkannya ke dalam cairan, dan mulai menggambar di atas kertas kuning yang diletakkan di atas meja: "Ini adalah jimat penangkal roh jahat, roh biasa tidak akan mampu merasuki tubuh, sebelumnya saat pergi mencari mayat kakekmu, kita pergi terlalu buru-buru dengan persiapan yang kurang, makanya mengakibatkan dua orang meninggal...... lain kali sebaiknya harus membawa ini ketika keluar di malam hari."
Aku melihat dia menggerakkan kuas dan menggambar di atas kertas kuning, tapi hasil gambarnya terlihat seperti sebuah karakter, juga terlihat seperti sebuah gambar, sungguh rumit, konsentrasi dan kepercayaan diriku yang tadinya maksimal perlahan-lahan berubah menjadi kacau dalam lautan pikiranku.
Novel Terkait
Thick Wallet
TessaCutie Mom
AlexiaWonderful Son-in-Law
EdrickStep by Step
LeksTen Years
VivianWaiting For Love
SnowTernyata Suamiku Seorang Sultan
Tito ArbaniYama's Wife×
- Bab 1 Mimpi yang Menakutkan
- Bab 2 Token
- Bab 3 Kamu Seharusnya Sudah Mati Sejak Lama
- Bab 4 Sesuatu Di Perut
- Bab 5 Orang Tua Penjaga Gerbang Mati
- Bab 6 Kepalanya Hancur Dilindas
- Bab 7 Zombie (1)
- Bab 8 Zombie (2)
- Bab 9 Hantu Sialan Itu Menolongku
- Bab 10 Toleransi
- Bab 11 Hanya Wanita Dan Pria Berpikiran Sempit Yang Sulit Dijaga
- Bab 12 Kasih Sayang Suami Istri Yang Baru Bersama Selama Sehari
- Bab 13 Tidak Boleh Memperlihatkan Kaki
- Bab 14 Kerasukan
- Bab 15 Raja Yama
- Bab 16 Bertemu Dengan Yang Sudah Pergi
- Bab 17 Dipukul Hantu
- Bab 18 Zombie
- Bab 19 Semua Hal Selalu Masuk Akal
- Bab 20 Kesulitan Di Dua Sisi
- Bab 21 Tidak Ada Temboh Tak Bercelah
- Bab 22 Harus Panggil 'Suamiku'
- Bab 23 Angin Beraura Energi Negatif
- Bab 24 Wajah Memerah Hati Berdebar (1)
- Bab 25 Wajah Memerah Hati Berdebar (2)
- Bab 26 Cerita Masa Lalu
- Bab 27 Devil Yama Menikah Lagi
- Bab 28 Giok yang Hancur
- Bab 29 Lagi-lagi Melihat Malaikat Maut
- Bab 30 Orang yang Belum Dewasa, Tak Bisa Diandalkan
- Bab 31 Memungut Manusia Hidup
- Bab 32 Bertemu Roh Setiap Hari
- Bab 33 Lebih Baik Tidak Kamu Ketahui
- Bab 34 Yama Punya Banyak Istri
- Bab 35 Terjebak
- Bab 36 Meski Menjadi Hantu Aku Juga Tidak Akan Melepaskanmu
- Bab 37 Janin Gaib (1)
- Bab 38 Janin Gaib (2)
- Bab 39 Janin Gaib (3)
- Bab 40 Habis Manis Sepah Dibuang
- Bab 41 Mimpi Di Siang Bolong
- Bab 42 Bicarakan Baik-Baik, Jangan Bersikap Kasar
- Bab 43 Bentuk Cinta
- Bab 44 Dengan Siapa Kamu Berbicara
- Bab 45 Dia Tidak Akan Bertahan Hidup
- Bab 46 Bermain Di Luar
- Bab 47 Merasuki Tubuh
- Bab 48 Memotong Umur 20 Tahun
- Bab 49 Perbedaan yang Hidup Dan Mati
- Bab 50 Membuat Segalanya Menjadi Sulit
- Bab 51 Rangsangan
- Bab 52 Gigit Lobak
- Bab 53 Mengintip
- Bab 54 Manik
- Bab 55 Video
- Bab 56 Mengancam
- Bab 57 Tidak Senang Setelah Membunuhny
- Bab 58 Berpura-Pura Bodoh
- Bab 59 Aku Sudah Memperhitungkannya
- Bab 60 Dirasuki
- Bab 61 Dipukul
- Bab 62 Ini Melanggar Hukum
- Bab 63 Kolam Panjang Umur
- Bab 64 Pinggang Terasa Mau Patah
- Bab 65 Mutiara Energi Negatif
- Bab 66 Orang Misterius Di Sosial Media
- Bab 67 Rumah Sudah Tidak Aman Lagi
- Bab 68 Ancaman Yang Aneh
- Bab 69 Hantu Jahat Mencongkel Jantung
- Bab 70 Berbohong
- Bab 71 Jangan Lupa Membagi Keuntungannya
- Bab 72 Tidak Tahan Lagi
- Bab 73 Halaman Belakangmu Kebakaran
- Bab 74 Cinta Baru Dan Lama
- Bab 75 Rasanya Menyenangkan
- Bab 76 Istri Pertama
- Bab 77 Aku Tidak Mau Mati Lebih Dulu Dari Orang Tuaku
- Bab 78 Dihantui
- Bab 79 Bakat yang Unik
- Bab 80 Rasa Manis
- Bab 81 Suami Yang Satu Ini Mengajarimu Dengan Cukup Baik
- Bab 82 Kamu Tahu Lebih Jelas Dibandingkan Diriku
- Bab 83 Aku Tetap Akan Mengenalmu Sekalipun Berubah Menjadi Debu
- Bab 84 Masih Saja Berkata Bukan
- Bab 85 Apakah Mungkin Seorang Wanita
- Bab 86 Mari Kuperlihatkan Yang Lebih Menarik
- Bab 87 Obsesi (1)
- Bab 88 Obsesi (2)
- Bab 89 Terakhir Kalinya
- Bab 90 Mengapa Ingin Mencelakaiku
- Bab 91 Tak Tahu Malu
- Bab 92 Hidup Berharga Beberapa Uang
- Bab 93 Hantu Mesum
- Bab 94 Jangan Main-Main Dengan Hubungan Antara Pria Dan Wanita
- Bab 95 Main Mata
- Bab 96 Apakah Kamu Seorang Wanita?
- Bab 97 Teman Sekamar
- Bab 98 Tidak Ada Air Yang Keluar
- Bab 99 Kebersihan Mental
- Bab 100 Ini Adalah Perilaku Penjahat
- Bab 101 Mengapa Tidak Ada Bulunya
- Bab 102 Di Mana Dimulai Di Situ Di Selesaikan
- Bab 103 Ilusi Hantu
- Bab 104 Bukan Orang Baik
- Bab 105 Pemandangan Indah Di Tempat Yang Jauh Dan Terpencil
- Bab 106 Berpikir Berlebihan
- Bab 107 Hantu Air
- Bab 108 Hubungan Dekat Kerabat
- Bab 109 Terungkap
- Bab 110 Semua Ada Balasannya
- Bab 111 Cinta Tengah Malam
- Bab 112 Mayat Kering Di Bawah Tempat Tidur
- Bab 113 Barang Ini Milikmu, Kan?
- Bab 114 Anggap Saja Melacur Gratis
- Bab 115 Sudah Berakhir
- Bab 116 Dimana Telur Naga
- Bab 117 Suamiku
- Bab 118 Membuka Postur Baru
- Bab 119 Telepati
- Bab 120 Hidup Abadi
- Bab 121 Waktu Itu Entah Mengapa Aku Bisa Menyukaimu
- Bab 122 Jurus Penggoda
- Bab 123 Pernikahan Gaib
- Bab 124 Menjadi Dewasa Belum Tentu Adalah Hal Yang Baik……
- Bab 125 Suara Apa
- Bab 126 Bantu Ucapkan Terima Kasih Pada Leluhurmu
- Bab 127 Sok Hebat Memerlukan Keterampilan
- Bab 128 Di Bawah Pancaran Sinar Mentari, Ini Terlalu Menyilaukan
- Bab 129 Lampu Gantung yang Meneteskan Air
- Bab 130 Tahu Tidak Orang Seperti Apa yang Tak Boleh Disinggung
- Bab 131 Teriak Apaan
- Bab 132 Apa yang Kalian Lakukan
- Bab 133 Kamu Siapa
- Bab 134 Kamu Bodoh Ya
- Bab 135 Bagian Mana yang Tak Pernah Kulihat
- Bab 136 Bukankah Hanya Masalah Kecil
- Bab 137 Tanah Yang Berdarah
- Bab 138 Ada Masalah Apa?
- Bab 139 Aku Percaya Padamu
- Bab 140 Seorang Wanita, Cara Berjalannya Seperti Itu Apa Pantas?
- Bab 141 Mengantarmu Kemana Saja
- Bab 142 Lari
- Bab 143 Kamu Hanya Memakai Ini Saat Keluar Tadi
- Bab 144 Takut Kedengaran Orang Lain?
- Bab 145 Hanya Saja Kamu Tidak Tahu
- Bab 146 Kata-Katanya Penuh Tipu Muslihat
- Bab 147 Kenapa Kamu Bisa Ada Di Sini
- Bab 148 Sampah
- Bab 149 Semuanya Adalah Wanita Raja Yama
- Bab 150 Konsekuensi Buruk