Cinta Yang Paling Mahal - Bab 114 Menemani Sampai Akhir

“Kakek…” Ketika Ridwan mau mengatakan sesuatu, Kakek Kamil lebih dulu menyela ucapannya dengan dingin,

“Tinggalkan wanita itu.”

Perintah dingin Kakek Kamil ini langsung terdengar dan masuk ke telinga Ridwan, tiba-tiba! Ridwan memicingkan matanya melihat ke arah kakek “Kakek menyelidikiku?”

Tatapan mata Ridwan yang sedang melihat kakek berubah jadi sedikit dingin.

Kakek berkata dengan dingin “Kamu memprovokasi lawan yang sekuat ini, aku sebagai tetua di keluarga Kamil, apa tidak harus mencari tahu dengan jelas sebab dan akibatnya? Dan membiarkanmu membuat keluarga Kamil dalam masalah? em?”

“Kakek takut kan, kakek takut keluarga Cassio. Bahkan generasi muda dari keluarga Cassio saja kakek takut. Apa jangan-jangan selama bertahun-tahun ini, setiap orang mengatakan kalau keluarga Kamil tidak lebih baik dari keluarga Cassio...”

Belum selesai Ridwan bicara, kakek mengambil tongkat jalan di sampingnya, lalu memukulkannya dengan keras ke Ridwan “Diam!” Ekspresi kakek begitu tegas, mata tuanya yang kelabu membelalak dengan sangat lebar. Dia memelototi cucu kandung di depannya ini dengan sangat marah.

Cucu ini bisa dibilang adalah cucu yang terbaik dan cukup luar biasa hebat dalam generasi keluarga Kamil seumur hidupnya ini. Tapi dia hanya punya kebiasaan buruk yaitu malas. Kakek Kamil selalu optimis tentang kemampuan cucunya ini. Dia tidak pernah menyangka kalau cucunya ini bisa memberikan musuh yang begitu kuat seperti ini untuk keluarga Kamil.

Ucapan keluarga Kamil tidak lebih baik dari keluarga Cassio, walaupun di luar sana banyak sekali orang yang mengatakan ini. Tapi mereka sama sekali tidak berani mengatakannya di depan Kakek Kamil. Wajah tua Kakek Kamil langsung memerah marah... ini adalah sakit hati Kakek Kamil!

Ridwan masih saja tersenyum sinis, tongkat jalan kakeknya terus dipukulkan ke tubuh Ridwan. Kakek sama sekali tidak main-main memukulnya, dia memukul dengan keras. Tapi, ketegaran Ridwan masih saja tidak berubah dan dia sama sekali tidak menghidari pukulan tongkat jalan itu, membiarkan Kakek Kamil terus memukuli tubuhnya dengan tongkat jalan itu.

Kepala pelayan di belakang tidak tega terus menyaksikan adegan ini. Dia membujuk kakek dengan berkata “Kakek, sudah jangan marah. Tuan muda masih muda, banyak hal yang memang perlu anda ajari kepadanya, suatu hari dia akan mengerti.”

Kakek Kamil sangat marah, dia berkata "Kedepannya, kamu tidak boleh bertemu lagi dengan wanita itu.”

Ridwan tiba-tiba mengepalkkan tangannya dengan erat, lalu membelalakkan matanya dengan marah ke Kakek Kamil “Tidak akan mungkin!”

“Coba katakan sekali lagi!” Kakek yang baru saja mereda sedikit emosinya, sekarang emosinya lagi-lagi meningkat “Ridwan, coba kamu katakan sekali lagi!”

Disuruh bicara tinggal bicara saja!

“Aku bilang, aku tidak akan mungkin melepaskannya!”

“Kamu!” Kakek sangat marah sampai dadanya naik turun tidak karuan “Bagus! bagus bagus sekali! sekarang kamu sudah merasa hebat ya!” Kakek memaki dan memarahi Ridwan sambil mencari tongkat jalan yang barusan tadi dilemparkannya “ Jun, mana tongkat jalannya, mana tongkatnya!"

Kepala pelayan Jun sangat cemas di belakang kakek. Dia telah menyembunykan tongkat jalannya di belakang punggungnya dan memandang ke arah Ridwan "Tuan Muda, kakek sudah semakin tua, jadi tolong anggukkan saja kepala anda dan mengiyakan kakek."

Wajah tampan Ridwan penuh keengganan untuk mengaku kalah, dia merapatkan bibir tipisnya dan tidak mengatakan sepatah kata pun.

“Tongkat jalannya!” Kakek Kamil marah dan memelototi Kepala pelayan Jun, lalu mengulurkan tangan padanya “ Jun ! serahkan tongkat jalannya kepadaku!”

“Tuan muda!” Jun masih menolak untuk menyerah.

Ridwan mengertakkan gigi dan berkata dengan keras " Paman Jun, serahkan saja tongkatnya."

Dada Kakek Kamil naik turun, dia langsung menyambar tongkat jalan di tangan Kepala pelayan Jun dan memukulkannya ke punggung Ridwan dengan keras “Sudah merasa hebat kamu ya!" Sebuah tongkat jalan terus dipukulkan ke punggung Ridwan!

“Kamu sudah merasa luar biasa!” Pukulan tongkat sekali lagi dilemparkan, meninggalkan bekas luka berdarah di lengan tangan Ridwan.

Kakek sangat marah hingga dia mengangkat tongkat jalannya dengan keras dan memukulkannya terus ke Ridwan. Ridwan hanya mengerutkan kening tapi matanya masih saja dipenuhi tekad yang bulat menolak untuk menyerah dan mengakui kekalahannya.

"Kamu demi seorang wanita, mau membuat keluarga Kamil terjebak dalam kesulitan dan bahaya! Ridwan, aku benar-benar tidak tahu, sejak kapan kamu belajar dari kakakmu menjadi budak cinta seperti ini!”

Tiba-tiba dalam sekejap, kedua mata Ridwan membelalak sangat lebar!

“Srieeet” Dia langsung mendongak dan melotot dengan marah ke Kakek Kamil. Di mata bunga persiknya saat ini tidak ada lagi ketidak seriusan, juga tidak ada tatapan mata penuh perasaan yang dalam kepada Yutta. Matanya saat ini penuh dengan kemarahan yang membara, menatap Kakek Kamil dengan tajam dan sangat menakutkan,

“Kakek, kakak sudah meninggal dunia.”

Semua orang hanya tahu kalau keluarga Kamil hanya memiliki Ridwan. Mereka tidak tahu kalau sebenarnya keluarga Kamil masih memiliki seorang cucu tertua yang begitu rendah hati, Dia adalah kakak laki-laki Ridwan yang sudah lama meninggal ketika pindah ke Amerika Serikat!

Kematian kakak Ridwan ini adalah sakit yang tidak bisa hilang dari hati Ridwan!

Dia melotot dengan marahnya ke Kakek Kamil. Tampak kebencian tersembunyi di matanya!

Kepala Pelayan tua itu melihat kalau situasi mulai memburuk. Dia buru-buru menarik Kakek Kamil “Kakek, tenanglah jangan marah lagi.”

Kakek Kamil juga tercengang ketika melihat mata Ridwan yang memerah marah. Suasana di ruangan itu dalam sekejap langsung menjadi hening yang begitu aneh..... Setelah sekian lama, Kakek Kamil melepaskan tangannya dan tongkat jalan di tangannya "bruakk” jatuh dan mendarat di atas ubin lantai marmer. Tubuh Kakek menjadi lemas. Dia pun jatuh terduduk dengan lemasnya di sofa belakangnya.

Seolah-olah dalam sekejap, pria tua yang tadinya tampak sehat dan bugar dalam sekejap langsung jadi terlihat lebih tua sepuluh tahun. Di mata tuanya, ada jejak depresi dan setengah penyesalan, tapi wajah tua yang serius itu masih saja tegang dan sangat keras.

Mata merah Ridwan menatap pria tua di atas sofa itu, lalu dia memejamkan matanya dengan berat. Menutupi emosi yang begitu rumit di bawah matanya, menggertakkan gigi, lalu ketika dia membuka matanya lagi, mata merah marahnya telah kembali tenang, warna merah darah dalam matanya sudah memudar.

“Mulai hari ini, aku secara resmi akan masuk dan bergabung di internal perusahaan keluarga Kamil.” Dia berdiri dengan tegak, lalu tak bergerak. Hanya saja dia menjatuhkan tatapan matanya kepada pria tua di sofa itu, lalu berkata dengan tegas,

"Yutta, adalah wanita pertama yang aku sukai dengan sangat serius. Aku tidak akan menyerah ataupun melepaskannya. Tidak peduli Eldric memberikan tekanan besar atau kesulitan seperti apa kepada Keluarga Kamil, aku juga tetap tidak akan melepaskannya.

Siapa yang berbuat maka dia yang bertanggung jawab. Tujuan Eldric melakukan ini semua adalah aku. Karena aku telah membuat keluarga Kamil dalam kesulitan dan bahaya seperti ini. Kalau begitu aku akan menanggung semuanya, bergabung masuk ke perusahaan Kamil dan menghadapi Eldric langsung.”

Kakek Kamil membuka mulutnya, seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi, pada akhirnya ketika melihat tatapan mata cucu di depannya yang sudah bertekad bulat dan juga nada bicara yang begitu yakin, kakekpun diam.

Sebelum Ridwan pergi, dia melihat ke orang tua di sofa itu, lalu berkata dengan tenang,

“Aku bukanlah kakakku. Aku tidak akan membuat pilihan yang sama dengannya. Aku tidak akan melepaskan wanita yang aku sukai hanya karena kamu atau karena siapapun juga. Aku juga tidak mungkin tidak punya kemampuan dan kekuatan untuk melindungi wanitaku sendiri dan juga keluargaku.”

Kakek Kamil tiba-tiba mendongak, yang dilihatnya saat ini adalah punggung tegap Ridwan yang meghilang di pintu gerbang.

Kepala pelayan Jun berseru "Kakek? Tuan muda dia?"

“Terserah dia.” Kakek Kamil menghela napas dingin dan melambaikan tangan kepada Jun “Aku lelah, kamu pergilah dulu.” Jun pun pergi. Wajah Kakek Kamil tampak gusar, mata tuanya tampak begitu berat dan dalam... mengenai pilihan yang akan dilakukannya. Perlu melihat dulu cucu yang sangat dianggap penting dan berkemampuan ini, baru bisa menentukan langkah selanjutnya!

Mobil Ridwan menderu melaju dengan cepat di tempat tinggi.

Angin melewati jendela yang terbuka, rambut hitamnya itu tertiup angin. Ridwan menelepon seseorang, lalu memasang headset bluetoothnya dan berkata "Eldric, dengarkan baik-baik. Yutta, aku tidak akan menyerah dan melepaskannya. Keluarga Kamil, aku akan berusaha menjaga dengan baik. Kita berdua lihat saja, pada akhirnya siapa yang kalah dan siapa yang menang!”

Di sisi lain telepon, jari ramping seorang pria menepuk casing ponsel dua kali. Setelah mendengarkan ucapan itu, sudut mulutnya melengkung dan suara yang begitu berat dan dalam terdengar "Oke, apapun yang kamu ingin lakukan, aku akan menemanimu sampai akhir. Tapi, barangku, jangan pernah berpikir untuk menyentuhnya.”

Kedua belah pihak mematikan panggilan telepon hampir pada saat yang sama, tidak perlu mengatakan hal lain, masing-masing dari mereka telah memasuki kondisi persiapan bersaing.

Novel Terkait

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu