Doctor Stranger - Bab 327 Kuda Nomor Delapan

Hanya satu kalimat Thomas Qin saja sudah berhasil mendapatkan banyak cemoohan dari banyak orang.

Kelihatannya Tristan Peng ini merupakan orang yang hebat di dalam bidang ini, bahkan keahlian Tristan Peng saja sudah tidak perlu dipertanyakan lagi.

Banyak orang yang memenangkan banyak uang dengan mengikuti target taruhan yang dipilih Tristan Peng.

Lydia Wang juga memutar bola matanya, "Thomas Qin! Kamu jangan asal berbicara. Jelas-jelas kamu tidak mengerti di bidang ini, untuk apa kamu berbicara sembarangan?"

"Tuan Muda Peng aku juga mengikutimu untuk bertaruh 100 juta rupiah. Aku mengandalkan kamu!"

Thomas Qin megerutkan keningnya, "Bibi Wang aku sarankan kamu jangan bertaruh pada nomor dua, lebih baik bertaruh pada nomor delapan."

Setelah selesai berbicara, Tristan Peng pun langsung tertawa mengejek, "sobat, kamu benar-benar sangat lucu. Rupanya kamu benar-benar orang kampungan. Jika ingin melihat seekor kuda bisa berlari kencang atau tidak, kita bukan hanya melihat dari auranya saja, melainkan melihat pada kakinya."

"Kaki pada kuda nomor delapan ini begitu kurus dan pendek, bahkan dia bukan satu tingkatan yang sama dengan kuda-kuda yang lain."

"Akan tetapi aku sangat suka akan sikapmu yang akan mengajukan pertanyaan jika tidak mengerti akan sesuatu. Jika kamu tidak pernah melihat hal seperti ini, tentu saja kamu harus bertanya agar mengetahuinya, jika tidak sepertinya kamu tidak akan memiliki kesempatan lagi dalam seumur hidupmu."

Lydia Wang memutar matanya dan bergumam, "memalukan!"

Melissa Zhu pun menarik Thomas Qin yang mengisyaratkan dia untuk jangan berbicara lagi.

Dalam arena pacuan kuda, tentu saja keahlian Tristan Peng berada di atas Thomas Qin. Meskipun Thomas Qin ahli dalam bidang medis, akan tetapi dia tidak terlalu bisa dalam hal lain.

Thomas Qin menggelengkan kepalanya dengan tak berdaya, "lihat saja nanti."

Beberapa menit kemudian, perlombaan selanjutnya pun dimulai.

Kuda-kuda tersebut berlari maju satu per satu. Semua orang berteriak kegirangan. Di antara mereka, suara yang meneriaki nomor dua adalah yang terbanyak.

Di antara banyak kuda yang sedang berpacu, hanya dia yang terlihat paling mencolok, tinggi dan perkasa.

Dalam setengah babak pertama, hanya nomor dua yang memimpin di depan di antrara kuda lainnya.

Tristan Peng mencibir di sebelahnya, "hehe, aku ingat siapa tadi yang mengatakan bahwa nomor dua tidak bisa menang? Benar-benar payah."

Ekspresi wajah yang lain pun menunjukkan ekspresi mengejek sambil melirik ke arah Thomas Qin. Pemuda ini benar-benar sangat lucu, berani-beraninya dia menyanggah ucapan Tuan Muda Peng di arena pacuan kuda, bukannya ini dia sedang merugikan dirinya sendiri? Pasti nanti dia akan merasa malu.

Setelah setengah babak berlalu, tiba-tiba kecepatan berlari kuda nomor dua pun melambat. Mulutnya berbusa, lidahnya menjulur keluar dan dia pun tertinggal dari posisi pertama ke posisi keempat.

Seketika semua orang pun tertegun dan mengumpat.

"Apa yang terjadi!"

Tristan Peng juga mengerutkan keningnya. Ini juga merupakan pertama kalinya dia bertemu hal seperti ini. Dia bahkan sudah melakukan banyak penyelidikan dari berbagai sisi dan hasil penyelidikannya menunjukkan bahwa kuda nomor dua ini pasti akan menang. Akan tetapi mengapa dia mundur di saat-saat penting seperti ini?

Setelah kuda nomor dua tertinggal di belakang, beberapa ekor kuda yang lainnya pun juga ikut melambat dan hanya tersisa kuda nomor delapan saja yang tidak melambat.

Ketika kuda-kuda lain tertinggal di belakang, hanya kuda itu yang terus maju ke depan

Sepuluh meter, delapan meter ...

Kuda nomor delapan itu memimpin dan melewati garis akhir.

Seketika terdengar banyak kutukan di tempat kejadian karena mayoritas orang bertaruh kuda pada kuda nomor dua dan awalnya ini terlihat seperti kemenangan yang tampak stabil, jadi mereka semua bertaruh banyak uang. Tanpa diduga, pertandingan ini mengecewakan.

Wajah Tristan Peng dan yang lainnya memucat. Mereka tidak menyangka ucapan Thomas Qin sangat tepat.

Lydia Wang memukul pahanya dan menunjukkan ekspresi menyesal.

"100 juta rupiah terakhirku telah hilang. Seharusnya aku mendengar ucapan Thomas."

Tristan Peng menahan rasa malunya untuk tersenyum, "bibi, dia ini kebetulan sedang beruntung saja. Hal seperti ini juga hanya akan terjadi sekali hingga dua kali saja, jadi kamu tidak perlu merasa kesal."

Novel Terkait

The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
3 tahun yang lalu