Cinta Yang Paling Mahal - Bab 115 Tekanan Tak Terbatas

Tuan Muda Keluarga Kamil akhir-akhir ini sangat rajin sekali. Ini adalah berita publik di lingkaran bisnis.

Di sebuah pesta bisnis malam ini, tuan muda keluarga Kamil juga akan menghadirinya. Oleh karena itulah, banyak sekali gadis dari keluarga terpandang sengaja merias diri.

Begitu lampu menyala terang, kolam renang, vila, pria dan wanita yang berpakaian rapi, di sini langsung dipenuhi dengan banyak tokoh besar di kota S.

Lalu, meskipun begitu, di lingkaran yang penuh dengan orang-orang besar, tetap saja ada pembagian kelas sosialnya masing-masing.

“Tuan Kamil, akhir-akhir ini cukup aktif juga. Bisa sampai serajin ini, apa jangan-jangan karena seorang wanita cantik yang membuat tuan Kamil jadi bersemangat ya?” Kata seorang pria berusia tiga puluhan yang tampak penuh percaya diri, bersulang ke arah Ridwan sambil bercanda dengannya.

Tak disangka, Tuan Kamil yang masih sangat mudah itu malah mengakui hal ini dengan sangat santai “Memang benar seperti itu. Penilaian mata Bilkins selalu saja sehebat ini ya.”

Bilkins langsung terkejut “Gadis dari keluarga mana ini yang begitu beruntung, bisa disukai oleh Tuan Kamil?"

Ridwan melambaikan tangannya dan berkata sambil tersenyum " Bilkins, tidak bisa mengatakannya seperti itu. Aku Ridwan yang sangat beruntung bisa bertemu dengannya. Dalam hidupku ini, bisa bertemu dengannya adalah keberuntungan besar untukku. Jika bisa menikahinya, itu adalah berkah terbesar seumur hidupku.”

Dia bicara, lalu mendengar suara ribut di depannya.

Perhatian Ridwan dan Bilkins pun ikut tertarik dengan suara ribut itu, mereka melihat ke arah pintu masuk..

“Itu... adalah Tuan Eldric dari Keluarga Cassio?” Kata Bilkins di samping Ridwan dengan terkejut, lalu berkata lagi “Aku tidak dengar apa-apa kalau di pesta malam ini, buaya besar dan hebat dalam industri bisnis ini akan juga muncul disini?”

Setelah bicara, dia menoleh dan bertanya kepada Ridwan "Tuan Kamil, apakah kamu tahu Keluarga Cassio..."

Ketika Bilkins menoleh untuk melihat ke arah Ridwan. Ridwan tidak memperhatikannya sama sekali. Ridwan meletakkan gelas anggur di tangannya dan berjalan langsung ke pintu utama.

Bilkins tampak heran, dia melihat tujuan Tuan muda Kamil pergi, yang ternyata adalah sosok di pintu utama yang menyebabkan suara ribut yang tak terhitung jumlahnya.

Tuan muda Kamil baru pindah dari Amerika Serikat. Dan dia belum setahun sejak kembali ke negara ini, sedangkan Tuan Cassio sudah tinggal lama sekali di negara ini. Jadi, kapan mereka berdua ini pernah bertemu?

Perihal masa anak-anak antara Ridwan dan Eldric, masyarakat di lingkaran bisnis saat ini tidak banyak tahu tentang situasi tersebut.

Begitu Eldric muncul, langsung menimbulkan keramaian tersendiri. Tidak peduli pria dan wanita, tatapan mata mereka bersinar ketika melihatnya muncul di pintu utama.

Yang pria ingin menghampirinya untuk menyapanya, menunjukkan wajahnya agar dikenal olehnya. Yang wanita lagi-lagi membenai riasan mereka, menarik gaun mereka dan merapikan rambut mereka. Banyak sekali mata yang begitu bersinar memandang ke Eldric.

Orang-orang itu bergerak lagi, mereka yang ada di kedua sisi memberi jalan bagi sosok Ridwan.

“Yoh, bukankah ini Tuan Cassio ya?” Muncul senyuman jahat di wajah tampan Ridwan. Satu tangannya diselipkan di saku celananya, lalu berjalan dengan gagahnya menuju pria di pintu utama itu “Aku tidak menyangka, Tuan Cassio juga cukup tertarik dengan pesta yang sebesar ini.”

Mata elang Eldric tampak santai, dia berdiri diam tak bergerak di tempatnya. Memperhatikan Ridwan yang berjalan perlahan menghampirinya “Keluar untuk santai santai saja. Pesta apapun dan dimana pun itu sama saja.”

“Santai ya... Oh, apa ada yang terjadi dengan Tuan Cassio belakangan ini?” Kata Ridwan, lalu lanjut berkata “Bagaimana kalau Tuan Cassio aku ajak bermain-main di Internasional Club Hamilton?”

Mata elang dalam Eldric tiba-tiba menyipit, menatap Ridwan... padahal tahu jelas kalau internasional Club Hamilton adalah tempatnya dia..... Ridwan ini sedang memprovokasinya!

Sudut mulutnya terangkat dengan malasnya, dia melambaikan tangan kepada pelayan yang tidak jauh dari sana. Dan pelayan itu langsung membawa nampannya menghampiri Eldric. Eldric mengambil segelas anggur merah dari nampan itu, lalu menyerahkan satu gelas ke Ridwan. Setelah itu dia mengangkat gelasnya sendiri “Tuan Kamil begitu perhatian sekali padaku. Tapi kamu juga harus lebih perhatian kepada dirimu sendiri. Kenapa, aku lihat lingkaran hitam di bawah mata Tuan Kamil begitu gelap? Akhir-akhir ini, pasti sering begadang ya?”

Tangan Ridwan yang mengangkat gelas anggur merahnya gemetar sejenak, lalu dia dengan santai meneguk anggur merah di gelasnya sampai habis, lalu menaruhnya lagi di nampan di pelayan itu, menoleh menatap Eldric,

“Memang sering begadang. Kalau tidak begadang, bagaimana bisa menghadapi setiap gelombang masalah dan kesulitan yang diberikan oleh Tuan Cassio?”

“Cih, di dunia bisnis, tidak ada kata kesulitan dan masalah ini. Yang ada siapa yang menang dan siapa yang kalah.” Kata Eldric dengan santai. Dia menggoyangkan anggur merah di gelasnya, lalu tanpa meneguknya, dia menaruhnya lagi ke nampan itu. Mata elang yang begitu jernih melirik ke samping,

“Aku sudah bilang, barangku, Walaupun aku sudah tidak mau, tapi tidak akan aku berikan ke orang lain. Tuan Kamil semangat ya. Mungkin saja setelah beberapa kali begdang lagi, kamu bisa membalikkan hasil akhir kegagalan ini. Hal itu juga mungkin saja terjadi.”

Senyuman di wajah Ridwan membeku. Dia semakin tidak mau begitu saja mengaku kalah “Tuan Cassio, terus terusan bilang dan menekankan barang yang tidak diinginkan. Cih, lalu Tuan Cassio yang begitu peduli padanya, tapi malah selalu bilang tidak memedulikannya? Tuan Cassio, apa kamu jangan-jangan cinta tapi tak mendapatkannya, sehingga kamu jadi cemburu?”

Suhu di mata Eldric tiba-tiba langsung turun. Tatapan mata dinginnya jatuh lagi ke wajah Ridwan “Aku bagaimana, tidak butuh perhatian dari Tuan Kamil. Tuan Kamil lebih baik perhatian pada dirimu sendiri saja.”

Selesai bicara, dia berjalan melewati Ridwan begitu saja lalu pergi.

Walaupun suasana di antara mereka berdua bisa dibilang tidak begitu harmonis. Tapi, mereka berdua tetap bicara dengan suara yang sangat pelan. Bahkan orang di samping mereka tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang sedang mereka bicarakan, hanya melihat dua pria yang luar biasa saling bicara mengenai bisnis.

Eldric lewat samping Ridwan, lalu berjalan lurus dan terus berjalan menuju kamar mandi. Hanya dirinya yang tahu jelas, pada saat ini dirinya sedang marah sekali.

Dia mencintai Yutta, wanita semacam itu? Dia cemburu dengan Yutta dan Ridwan?

Hal yang sangat tidak masuk akal.

Egois, serakah, gila uang, rendahan, murahan... wanita seperti itu, khawatirnya semua pria tidak akan ada yang mau meliriknya. Jadi, dia Eldric mana mungkin akan jatuh cinta dengan wanita seperti itu?

Tidak akan pernah!

Tapi ada suara lain yang memberitahunya di dalam hati: Kamu memang tersentuh dan tergerak olehnya. Kalau tidak, lalu kenapa kamu harus menyulitkan perusahaan keluarga Kamil dan keluarga Kamil?

Kamu bisa kok mengurung Yutta, dengan cara ini Yutta tidak akan bisa berhubungan dengan Ridwan. Lalu kenapa kamu tidak melakukannya?... Kamu takut senyuman di wajahnya kembali menghilang lagikan.

Eldric berjalan ke depan wastafel, tatapannya yang dingin menatap tajam ke dirinya yang ada di cermin. Terus berkata dan menekankan pada dirinya dan hatinya: Tidak! Bukan begitu! aku Eldric tidak akan jatuh cinta pada wanita yang memiliki hati yang begitu jelek! Menyulitkan keluarga Kamil dan juga menyulitkan perusahaan keluarga Kamil hanya karena aku tidak suka saja melihat Ridwan. Ridwan berani menyentuh barangku, maka dia harus menerima perlajaran. Hanya sekedar seperti itu saja.

Ridwan tidak menunggu sampai pesta itu selesai. Dia sudah pergi dan pulang ke rumahnya dari tadi.

Di malam yang gelap dan begitu hening, cahaya lampu di jendela ruang kerja lantai dua masih menyala.

Di belakang meja, duduk seorang pria yang bekerja dengan serius.

Jari Ridwan tidak berhenti sama sekali. Dia terus mengetik di keyboardnya. Setelah bekerja dengan sibuk, dia mengangkat kopi di sampingnya, meneguknya sampai habis seperti sedang minum teh. Lalu, dia menundukkan kepalanya dan bekerja lagi.

Apa yang dikatakan oleh Eldric memang tidak ada yang salah. Jika dia berani malas dan meremehkannya, maka dia tidak akan bisa menghadapi satu persatu serangan Eldric yang datang.

Hanya pada saat inilah Ridwan merasakan ketidakberdayaan… Ketika dia dan Eldric masih anak-anak, mereka memang bermusuhan, tapi seandainya tak bermusuhan mereka pasti bisa jadi teman. Mereka selalu saja saling bersaing mengenai segalanya. Tapi, Ridwan tidak pernah menang.

Pada saat itu, dia tidak terima dengan kekalahannya. Tidak terimanya ini terus berlanjut hingga dewasa. Hingga hari ini, masih sama saja.

Hanya saja, Eldric memang monster. Ketika benar-benar bertarung dan bersaing dengannya, Ridwan baru menyadari, orang ini memiliki keunikan tersendiri dalam berbisnis, entah itu sarana dana, atau bakat.

“Ketika masih kecil dulu, aku memang tidak pernah menang. Kali ini, aku tidak boleh kalah.” Hanya Yutta yang aku tidak bisa kalah dari orang yang bermarga Cassio itu!

Pukul empat dini hari, lampu di ruang kerja Ridwan akhirnya mati.

Novel Terkait

Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
3 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu