Cinta Yang Paling Mahal - Bab 78 Jangan Sentuh Tempat Itu Lagi
Tengah malam.
Yutta seorang diri berjalan hingga di bawah area perumahan, naik ke lantai dua, tetapi lampu di koridor lantai dua malah rusak.
Dia melihat sekilas, mengira hanya lampu koridor lantai ini saja yang rusak, lalu berhati-hati meraba ke lantai atas, ketika tiba di lantai tiga, lampu di lantai itu tetap rusak juga.
Mengeluarkan ponsel, menggunakan lampu di ponsel, menerangi jalan di bawah kakinya, meraba-raba sampai ke rumahnya.
Akhirnya, tiba di depan rumahnya, Yutta malah bergetar sejenak: “Tuan Karim, kenapa kamu berada di sini?”
“Aku sudah lama menunggumu.”
“……” Dirinya bertanya, kenapa dia bisa muncul di sini, bukan bertanya padanya sudah menunggu berapa lama.
“Kamu……ada masalah apa?” Tangan Yutta memegang kunci, tapi tidak membuka pintu rumah di hadapan Karim, rasa waspadanya selalu begitu kuat……Karim bisa melihatnya dengan jelas, juga merasa sedikit…… bersemangat.
Menerobos kewaspadaan seorang mangsa, perasaan semacam ini……hmm, sangat baik.
“Lapar.”
“……Ah?”
“Aku mengatakan,” Karim mengelus perut: “Sudah seharian tidak makan apa-apa, aku lapar.”
Dia lapar……untuk apa datang mencarinya?
Yutta tidak habis pikir, merasa agak aneh: “Kalau begitu seharusnya kamu pergi makan malam.”
“Eng, apa yang kamu katakan benar, jadi aku datang untuk makan malam.”
“Kamu datang……makan malam?” “Datang”? “Datang”?
Datang ke mana?
Rumahnya?
Jadi maksudnya adalah, “Jangan-jangan kamu ingin mengatakan, kamu sengaja menunggu di depan pintu asramaku, hanya demi menungguku pulang untuk memasakkan makan malam untukmu?”
“Ya, sungguh pintar sekali.”
Ini bukannya dia pintar?
“Aku tidak akan makan gratis.”
Dia mengeluarkan selembar cek, mengisikan nominal: “Ini untuk kamu, aku ingin makan mie minyak daun bawang semalam.”
Melihat nominal yang ada di cek, mata Yutta terlihat rumit……pria yang bernama Karim ini, sebenarnya ingin melakukan apa dengan mendekatinya?
Tidak jelas, namun……dia melirik sekilas ke cek itu, di dalam otaknya benar-benar ada dua anak kecil yang saling tarik menarik.
Satu mengatakan, jangan menemuinya lagi, jangan menerima uang ini lagi.
Satu mengatakan, ambil saja, kamu sangat kekurangan uang, bukankah kamu ingin pergi membeli kembali kebebasanmu?
“Nona Aloysia? Nona Aloysia?”
Karim melihat wanita yang ada di depan termenung, lalu memanggil dua kali.
Yutta tiba-tiba tersadar dari kondisi termenung. Dia menunduk, tatapan tertuju ke cek itu, setelah agak lama, sambil gemetaran mengulurkan tangan, diulurkan ke arah cek itu.
Mata coklat Karim terlintas senyuman……uang, ternyata memang titik kelemahannya.
Ada orang yang mengatakan, seorang wanita yang suka dengan uang, seorang wanita matre, wanita semacam ini ada arti apa?
Karim malas untuk mempedulikan semua ini……di dalam matanya, wanita ini sangat menarik sekali.
Sudah cukup bagi dia untuk mengatasi waktu dua bulan di Kota S, mengenai dua bulan kemudian, ke mana perginya wanita di depan yang bernama Yutta ini……oh, dia tidak pernah memikirkannya, lagipula, dua bulan kemudian, dia juga sudah berhasil berburu, sejak itu, di dalam daftar nama perburuan berhasil, akan bertambah satu nama, hanya itu saja.
Satu bunyik krakk, pintu asrama Yutta terbuka: “Tuan Karim, silahkan masuk. Kamu duduk dulu, aku pergi buatkan makanan.”
Dia meletakkan barangnya, berbalik dan masuk ke dalam dapur.
Cek itu, tentu saja terasa panas di tangan……dua ratus juta, dua ratus juta lagi.
Apakah orang ini merasa terlalu banyak uang yang bisa disia-siakan?
Tanpa alasan, kemarahan memenuhi hatinya……karena sepuluh miliar, dia harus melakukan semua hal yang tidak ingin dilakukan oleh orang lain, untuk pergi menebus kembali kebebasannya, dan ada beberapa orang, melihat uang bagaikan kotoran?
Mie disajikan, panas sekali.
Sama persis seperti sebelumnya, Karim tidak banyak bicara, segera menghabiskan mie itu.
“Tuan Karim, semangkuk mie, tidak layak dengan harga segini.”
Dia perlahan mengangkat kepala, dengan serius bertanya: “Kenapa?”
Kenapa harus mengeluarkan uang dua ratus juta, hanya demi makan semangkuk mie?
Dia pasti tidak akan percaya jika kata-kata ini diucapkan.
Karim menyeka sudut mulutnya: “Apa yang menurutmu tidak layak, aku merasa layak sudah cukup. Aku yang sedang menghabiskan uang, selama aku merasa layak, itu sudah cukup.”
Nada bicara ini, sepertinya sedang mengatakan, aku yang menghabiskan uang, menurut aku itu layak, tidak perlu menurut kamu.
“Sudah malam, Tuan Karim, aku antar kamu saja.”
Mata coklat Karim berbinar penuh ketertarikan, jika dia meminta dirinya tinggal begitu saja, atau terburu-buru menempel pada dirinya, takutnya dirinya malah kehilangan nafsu……lebih baik seperti ini jauh lebih menarik.
Berdiri, lalu dia berjalan ke pintu, ketika akan pergi, dengan sangat cepat menyingkirkan rambut di keningnya, satu ciuman, sekali lagi jatuh di bekas luka itu.
Yutta saling memandang dengan marah, “Tuan Karim! Aku sudah pernah mengatakannya bukan! Tidak boleh mencium keningku!”
Sebenarnya ada apa dengan orang ini?
Apakah tidak bisa dengar jika diberitahu?
“Aku juga pernah mengatakannya, luka dibiarkan dan tidak diobati akan membusuk.”
“Busuk ya busuk saja!” Suasana hatinya naik turun, kedua pipi memerah karena kesal! Dengan marah saling memandang dengan wajah tampan yang ada di depan ini: “Tuan Karim, mohon kelak kamu jangan mencium keningku lagi!”
“Oh……” “oh” sekali dengan suara pelan, Karim menggunakan nada bermain-main mengatakan: “Tidak mencium kening, harus cium di mana? Apakah di sini?”
Selesai bicara, membungkuk, dengan sangat cepat bibir mengecup bibir Yutta sejenak.
Ekspresi wajah Yutta berubah, mendadak bertanya:
“Tuan Karim, apakah dua ratus juta termasuk ciuman ini juga?”
Karim hampir saja tertawa, wanita yang ada di depan ini, kelihatannya jinak dan lembut, ternyata di dalam adalah seekor kucing kecil yang liar. Kalau begitu……semakin menarik.
“Tidak termasuk ciuman ini, tapi termasuk ciuman di kening barusan.” Suara ceria pria mengatakannya, langsung lurus berjalan keluar, melambaikan tangan: “Nona Aloysia tidak perlu antar lagi, hari ini senang sekali, terima kasih atas jamuan Nona Aloysia.”
Hingga tidak mendengar suara langkah kaki Karim di koridor, Yutta baru menutup pintunya.
Dia mengelus kening……cukup sakit.
Jelas-jelas, dokter sudah mengatakan, luka pulih dengan sangat baik, akan segera sembuh total.
Yutta masuk ke dalam toilet, membuka pakaiannya satu per satu, pada saat ini, baru menunjukkan tubuh yang ditutupi pakaian selapis demi selapis itu, kurus dan jelek, tapi penuh bekas ciuman mesra.
Selain bekas ciuman, masih ada kulit lecet karena digosok menggunakan kain mandi……tapi bekas ciuman ini malah sangat keras membekas, bagaimanapun tidak bisa dihapus semua.
Di lantai bawah, Karim tidak langsung pergi, mengangkat kepala melihat jendela yang masih terang.
Dia mengeluarkan sapu tangan dari dalam sakunya, sambil jalan sambil menyeka bibir, menyeka dan terus menyeka, pada akhirnya merasa jijik dan membuang sapu tangan ke dalam tong sampah.
Rayon dulu pernah mengatakan pada Karim, berkata bahwa dia suka mencari kesusahan buat diri sendiri, jelas-jelas jika dia mencium bibir orang, akan merasa jijik dan tidak nyaman, tapi setiap kali ganti mangsa, ganti wanita, harus memainkan adegan-adegan yang membuat jijik dirinya sendiri.
Di mata orang lain, Karim kaya, tampan dan playboy, tapi masih ada begitu banyak wanita yang mendekatkan diri padanya. Tidak tahu, Karim yang ada di mata mereka, sama sekali berpenampilan lain--memiliki gangguan kepribadian paranoid, mempermainkan orang, berdarah dan berhati dingin.
Karim yang paling berperasaan, adalah Karim yang paling tidak berperasaan.
Mobil parkir di pinggir jalan, Karim membuka pintu mobil dan masuk ke dalam, tanpa membalikkan kepala langsung menginjak pedal gas, pergi dengan bebas leluasa.
Novel Terkait
Sederhana Cinta
Arshinta Kirania PratistaMy Lady Boss
GeorgeHanya Kamu Hidupku
RenataThe Great Guy
Vivi HuangSuami Misterius
LauraHis Second Chance
Derick HoCinta Yang Tak Biasa
WennieCinta Yang Paling Mahal×
- Bab 1 Penjarakan Dia
- Bab 2 Semuanya Ini Adalah Maksud Dari Tuan Cassio
- Bab 3 Keluar Dari Penjara
- Bab 4 Kebetulan Melihat Pasangan Yang Kencan Diam-Diam
- Bab 5 Mencari Masalah Untuk Diri Sendiri
- Bab 6 Kamu Tidak Bermaksud Menyapa Aku?
- Bab 7 Cium Dia
- Bab 8 Penyelaan Oleh Ridwan
- Bab 9 Amarah Dan Hinaannya
- Bab 10 Ditangkap Setelah Melarikan Diri
- Bab 11 Dia Datang
- Bab 12 Yutta Yang Tidak Percaya Diri
- Bab 13 Memindahkan Dia Ke Departemen Hubungan Masyarakat
- Bab 14 Penghinaan Dan Penyiksaan
- Bab 15 Mempermalukan
- Bab 16 Bukan Yang Paling Memalukan
- Bab 17 Hanya Lebih Memalukan
- Bab 18 Tubuhmu Dingin Atau Panas
- Bab 19 Tersebar Dengan Luas
- Bab 20 Kritikan Lea
- Bab 21 Eldric, Dengar
- Bab 22 Dia Menghindari Eldric
- Bab 23 Eldric Menciumnya
- Bab 24 Apakah Kamu Meremehkan Yutta
- Bab 25 Kamu Kira Dirimu Lebih Mulia Dari Yutta
- Bab 26 Jangan Terburu-Buru Satu Persatu
- Bab 27 Membantu Dia Melampiaskan Amarah
- Bab 28 Tuan Lucas
- Bab 29 Wanita Gila
- Bab 30 Gadis Malang
- Bab 31 Kak Lucas...
- Bab 32 Terakhir Kali Tanya padamu
- Bab 33 Ridwan Kamil VS Yutta Aloysia
- Bab 34 Awal Permasalahan
- Bab 35 Mempersulit
- Bab 36 Tidak Tahu Malu
- Bab 37 Penipuan Untuk Mendapatkan Kepercayaan
- Bab 38 Apakah Yang Dia Inginkan Terlalu Banyak?
- Bab 39 Bagaimana Merendahkan Diri Bisa Interpretasikan Kesombongan
- Bab 40 Perburuan Berdarah Dimulai
- Bab 41 Aku Ingin Kamu Menemaniku Malam Ini
- Bab 42 Apakah Yang Dia Inginkan Hanya Sebuah Ciuman?
- Bab 43 Alasan Eldric Pergi Ke Luar Negeri
- Bab 44 Orang Yang Tidak Tahu Malu
- Bab 45 Ridwan Memberi Pelajaran Kepada Lea Si Hati Jahat
- Bab 46 Lea Trisa Demi Menjaga Diri Mendorong Yukka Aloysia untuk Menghalang
- Bab 47 Eldric Cassio Emosi
- BAB 48 Tidak Boleh Mati
- BAB 49 Yutta Aloysia Ikut Aku
- BAB 50 Dengan Kuat Menghentikan Mulut yang Mengganggunya
- Bab 51 Malam Ini Temani Aku Tidur
- Bab 52 Perhatian Di Balik Penampilan Dingin Yang Sengaja Diperlihatkan
- Bab 53 Apakah Kamu Tahu Siapa yang Menyelamatkan Yutta
- Bab 54 Memeriksa
- Bab 55 Bawa Aku Menemuinya
- Bab 56 Aku Akan Mengabulkanmu
- Bab 57 Kekurangan Ginjal
- Bab 58 Kesakitan
- Bab 59 Kelembutan Eldric
- Bab 60 Malah Menuangkan Garam
- Bab 61 Kelembutan Yang Canggung
- Bab 62 Sesuatu Yang Tidak Aku Inginkan
- Bab 63 Tidak Tahu Malu, Menggoda Tuan Kamil
- Bab 64 Apa Yang Dilakukannya Dengan Ridwan
- Bab 65 Keputusannya
- Bab 66 Kalau Sakit, Gigitlah
- Bab 67 Ciuman Melanda
- Bab 68 Kebencian Lea
- Bab 69 Bertemu Larut Malam Di Pinggir Jalan
- Bab 70 Ingat, Namaku Zarco Rius
- Bab 71 Yutta Marah
- Bab 72 Sangat Acuh Tidak Acuh
- Bab 73 Dengarkan Nasihat Kak Ming, Menjauhlah Dari Pria Itu
- Bab 74 Jadilah Pacarku Saja
- Bab 75 Yutta Aloysia Yang Menggila, Eldric Cassio Yang Menggila
- Bab 76 Yutta Aloysia, Yutta Aloysia
- Bab 77 Rayon Lucas Dan Karim Heng
- Bab 78 Jangan Sentuh Tempat Itu Lagi
- Bab 79 Tuan Karim Heng Aku Butuh Sepuluh Miliar
- Bab 80 Perburuan Ini Berubah Menjadi Tidak Menarik
- Bab 81 Hanya Ingin Berburu, Tidak Memiliki Perasaan
- Bab 82 Perubahan Yutta Aloysia
- Bab 83 Mendorong Masuk Ke Dalam Neraka
- Bab 84 Kemana Saja Kamu Adikku?
- Bab 85 keras Kepala dan Tetap Tegar
- Bab 86 Bukankah Ini Adalah Nona Aloysia?
- Bab 87 Kamu Bisa Berlutut Sekarang
- Bab 88 Biarkan Aku Pergi
- Bab 89 Livin Bukan Tidak Bersalah
- Bab 90 Bos! Tolong!
- Bab 91 Menghancurkan Harapan Dengan Tangan Sendiri
- Bab 92 Penyesalan Terakhir Dalam Hidup ini Adalah Bertemu Denganmu
- Bab 93 Akulah Yang Telah Buta Mata Dan Buta Hati
- Bab 94 Masing-Masing Semuanya Bukanlah Orang Yang Mudah Ditangani
- Bab 95 Telah Membayar Yang Harus Dibayar
- Bab 96 Sudah Gila Sejak Lama
- Bab 97 Eldric Tidak Menyadari Perasaannya Sendiri
- Bab 98 Saudara
- Bab 99 Siapa Kamu?
- Bab 100 Menghancurkan Impiannya dan Kak Lucas
- Bab 101 Kebenaran Tentang Ginjal Kiri Diangkat
- Bab 102 Eldric, Kamu Sudah Gila!
- Bab 103 Yang Bisa Menahannya Bukanlah Pria
- Bab 104 Ridwan Kamil, Ridwan Kamil Membuat Orang Sakit Hati
- Bab 105 Kamu Berdiri Di Sana Saja Aku Akan Berjalan Mendekatimu
- Bab 106 Pikiran Yang Tersembunyi Di Buku Catatan Harian
- Bab 107 Jebakan Yang Terlalu Dalam
- Bab 108 Apakah Bagaimanapun Juga Boleh?
- Bab 109 Lakukan Apa Yang Tuhan Minta Anda Lakukan
- Bab 110 Berpapasan
- Bab 111 Eldric VS Ridwan
- Bab 112 Kamu Boss Besar, Jadi Tidak Perlu Membayar?
- Bab 113 Sudah Bergerak
- Bab 114 Menemani Sampai Akhir
- Bab 115 Tekanan Tak Terbatas
- Bab 116 Menemani Adalah Pengakuan Cinta Terdalam
- Bab 117 Kegembiraan Kecil Ridwan
- Bab 118 Karim Mempersulit Segalanya
- Bab 119 Ketenangan Sebelum Badai
- Bab 120 Seolah Melihat Yutta Yang Dulu
- Bab 121 Ini Adalah Sebuah Permainan
- Bab 122 Melihat, Mendengar Dan Mengetahui
- Bab 123 Mereka Tidak Pantas Melihatnya
- Bab 124 Kamu Lihat, Aku Tidak Menangis
- Bab 125 Boss Yutta Aloysia Menghilang
- Bab 126 Dia Mencari Wanita Itu Dengan Menggila
- Bab 127 Kelabilan dan Sakit Hati Ridwan Kamil
- Bab 128 Kelembutan Eldric Di Bawah Sikap Dingin
- Bab 129 Tunggu Aku Di Atas Ranjang