Cinta Yang Paling Mahal - Bab 105 Kamu Berdiri Di Sana Saja Aku Akan Berjalan Mendekatimu
Hati Yutta bergetar, pada saat ini, semakin tidak mengerti melihat pria di depan ini yang terkadang polos dan terkadang bersikap tidak serius.
Dia berpikir jika berkata seperti itu maka bisa membuatnya marah dan pergi.
Sebaliknya, dia malah merasa agak malu.
Tidak peduli lagi, langsung berkata pada Ridwan: “Tuan Kamil ciuman tadi, tidaklah gratis, Tuan Kamil harus ingat membayar tagihannya.”
Berkata seperti ini……seharusnya sudah bisa bukan?
Yutta berpikir begini.
Melihat pria yang ada di depan, melepaskan satu tangannya, dimasukkan ke dalam saku dan bergerak-gerak, ketika diulurkan lagi, telapak tangan terlentang di depannya: “Tuh, buat kamu.”
Yutta tercengang, dia belum pernah bertemu dengan orang seperti Ridwan.
Penuh keterkejutan menatap uang kertas warna merah yang ada di telapak tangan Ridwan, sebaliknya, Yutta malah tidak tahu harus bagaimana menghadapinya.
“……” Dia begitu cekatan langsung memberi uang……
Awalnya mengira menunjukkan sisi buruk dirinya di hadapan dia, menggambarkan dirinya seperti itu di hadapan dia, maka akan membuat dia ketakutan dan pergi.
“Yutta, aku pernah mengatakan, kamu tidak bisa melarikan diri. Aku serius.”
Di samping telinga, suara Ridwan tegas sekali.
Tapi Yutta malah semakin panik.
Serius!
Serius!
Sesuatu yang serius……dia tidak berani menginginkannya!
Dia mana pantas mendapatkan sesuatu yang “serius”!
“Yutta, kamu seperti ini tidak adil bagiku.”
Yutta mendadak mengangkat kepala, ada perasaan aneh di bawah matanya: “Ridwan,” Suara yang kasar, perlahan menghentikan Ridwan, dia menatap Ridwan dengan serius sambil bertanya: “Bagaimana tampang Yutta yang ada di matamu?”
Ridwan tercengang sejenak, bagaimanapun tidak menyangka, wanita yang ada di depannya ini, tiba-tiba akan melontarkan pertanyaan seperti ini.
Apakah……ini sangat penting?
Di tempat yang tak terlihat oleh Ridwan, kedua tangan Yutta, tanpa henti terus menggosok jarinya, tidak setenang seperti wajahnya.
“Ridwan, aku tidak memiliki apa pun.” Yutta mengingatkan dengan datar.
Ridwan agak cemas: “Siapa bilang?”
“Ridwan, aku benar-benar tidak memiliki apa pun.” Jadi, sebenarnya kenapa kamu terus menerus memberikan kata “serius” darimu kepada aku?
“Kamu sangat keras kepala, juga sangat tegar, masih begitu baik hati. Kamu berani berbuat berani menanggungnya, kamu tidak menghindari dari apa pun, kecuali menghadapi perasaanku. Ketika telingamu memerah sangat imut, menciummu seperti merasakan cinta pertama.”
Ridwan terburu-buru mengatakan: “Yutta, kamu bukannya tidak memiliki apa-apa, kamu sangat baik. Saking baiknya semua hal fana itu menjadi tidak penting.”
Sudut mulut Yutta menunjukkan senyuman terpaksa……tegar? Baik hati? Berani berbuat berani menanggungnya? Tidak menghindar?
Dia menatap pria di depan yang masih agak bersifat kekanak-kanakan ini, tatapan Ridwan yang begitu serius, pasti dan yakin……Yutta hanya merasa tidak berani menatap langsung dan menghadapinya, hanya merasa kedua pipinya memanas.
Tatapan mata yang begitu tegas dan yakin, ekspresi yang begitu serius……mulut Yutta ternganga, ingin mengatakan “Ridwan, kamu salah, orang yang kamu bicarakan itu, bukan aku”, dia ingin mengatakannya, pada akhirnya, mata Yutta berbinar sejenak, kata-kata yang sudah mau diucapkan, akhirnya tidak diucapkan.
Mungkin, sekarang dia sudah tidak ada tenaga untuk mencintai seseorang, juga tidak ada kemampuan untuk mencintai, mungkin ini hanya keegoisan yang keluar dari lubuk hati terdalamnya……
“Yutta, kamu tidak perlu berjalan padaku, kamu tidak perlu mendekatiku, kamu hanya perlu berdiri di sana saja, berdiri di sana jangan bergerak, aku yang pergi ke arahmu untuk mendekatimu. Aku yang pergi memelukmu, kamu hanya perlu berdiri dan jangan bergerak, jangan melakukan apa pun, sisanya biar aku saja yang melakukannya.”
“Yutta, kamu tidak mencobanya, bagaimana kamu bisa tahu kalau di dalam duniamu tidak akan ada kata bahagia?”
“Yutta, coba saja, coba, aku pasti tidak akan membiarkanmu sedih dan sakit hati, apalagi meneteskan air mata.”
“Yutta, beri aku kesempatan, juga beri dirimu kesempatan, beri kita berdua satu kesempatan untuk bahagia bersama.”
“Yutta……”
“Yutta……”
“Yutta……”
Satu demi satu panggilan “Yutta”, satu demi satu panggilan sudah akan masuk ke dalam hatinya, bagaimana?
Bagaimana!
“Yutta, apakah menurutmu, kamu yang sekarang masih pantas mendapatkan kebahagiaan?” Eldric Cassio berkata.
“Yutta, beri kesempatan pada kita berdua untuk mendapatkan kebahagiaan.” Ridwan berkata.
Dua suara, tanpa henti terus berulang, tanpa henti terus berada dalam benaknya, otaknya sudah hampir meledak!
Bahagia, bagaimana dia bisa mendapatkan kebahagiaan! Dia adalah orang yang berdosa! kak Lucas mati karena dirinya, dia malah mendapatkan kebahagiaan yang paling diinginkan di dunia ini?
Konyol!
Yang harus mati tidak mati, yang tidak harus mati malah mati, yang harus mati itu malah mendapatkan kebahagiaan? Orang yang seharusnya bahagia adalah kak Lucas! Kehidupannya saat ini direbut dari kak Lucas!
Jika……jika kak Lucas tidak mati karena dirinya, seharusnya saat ini kak Lucas sudah bahagia, bukan?
Sudah merebut nyawa kak Lucas, masih ingin merebut kebahagiaan kak Lucas?
Perjuangan, penderitaan, penyesalan, menyangkal diri sendiri, membenci diri sendiri……berbagai macam perasaan ini!
Yutta terjerumus ke dalam pengucilan diri dan membenci diri sendiri, dia tidak bisa membedakan, kebahagiaannya dan kebahagiaan kak Lucas tidaklah sama. Alam bawah sadarnya berpikir, kak Lucas mati untuknya, sekarang dia masih hidup, hidup untuk kak Lucas, demi menebus dosa kepada kak Lucas. Jika kak Lucas masih hidup, hari itu dia yang meninggal, sekarang setiap udara yang dia hirup semuanya milik kak Lucas.
Maka……bagaimana dengan kebahagiaan?
Suara Ridwan masih terngiang di samping telinga!
Yutta dengan keras menyingkirkan Ridwan: “Tutup mulutmu! Tutup mulutmu, aku tidak mau kebahagiaan apa!” Bagaikan binatang buas yang mengaum pada Ridwan, Ridwan terperanjat, tidak menyangka tiba-tiba tenaganya begitu kuat, begitu tidak berhati-hati langsung didorong menjauh hingga terhuyung dua langkah, baru saja berdiri mantap, langsung melihat wanita itu tertatih-tatih, menyeret satu kakinya, tapi sepertinya melarikan diri.
Yutta tergesa-gesa ingin menjauh dari Ridwan.
Ridwan mengejar ke sana.
“Yutta, apa yang sedang kamu takutkan!”
Jalan setapak pepohonan, seorang wanita tertatih-tatih pergi dengan tergesa-gesa, di belakang, pria yang mengenakan kemeja putih tergesa-gesa mengejarnya, sambil berlari sambil mempertanyakan, membentuk sebuah perlombaan pengejaran.
Atau mungkin, ini tidak termasuk lomba pengejaran. Bagaimanapun orang yang mengejar dan orang yang dikejar, kekuataannya tidak seimbang, satu kaki dan tangan panjang, langkah sangat kuat dan cepat, satu kakinya pincang, langkah tertatih-tatih.
Cuaca ini adalah suasana hati tuhan, akan langsung berubah begitu saja.
Detik sebelumnya, langit cerah dan matahari bersinar terang.
Detik berikutnya……bunyi petir!
Dalam sekejap badai melanda!
Tidak tahu dari mana datangnya awan gelap ini, seketika menutupi langit dan matahari, hujan deras langsung menyelimuti dunia!
“Yutta, jangan lari lagi, kamu tidak bisa lari dari aku.”
Ridwan berteriak keras di belakang Yutta, jarak diantara mereka berdua semakin dekat, sekali lihat jaraknya hanya lima atau enam meter saja, Yutta panik, sambil berlari sambil menoleh ke belakang untuk melihat Ridwan: “Aku bilang, aku tidak butuh kebaha……”
“Yutta! hati-hati!”
Ucapannya masih belum selesai, sudah melihat mata ketakutan Ridwan, Yutta masih belum menyadari apa-apa, sebuah suara tabrakan “prangg”, dia masih berpikir apa yang telah terjadi, tubuh sudah jatuh ke tanah dan berguling.
Novel Terkait
Cinta Yang Paling Mahal×
- Bab 1 Penjarakan Dia
- Bab 2 Semuanya Ini Adalah Maksud Dari Tuan Cassio
- Bab 3 Keluar Dari Penjara
- Bab 4 Kebetulan Melihat Pasangan Yang Kencan Diam-Diam
- Bab 5 Mencari Masalah Untuk Diri Sendiri
- Bab 6 Kamu Tidak Bermaksud Menyapa Aku?
- Bab 7 Cium Dia
- Bab 8 Penyelaan Oleh Ridwan
- Bab 9 Amarah Dan Hinaannya
- Bab 10 Ditangkap Setelah Melarikan Diri
- Bab 11 Dia Datang
- Bab 12 Yutta Yang Tidak Percaya Diri
- Bab 13 Memindahkan Dia Ke Departemen Hubungan Masyarakat
- Bab 14 Penghinaan Dan Penyiksaan
- Bab 15 Mempermalukan
- Bab 16 Bukan Yang Paling Memalukan
- Bab 17 Hanya Lebih Memalukan
- Bab 18 Tubuhmu Dingin Atau Panas
- Bab 19 Tersebar Dengan Luas
- Bab 20 Kritikan Lea
- Bab 21 Eldric, Dengar
- Bab 22 Dia Menghindari Eldric
- Bab 23 Eldric Menciumnya
- Bab 24 Apakah Kamu Meremehkan Yutta
- Bab 25 Kamu Kira Dirimu Lebih Mulia Dari Yutta
- Bab 26 Jangan Terburu-Buru Satu Persatu
- Bab 27 Membantu Dia Melampiaskan Amarah
- Bab 28 Tuan Lucas
- Bab 29 Wanita Gila
- Bab 30 Gadis Malang
- Bab 31 Kak Lucas...
- Bab 32 Terakhir Kali Tanya padamu
- Bab 33 Ridwan Kamil VS Yutta Aloysia
- Bab 34 Awal Permasalahan
- Bab 35 Mempersulit
- Bab 36 Tidak Tahu Malu
- Bab 37 Penipuan Untuk Mendapatkan Kepercayaan
- Bab 38 Apakah Yang Dia Inginkan Terlalu Banyak?
- Bab 39 Bagaimana Merendahkan Diri Bisa Interpretasikan Kesombongan
- Bab 40 Perburuan Berdarah Dimulai
- Bab 41 Aku Ingin Kamu Menemaniku Malam Ini
- Bab 42 Apakah Yang Dia Inginkan Hanya Sebuah Ciuman?
- Bab 43 Alasan Eldric Pergi Ke Luar Negeri
- Bab 44 Orang Yang Tidak Tahu Malu
- Bab 45 Ridwan Memberi Pelajaran Kepada Lea Si Hati Jahat
- Bab 46 Lea Trisa Demi Menjaga Diri Mendorong Yukka Aloysia untuk Menghalang
- Bab 47 Eldric Cassio Emosi
- BAB 48 Tidak Boleh Mati
- BAB 49 Yutta Aloysia Ikut Aku
- BAB 50 Dengan Kuat Menghentikan Mulut yang Mengganggunya
- Bab 51 Malam Ini Temani Aku Tidur
- Bab 52 Perhatian Di Balik Penampilan Dingin Yang Sengaja Diperlihatkan
- Bab 53 Apakah Kamu Tahu Siapa yang Menyelamatkan Yutta
- Bab 54 Memeriksa
- Bab 55 Bawa Aku Menemuinya
- Bab 56 Aku Akan Mengabulkanmu
- Bab 57 Kekurangan Ginjal
- Bab 58 Kesakitan
- Bab 59 Kelembutan Eldric
- Bab 60 Malah Menuangkan Garam
- Bab 61 Kelembutan Yang Canggung
- Bab 62 Sesuatu Yang Tidak Aku Inginkan
- Bab 63 Tidak Tahu Malu, Menggoda Tuan Kamil
- Bab 64 Apa Yang Dilakukannya Dengan Ridwan
- Bab 65 Keputusannya
- Bab 66 Kalau Sakit, Gigitlah
- Bab 67 Ciuman Melanda
- Bab 68 Kebencian Lea
- Bab 69 Bertemu Larut Malam Di Pinggir Jalan
- Bab 70 Ingat, Namaku Zarco Rius
- Bab 71 Yutta Marah
- Bab 72 Sangat Acuh Tidak Acuh
- Bab 73 Dengarkan Nasihat Kak Ming, Menjauhlah Dari Pria Itu
- Bab 74 Jadilah Pacarku Saja
- Bab 75 Yutta Aloysia Yang Menggila, Eldric Cassio Yang Menggila
- Bab 76 Yutta Aloysia, Yutta Aloysia
- Bab 77 Rayon Lucas Dan Karim Heng
- Bab 78 Jangan Sentuh Tempat Itu Lagi
- Bab 79 Tuan Karim Heng Aku Butuh Sepuluh Miliar
- Bab 80 Perburuan Ini Berubah Menjadi Tidak Menarik
- Bab 81 Hanya Ingin Berburu, Tidak Memiliki Perasaan
- Bab 82 Perubahan Yutta Aloysia
- Bab 83 Mendorong Masuk Ke Dalam Neraka
- Bab 84 Kemana Saja Kamu Adikku?
- Bab 85 keras Kepala dan Tetap Tegar
- Bab 86 Bukankah Ini Adalah Nona Aloysia?
- Bab 87 Kamu Bisa Berlutut Sekarang
- Bab 88 Biarkan Aku Pergi
- Bab 89 Livin Bukan Tidak Bersalah
- Bab 90 Bos! Tolong!
- Bab 91 Menghancurkan Harapan Dengan Tangan Sendiri
- Bab 92 Penyesalan Terakhir Dalam Hidup ini Adalah Bertemu Denganmu
- Bab 93 Akulah Yang Telah Buta Mata Dan Buta Hati
- Bab 94 Masing-Masing Semuanya Bukanlah Orang Yang Mudah Ditangani
- Bab 95 Telah Membayar Yang Harus Dibayar
- Bab 96 Sudah Gila Sejak Lama
- Bab 97 Eldric Tidak Menyadari Perasaannya Sendiri
- Bab 98 Saudara
- Bab 99 Siapa Kamu?
- Bab 100 Menghancurkan Impiannya dan Kak Lucas
- Bab 101 Kebenaran Tentang Ginjal Kiri Diangkat
- Bab 102 Eldric, Kamu Sudah Gila!
- Bab 103 Yang Bisa Menahannya Bukanlah Pria
- Bab 104 Ridwan Kamil, Ridwan Kamil Membuat Orang Sakit Hati
- Bab 105 Kamu Berdiri Di Sana Saja Aku Akan Berjalan Mendekatimu
- Bab 106 Pikiran Yang Tersembunyi Di Buku Catatan Harian
- Bab 107 Jebakan Yang Terlalu Dalam
- Bab 108 Apakah Bagaimanapun Juga Boleh?
- Bab 109 Lakukan Apa Yang Tuhan Minta Anda Lakukan
- Bab 110 Berpapasan
- Bab 111 Eldric VS Ridwan
- Bab 112 Kamu Boss Besar, Jadi Tidak Perlu Membayar?
- Bab 113 Sudah Bergerak
- Bab 114 Menemani Sampai Akhir
- Bab 115 Tekanan Tak Terbatas
- Bab 116 Menemani Adalah Pengakuan Cinta Terdalam
- Bab 117 Kegembiraan Kecil Ridwan
- Bab 118 Karim Mempersulit Segalanya
- Bab 119 Ketenangan Sebelum Badai
- Bab 120 Seolah Melihat Yutta Yang Dulu
- Bab 121 Ini Adalah Sebuah Permainan
- Bab 122 Melihat, Mendengar Dan Mengetahui
- Bab 123 Mereka Tidak Pantas Melihatnya
- Bab 124 Kamu Lihat, Aku Tidak Menangis
- Bab 125 Boss Yutta Aloysia Menghilang
- Bab 126 Dia Mencari Wanita Itu Dengan Menggila
- Bab 127 Kelabilan dan Sakit Hati Ridwan Kamil
- Bab 128 Kelembutan Eldric Di Bawah Sikap Dingin
- Bab 129 Tunggu Aku Di Atas Ranjang