Cinta Yang Paling Mahal - Bab 113 Sudah Bergerak
Di akhir pekan, Ridwan lagi-lagi datang menjemput Yutta di asrama Yutta untuk mengajaknya makan. Akhir pekan, Yutta libur. Kedai mie daging sapi di pasar malam itu menjadi tempat yang paling sering dikunjungi Yutta dan Ridwan.
Paman Hu juga sudah terbiasa dengan Ridwan yang selalu membawa pacarnya ke kedai mie daging sapi untuk makan mie daging ini.
Hari ini, setelah selesai makan siang, Ridwan langsung membawanya pergi menonton bioskop.
Pada saat ini, Yutta masih sedikit melamun, namun popcorn dan sebuah minuman di tangannya lagi-lagi mengingatknanya—dia lagi-lagi diibodohi Ridwan.
Namun, bibir Yutta tanpa sadar masih menunjukkan senyuman.
Sulit untuk tidak mengatakan kalau Ridwan adalah orang yang ceria dan membuat suasana juga ikut menyenangkan. Jika dia ingin bersikap baik dan ramah pada siapapun maka orang itu pasti akan sangat bahagia. Dengan berpikir seperti ini, senyum di wajah Yutta tiba-tiba menghilang.
Dia memandangi pria di sampingnya dengan perasaan yang sangat rumit. Dia sudah bertekad dalam hati, begitu selesai nonton bioskop hari ini, dia pasti akan bicara sendiri kepada Ridwan dengan sejelas-jelasnya....kalau dia tidak akan bisa mencintainya.
Juga harus bicara dengan jelas kalau semua ini harus berhenti sampai di sini saja.
Dia akui, dia sangat menginginkan ketika Ridwan memandangnya. Tatapan mata yang hanya melihatnya sebagai seorang gadis biasa, tidak menganggap rendah atau menghinanya, tidak ada ejekan ataupun merendahkannya.
Dia akui, dia sangat menginginkan cahaya indah yang menembus melalui celah-celah itu, membuatnya lebih berharga dalam kegelapan.
Namun, masalah ini juga bergerak ke arah yang tak bisa dia kendalikan.... sudah ditaktidrkan untuk tidak bisa membalas kepura-puraan yang terlihat stabil ini. Sebenarnya, dia adalah pria dengan pemikiran seorang anak laki-laki. Karena memang seperti itu, lebih baik jika lebih cepat membicarakan hal ini dengan sejelas-jelasnya sampai dia mengerti.
Yutta merasa dia dalam sebuah lumpur kotor yang sangat dalam, jadi mana layak untuknya memiliki sebuah kebahagiaan?
Bagaimana bisa menarik orang yang tidak berdosa dan begitu polos ini ikut masuk ke dalam rawa berlumpur ini?
Maka, melepaskannya adalah pilihan terbaik yang memang harus dilakukan.
Tiba-tiba, punggung tangan Yutta diselimuti kehangatan. Yutta merasakkan kehangatan ini, lalu menundukkan kepala memandang ke bawah. Telapak tangan Ridwan yang besar menggenggam erat tangannya, “Jangan sembunyi.” Terdengar suara yang rendah dan berat, yang memiliki kekuatan yang membuat orang lain sulit untuk menghindarinya.
Hati Yutta bergetar, membiarkan tangan pria itu menggenggam erat tangannya. Lalu menoleh untuk menonton film.
Hanya saja dia semakin bertekad bulat dalam hati. selesai nonton bioskop ini, harus mencari kesempatan untuk mengatakan hal ini sejelas-jelasnya kepada Ridwan... dia bukanlah gadis baik-baik. Dia tidak pantas mendapatkan sebuah kebahagiaan. Apalagi membalas perasaannya.
Awalnya, dia hanya mengira kalau pria anak-anak ini hanya sekedar penasaran saja. Tapi kemudian....semua hal yang telah dilakukan Ridwan, tatapan Ridwan ketika memandangnya, semua ini tidak bisa menipu siapapun.
Di samping tangan kirinya di dalam kegelapan, saat Yutta berbalik, wajah tampan Ridwan menunjukkan senyuman lebar. Di senyuman ini tampak kepuasaan yang besar dan juga kebahagiaan yang tulus yang tidak terlihat oleh Yutta.
Yutta sama sekali tidak mengerti apa yang diceritakan dalam film itu karena dia sama sekali tidak konsentrasi menonton film itu. Pikiran dan hatinya dari tadi sedang memikirkan bagaimana bicara dengan pria di sampingnya ini nanti.
Begitu film itu selesai, lampu meyala dengan terang, Ridwan menarik tangan Yutta dan tak mau melepaskannya sama sekali. Dia menggandeng Yutta mengikuti kerumunan orang yang berjalan keluar.
Yutta sedikit gugup, mengangkat kepalanya dan melihat punggung pria di depannya. Telapak tangannya sudah berkeringat, begitu lengket. Yutta melihat ke tempat dimana dua tangan ini saling menggenggam, dalam hati membantin: apa dia sama sekali tidak merasa dua tangan yang lengket dan berminyak jika bergandengan terasa sangat tidak nyaman?
Tapi tampak jelas, berbeda dengan Yutta yang selama menonton film tadi terus berpikir hal lain dengan berat. Ridwan malah tampak sangat senang, dia menggandeng Yutta dengan bahagianya, berjalan sampai ke tempat parkir. Yutta masuk dan duduk di bangku penumpang depan, Ridwan pun juga masuk ke dalam mobil.
“Nanti dulu menjalankan mobilnya.”
“Em?” Ridwan menoleh dengan ekspresi bingung, “Apa ada sesuatu yang kamu mau beli?”
Yang dipikirkan oleh Ridwan pertama kali ketika Yutta tiba-tiba meminta untuk menghentikan mobilnya adalah apakah ada sesuatu yang belum dia beli..... semakin seperti ini, hati Yutta semakin sedih dan tak nyaman.
Tenggorokannya seperti tersumbat.
Ridwan mendesaknya lagi, “Mau apa, lagi pula hari ini akhir pekan, kita punya banyak waktu.”
“....bukan.” dia menggertakkan giginya, tampak tekad besar di bawah matanya, “Tuan Kamil, kita yang seperti ini...” bukanlah hal yang baik.....dia ingin mengatakan hal ini.
“Cangmang de tianya shi wo de ai....” tiba-tiba terdengar nada dering ponsel.
Ridwan mengambil ponselnya dan melihat ke layar, dia mengerutkan kening, mendongak dan berkata kepada Yutta, “Yutta, aku angkat telepon dulu ya.” mengulurkan tangan kemudian menekan tombol jawab.
Di sisi telepon terdengar suara orang tua yang begitu serius sekali, “Pulang kamu sekarang.”
Ridwan tidak senang, “Kakek, aku masih ada urusan....”
“Tidak usah bicara lagi. Kamu harus pulang sekarang juga.”
Selesai bicara, lalu langsung terdengar suara ‘tut tut tut’ di telepon itu.
Ridwan memandangi telepon yang sudah ditutup itu, allisnya tertarik ke bawah membentuk sebuah bukit.
“Tuan Kamil, apa ada hal yang mendesak? Aku bisa pulang sendiri kok.”
Yutta menghela napas... kelihatannya hari ini tidak punya kesempatan untuk membicarakan ini.
“Aku akan mengantarmu ke asrama.” Ridwan menarik lengan Yutta untuk menghentikannya membuka pintu mobil dan turun dari mobil, “Mengantarmu ke asrama juga tidak butuh waktu banyak. Sejalan juga kok.
“Baiklah kalau begitu. Tuan Kamil terima kasih telah mentraktirku makan hari ini, dan juga sudah mentraktirku nonton bioskop.”
Ridwan melirik lagi dengan tidak senang kepada Yutta, “Apa kamu harus sesopan ini padaku? Aku sudah bilang berapa kali. Jangan panggil aku tuan kamil tuan kamil. Berasa aneh ketika mendengarnya.”
Dia bicara sambil menginjak pedal gas, lalu melaju pergi menuju asrama Yutta.
“Sudah sampai. Hati-hati turunnya.” Ridwan berpikir sejenak, lalu bicara lagi kepada Yutta yang sudah turun dari mobil, “Yutta, aku harap suatu hari nanti, kamu bisa tidak memanggilku lagi dengan panggilan Tuan Kamil.”
Langkah Yutta berhenti dalam sekejap ketika mendengar ini, lalu dia tersenyum kepada Ridwan, dan berkata, “Panggilan Tuan Kamil ini adalah panggil hormatku kepada anda. Tuan Kamil, cepat sana pergi. Aku rasa kamu punya hal yang sangat mendesak.”
Selesai bicara, dia berbalik dan pergi, tidak memberi sedikitpun waktu untuk meneruskan pembicaraan. Hanya menghela napas tak bersuara... kelihatannya hari ini memang tidak bisa mengatakan semuanya, lain kali harus coba cari kesempatan lagi.
Wajah Ridwa tiba-tiba terlihat sedikit sedih. Lalu, dia penuh semangat melihat ke arah Yutta pergi. Di bawah matanya, lagi-lagi muncul tekad yang membara.... cepat atau lambat, cepat atau lambat aku pasti bisa membuka hati Yutta yang terkunci rapat itu!
Aku tidak percaya!
Bukankah orang bijaksana dulu berkata, selama berniat tinggi dan merasa akan bisa berhasil, maka semuanya benar-benar akan berhasil seperti yang dimau?
Dia menginjak pedal gasnya lagi, lalu melaju dengan cepat langsung menuju rumah keluarga Kamil.
Rumah keluarga Kamil.
Kakek Kamil dengan rambut beruban yang biasanya wajahnya sangat serius, pada saat ini tampak semakin serius. Dia tidak akan menunjukkan espresi yang baik ketika menghadapi Ridwan di depannya.
“Kakek.” Tidak peduli seberapa kurang ajarnya Ridwan di luar, tapi di depan Kakak Kamil, dia akan sangat hormat dan sopan.
Kakek begitu kaku dan tanguh, ini juga adalah alasan yang membuat Ridwan tidak terlalu suka pulang ke rumah ini.
Kakek mengulurkan tangannya di belakangnya, lalu Kepala pelayan tua di belakangnya segera menyerahkan sebuah map dokumen ke tangan kakek.
“Bruak” kakek langsung melemparkan map dokumen itu ke depan Ridwan, lalu berkata, “Coba kamu lihat sendiri, berapa kerugian yang dialami keluarga Kamil akhir-akhir ini.”
Ridwan membungkuk sambil mengerutkan kening mengambil map dokumen itu. Setelah membukanya, dan membacanya dengan cepat. Semakin lama membaca dan melihatnya, eskpresi di wajahnya semakin tampak gusar dan tidak enak. Dia pun melemparkan map dokumen itu lagi ke atas meja, “Kakek, apa yang terjadi?” Dalam waktu tidak sampai setengah bulan, harta kekayaan Keluarga Kamil seperti menguap habis!
Walaupun dia suka sekali bersenang-senang, dan tidak terlalu suka ikut campur dalam urusan perusahaan keluarga. Tapi, itu tidak berarti Ridwan hanya bisa makan, minum, bersenang-senang saja, tanpa memiliki kemampuan apapun.
“Kamu masih bisa-bisanya dengan tidak malu menanyakan padaku, apa yang terjadi?” Kakek marah. Dia menunjuk Ridwan dengan kesal, “Coba pikirkan baik-baik, akhir-akhir ini kamu sudah menyinggung dan memprovokasi siapa! Siapa yang punya kekuasaan dan kemampuan sebesar ini sampai bisa dalam waktu yang sangat pendek membuat keluarga Kamil mau tidak mau harus memperhatikan ini?”
Ridwan langsung mengerti dan menyadarinya!
“Eldric!” dia melontarkan nama ini sambil menggertakkan giginya!
Novel Terkait
Yama's Wife
ClarkLove and Trouble
Mimi XuMilyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu
Milea AnastasiaMy Greget Husband
Dio ZhengAku bukan menantu sampah
Stiw boyCinta Yang Paling Mahal×
- Bab 1 Penjarakan Dia
- Bab 2 Semuanya Ini Adalah Maksud Dari Tuan Cassio
- Bab 3 Keluar Dari Penjara
- Bab 4 Kebetulan Melihat Pasangan Yang Kencan Diam-Diam
- Bab 5 Mencari Masalah Untuk Diri Sendiri
- Bab 6 Kamu Tidak Bermaksud Menyapa Aku?
- Bab 7 Cium Dia
- Bab 8 Penyelaan Oleh Ridwan
- Bab 9 Amarah Dan Hinaannya
- Bab 10 Ditangkap Setelah Melarikan Diri
- Bab 11 Dia Datang
- Bab 12 Yutta Yang Tidak Percaya Diri
- Bab 13 Memindahkan Dia Ke Departemen Hubungan Masyarakat
- Bab 14 Penghinaan Dan Penyiksaan
- Bab 15 Mempermalukan
- Bab 16 Bukan Yang Paling Memalukan
- Bab 17 Hanya Lebih Memalukan
- Bab 18 Tubuhmu Dingin Atau Panas
- Bab 19 Tersebar Dengan Luas
- Bab 20 Kritikan Lea
- Bab 21 Eldric, Dengar
- Bab 22 Dia Menghindari Eldric
- Bab 23 Eldric Menciumnya
- Bab 24 Apakah Kamu Meremehkan Yutta
- Bab 25 Kamu Kira Dirimu Lebih Mulia Dari Yutta
- Bab 26 Jangan Terburu-Buru Satu Persatu
- Bab 27 Membantu Dia Melampiaskan Amarah
- Bab 28 Tuan Lucas
- Bab 29 Wanita Gila
- Bab 30 Gadis Malang
- Bab 31 Kak Lucas...
- Bab 32 Terakhir Kali Tanya padamu
- Bab 33 Ridwan Kamil VS Yutta Aloysia
- Bab 34 Awal Permasalahan
- Bab 35 Mempersulit
- Bab 36 Tidak Tahu Malu
- Bab 37 Penipuan Untuk Mendapatkan Kepercayaan
- Bab 38 Apakah Yang Dia Inginkan Terlalu Banyak?
- Bab 39 Bagaimana Merendahkan Diri Bisa Interpretasikan Kesombongan
- Bab 40 Perburuan Berdarah Dimulai
- Bab 41 Aku Ingin Kamu Menemaniku Malam Ini
- Bab 42 Apakah Yang Dia Inginkan Hanya Sebuah Ciuman?
- Bab 43 Alasan Eldric Pergi Ke Luar Negeri
- Bab 44 Orang Yang Tidak Tahu Malu
- Bab 45 Ridwan Memberi Pelajaran Kepada Lea Si Hati Jahat
- Bab 46 Lea Trisa Demi Menjaga Diri Mendorong Yukka Aloysia untuk Menghalang
- Bab 47 Eldric Cassio Emosi
- BAB 48 Tidak Boleh Mati
- BAB 49 Yutta Aloysia Ikut Aku
- BAB 50 Dengan Kuat Menghentikan Mulut yang Mengganggunya
- Bab 51 Malam Ini Temani Aku Tidur
- Bab 52 Perhatian Di Balik Penampilan Dingin Yang Sengaja Diperlihatkan
- Bab 53 Apakah Kamu Tahu Siapa yang Menyelamatkan Yutta
- Bab 54 Memeriksa
- Bab 55 Bawa Aku Menemuinya
- Bab 56 Aku Akan Mengabulkanmu
- Bab 57 Kekurangan Ginjal
- Bab 58 Kesakitan
- Bab 59 Kelembutan Eldric
- Bab 60 Malah Menuangkan Garam
- Bab 61 Kelembutan Yang Canggung
- Bab 62 Sesuatu Yang Tidak Aku Inginkan
- Bab 63 Tidak Tahu Malu, Menggoda Tuan Kamil
- Bab 64 Apa Yang Dilakukannya Dengan Ridwan
- Bab 65 Keputusannya
- Bab 66 Kalau Sakit, Gigitlah
- Bab 67 Ciuman Melanda
- Bab 68 Kebencian Lea
- Bab 69 Bertemu Larut Malam Di Pinggir Jalan
- Bab 70 Ingat, Namaku Zarco Rius
- Bab 71 Yutta Marah
- Bab 72 Sangat Acuh Tidak Acuh
- Bab 73 Dengarkan Nasihat Kak Ming, Menjauhlah Dari Pria Itu
- Bab 74 Jadilah Pacarku Saja
- Bab 75 Yutta Aloysia Yang Menggila, Eldric Cassio Yang Menggila
- Bab 76 Yutta Aloysia, Yutta Aloysia
- Bab 77 Rayon Lucas Dan Karim Heng
- Bab 78 Jangan Sentuh Tempat Itu Lagi
- Bab 79 Tuan Karim Heng Aku Butuh Sepuluh Miliar
- Bab 80 Perburuan Ini Berubah Menjadi Tidak Menarik
- Bab 81 Hanya Ingin Berburu, Tidak Memiliki Perasaan
- Bab 82 Perubahan Yutta Aloysia
- Bab 83 Mendorong Masuk Ke Dalam Neraka
- Bab 84 Kemana Saja Kamu Adikku?
- Bab 85 keras Kepala dan Tetap Tegar
- Bab 86 Bukankah Ini Adalah Nona Aloysia?
- Bab 87 Kamu Bisa Berlutut Sekarang
- Bab 88 Biarkan Aku Pergi
- Bab 89 Livin Bukan Tidak Bersalah
- Bab 90 Bos! Tolong!
- Bab 91 Menghancurkan Harapan Dengan Tangan Sendiri
- Bab 92 Penyesalan Terakhir Dalam Hidup ini Adalah Bertemu Denganmu
- Bab 93 Akulah Yang Telah Buta Mata Dan Buta Hati
- Bab 94 Masing-Masing Semuanya Bukanlah Orang Yang Mudah Ditangani
- Bab 95 Telah Membayar Yang Harus Dibayar
- Bab 96 Sudah Gila Sejak Lama
- Bab 97 Eldric Tidak Menyadari Perasaannya Sendiri
- Bab 98 Saudara
- Bab 99 Siapa Kamu?
- Bab 100 Menghancurkan Impiannya dan Kak Lucas
- Bab 101 Kebenaran Tentang Ginjal Kiri Diangkat
- Bab 102 Eldric, Kamu Sudah Gila!
- Bab 103 Yang Bisa Menahannya Bukanlah Pria
- Bab 104 Ridwan Kamil, Ridwan Kamil Membuat Orang Sakit Hati
- Bab 105 Kamu Berdiri Di Sana Saja Aku Akan Berjalan Mendekatimu
- Bab 106 Pikiran Yang Tersembunyi Di Buku Catatan Harian
- Bab 107 Jebakan Yang Terlalu Dalam
- Bab 108 Apakah Bagaimanapun Juga Boleh?
- Bab 109 Lakukan Apa Yang Tuhan Minta Anda Lakukan
- Bab 110 Berpapasan
- Bab 111 Eldric VS Ridwan
- Bab 112 Kamu Boss Besar, Jadi Tidak Perlu Membayar?
- Bab 113 Sudah Bergerak
- Bab 114 Menemani Sampai Akhir
- Bab 115 Tekanan Tak Terbatas
- Bab 116 Menemani Adalah Pengakuan Cinta Terdalam
- Bab 117 Kegembiraan Kecil Ridwan
- Bab 118 Karim Mempersulit Segalanya
- Bab 119 Ketenangan Sebelum Badai
- Bab 120 Seolah Melihat Yutta Yang Dulu
- Bab 121 Ini Adalah Sebuah Permainan
- Bab 122 Melihat, Mendengar Dan Mengetahui
- Bab 123 Mereka Tidak Pantas Melihatnya
- Bab 124 Kamu Lihat, Aku Tidak Menangis
- Bab 125 Boss Yutta Aloysia Menghilang
- Bab 126 Dia Mencari Wanita Itu Dengan Menggila
- Bab 127 Kelabilan dan Sakit Hati Ridwan Kamil
- Bab 128 Kelembutan Eldric Di Bawah Sikap Dingin
- Bab 129 Tunggu Aku Di Atas Ranjang