Gue Jadi Kaya - Bab 4 Pergi Sana!

Setelah makanan selesai dibungkus, Gavin naik taksi pulang ke rumah, ketika dia membuka pintu lalu melihat Rasti juga sudah kembali, dia yang sedang duduk di sofa menonton TV.

Lalu dia pun meletakkan makanan di depannya dan berkata: "Ini makanan yang aku bungkus untukmu."

Rasti hanya melihat sekilas, dia langsung bangkit berdiri dari sofa dan menunjuk hidung Gavin dengan marah: "Beraninya kamu pergi makan ke restoran, apa mie daging sapi di depan itu tidak bisa membuatmu kenyang? Habiskan begitu banyak uang, apa kamu tidak tahu seberapa susahnya aku mencari uang, apa kamu kira kamu itu seorang bos dan aku harus melayanimu?"

Gavin dimarahi sampai tertegun, membuka mulut tetapi tidak tahu harus berkata apa.

Pada saat itu juga, Rasti melihat tanda Restoran Queenzy, dia semakin emosi dan berkata dengan dingin: "Siapa yang memberimu makanan-makanan ini?"

Gavin mengingat Adrian sendiri yang memberikan makanan itu kepadanya, jadi dia menjawab: "Manager Restoran Queenzy."

"Dari mana kamu bisa mengenal manager itu, orang lain memberikanmu apa saja jadi kamu terima, siapa tahu ini semua sisa makanan, apa kamu seorang pengemis? Meminta makan dengan orang lain, kamu tidak tahu malu tapi aku masih tahu malu!" ketika melihat makanan dari Restoran Queenzy, Rasti langsung merasa ini pasti bukan Gavin yang membelinya, dia merasa jijik ketika dia pikir itu adalah sisa makanan orang lain yang dia ambil dari manager itu.

Gavin benar-benar tidak menyangka Rasti memandangnya seperti ini, emosinya langsung meledak, dia tidak bisa memarahi Rasti, lalu mengambil barang-barang itu kembali dan berkata: "Lupakan saja jika kamu tidak ingin memakannya."

Setelah berbicara, dia pun langsung membuat semua makanan itu ke kotak sampah.

"Kamu berani marah denganku, jangan lupa kamu itu siapa, kalau bukan karena aku, kamu sudah mati kelaparan di jalan, karena kamu begitu mampu makan-makanan ini, kelak jangan harap aku akan memberimu sepeser uang pun, terus menjadi seorang pengemis sana." Setelah marah, Rasti pun kembali ke dalam kamarnya, membanting pintu dengan keras, lebih baik tidak melihat daripada membuatnya kesal.

Gavin dengan dingin menatap pintu yang tertutup itu, mendengus dengan dingin, dia sekarang sangat meremehkan untuk menggunakan sepeser uang pun, dirinya sendiri punya begitu banyak uang dan sekarang dia sudah mampu menghidupi dirinya sendiri, bahkan dia bisa hidup lebih baik dan nyaman dibandingkan sebelumnya.

Dia yang awalnya berencana untuk memberi tahu Rasti tentang uang itu, tetapi sekarang tampaknya sudah tidak perlu lagi, itu akan sangat menarik ketika dia mengetahui dirinya begitu banyak uang dan pada saat itu dia pasti akan merasa malu dengan sikapnya saat ini.

Memikirkan hal itu, emosi di hatinya pun menghilang, Gavin pun kembali ke kamarnya.

Berbaring di tempat tidur, dia masih tidak tahan untuk melihat ponselnya, terus menerus melihat saldo yang ada di kartu banknya, memberitahu dirinya jika ini bukan sebuah mimpi, dia benar-benar banyak uang, bukan lagi orang yang hidup dengan mengandalkan orang lain, membeli barang apa pun yang harus menghitung harga dengan benar-benar cermat.

Dia juga mengingat Ayahnya, tidak tahu mereka pergi ke mana setelah menghilang pada saat itu dan uang ini juga dari mana asalnya, terus berpikir dan akhirnya dia pun tertidur.

Sampai ketika dia membuka matanya lagi, jam sudah menunjukkan pukul sembilan, Gavin segera bangkit berdiri dari tempat tidur, dia sudah terlambat ke sekolah!

Bahkan jika Gavin naik taksi ke sekolah, kelas pertama juga sudah dimulai, awalnya dia berpikir dia akan dihukum berdiri satu jam pelajaran saja sudah cukup, tetapi ketika dia tiba di pintu kelas, lalu melihat Rasti yang sedang berbicara di podium, pada saat itu juga Gavin tahu dia akan selesai.

"Jam berapa ini baru datang, apa semalam kamu pergi mencuri? Kamu masih berani terlambat dengan peringkatmu yang terakhir itu, apa kamu berencana menjadi sampah seumur hidupmu!" kata Rasti dengan ganas menatap Gavin.

"Jika kamu memanggilku saja, aku juga tidak akan terlambat." Gavin berbisik.

Bahkan jika Rasti tidak mendengarnya dengan jelas, dia juga tahu apa yang sedang dikatakannya, emosinya semakin meluap: "Masih berani menjawab, pergi sana, jangan masuk kelas jika kamu tidak ingin belajar."

Novel Terkait

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
3 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu