Cinta Yang Paling Mahal - Bab 81 Hanya Ingin Berburu, Tidak Memiliki Perasaan
Satu tangan itu, menyingkirkan rambut yang ada di keningnya, sebodoh apapun dia juga tahu, apa yang ingin dilakukan oleh pria ini!
“Tuan Karim, apakah kamu orang yang tidak tahu menghormati keinginan orang lain?”
“Orang?” Bibir tipis Karim bergerak: “Bukankah kamu sudah mengatakan bahwa kamu adalah pelacur yang bisa melakukan apapun hanya demi uang.
Meskipun aku bukan orang China, tapi pernah mendengar sebuah pepatah yang ada di negara kalian: setelah menjadi pelacur, maka jangan takut orang memarahimu. Apakah dikatakan seperti ini?”
Oohh~
Mendadak hati Yutta terasa sakit, kemudian dalam hati menertawakan diri sendiri……ternyata hatinya memang terlalu lemah, dia bahkan sudah menjadi pelacur, untuk apa masih begitu munafik.
Tetapi telapak tangannya yang ada di belakang punggung tetap menggenggam erat, kuku yang menusuk telapak tangan hingga sakit, saat ini bahkan tidak merasakannya.
“Di mana pun boleh, tapi tidak boleh di sini.” Dia sangat keras kepala saling memandang dengannya, mata memerah sekali, tidak berkedip, “Tidak boleh tetap tidak boleh.”
“Bagaimana jika aku bersikeras mau?”
Yutta menurunkan kelopak matanya, tidak bicara……Karim hanya merasa saat ini, sekujur tubuh wanita ini sedang bersinar……di dunia ini, bagaimana bisa ada wanita seperti ini?
Sangat rendah diri, juga sangat sombong.
Sebenarnya apa yang telah membuat seorang wanita menjadi seperti ini?
Detik sebelumnya membuat orang merasa bosan, merasa vulgar, sebentar saja kamu akan menemukan bagian dalam dirinya yang mempesona, membuat orang tidak bisa memalingkan pandangan.
Bibir dengan lembut menyentuh bekas luka itu, Karim bisa merasakan dengan jelas, seluruh tubuh wanita ini menegang, dan kulit di bawah bibir, juga ikut menegang……sebenarnya apa yang telah menyebabkan luka ini?
Sebenarnya siapa yang memberinya luka ini……jika, jika dia juga bisa menciptakan sebuah luka tak terlupakan pada tubuhnya, alangkah bagusnya itu.
Telapak tangan Yutta, ditekan erat-erat, kuku langsung menusuk ke dalam telapak tangan, ada darah yang mengalir keluar, tik tik tik…… jatuh ke lantai.
Akhirnya, Karim melepaskan Yutta.
“Prakk!”
Suara tamparan tajam terdengar sangat jelas di koridor tengah malam.
Karim memalingkan wajahnya ke satu sisi, setelah beberapa saat, perlahan mengangkat tangan, masih tidak terlalu percaya mengusap pipinya sendiri, “Siiihh”
“Tamparanmu ini cukup kejam.”
Telapak tangan Yutta sedang gemetaran, tapi kedua mata sangat tegas, ada rasa balas dendam yang menyenangkan: “Tuan Karim begitu suka menabur garam di atas luka orang lain, seharusnya sekarang Tuan Karim sudah tahu bukan, menabur garam di atas luka akan terasa sakit.”
Selesai bicara, dia juga tidak peduli dengan reaksi Karim lagi, berbalik dengan penuh amarah, menyeret kakinya sambil naik ke lantai atas.
Karim masih berdiri di atas tangga, telapak tangan mengelus pipi yang sakit, tidak mengejar ke sana, hanya saja sepasang mata bersinar cahaya yang tidak jelas, terus memandang sosok punggungnya, hingga menghilang dari pandangannya.
Dia berjalan ke lantai bawah, keluar dari perumahan, masuk ke mobil yang terparkir di pinggir jalan, pipi terasa panas dan sakit.”
Dia lalu mengusap wajah lagi, “Benar-benar sakit.”
Mengambil ponsel, juga tidak peduli sekarang jam berapa, langsung menelepon Rayon.
“Apakah kamu tahu sekarang sudah jam berapa?” Di seberang telepon terdengar suara bertanya tidak puas.
Karim tidak mempedulikannya, berkata pada orang yang ada di seberang telepon:
“Aku dipukul.”
“Dari mana pihak sana berasal? Ada berapa orang, apakah kamu bisa menanganinya?” Sambil bcara, di dalam telepon terdengar suara gemerisik mengenakan pakaian.
“Satu orang.”
“Satu orang?” Rayon mengangkat ponsel, mengerutkan kening……siapa? Seorang diri sudah bisa mengalahkan Karim, Rayon memikirkan semua orang yang terpikir olehnya, di Kota S, ragu-ragu sejenak: “……Eldric?”
Bukannya dia menganggap remeh orang lain, hal seperti memukul orang, bukan hanya harus lihat kekuatan saja, juga harus lihat kekuatan di belakangnya.
Identitas Karim jelas ada di sana dan kekuatan Karim selalu tinggi.
Orang yang bisa mengalahkan Karim, tidak bisa tanpa latar belakang ini.
“Bukan, aku ditampar.”
“……” Di……tampar? Bagaimanapun tidak terdengar seperti gaya perkelahian di antara pria: “……siapa yang pukul?” Ada sedikit keanehan yang melintas di hati Rayon.
“Mangsa, yaitu mangsa yang pernah aku ungkit denganmu, Rayon, aku semakin tertarik dengan mangsa itu, jika……jika bisa mengukir bekas luka tak terlupakan yang tidak boleh disentuh pada tubuhnya……”
Belum selesai bicara, langsung dihentikan oleh Rayon:
“Karim, Apakah kamu tahu apa yang sedang kamu lakukan!” Keseriusan Rayon yang belum pernah ada sebelumnya: “Kamu sedang bermain api!”
“Sudahlah, aku mau mengemudi, tutup dulu.”
“Kamu cepat berhenti, dengar tidak, cepat hen……” Ucapan Rayon belum selesai, langsung mendengar telepon berbunyi “tut tut tut--”.
Dia membanting telepon yang ada di tangannya ke kasur.
Seekor mangsa?
Apakah benar hanya sekedar seekor mangsa saja?
Seekor mangsa, akan membuat Karim berubah menjadi begitu tidak normal?
Setidaknya, dia tidak pernah melihat Karim demi seekor “mangsa”, berubah menjadi begitu tidak normal!
“Brengsek!” Rayon mengomel dengan keras, melihat sekilas ponsel yang ada di atas ranjang, lalu mengambilnya lagi, mengirimkan pesan singkat kepada Karim: cepat berhenti! Jangan membuat dirimu berubah menjadi diriku yang selanjutnya!
Dan Karim sedang melewati lampu lalu lintas, sekalian membuka pesan singkat ini, setelah melihatnya, ada sedikit cibiran di sudut mulutnya: “Berhenti? Mangsaku semakin menarik, bagaimana bisa berhenti?”
Mengenai kata-kata Rayon “Jangan membuat dirimu berubah menjadi diriku yang selanjutnya” itu, Karim bahkan lebih tidak menganggap hal itu penting.
Rayon adalah Rayon, dia adalah dia, Rayon berperasaan, dia tidak berperasaan.
Menekan sebuah tombol, penutup atas mobil sport terangkat, angin berhembus dari depan, tengah malam di jalanan kosong, Karim menghadapi angin kencang dan berteriak pada jalanan kosong:
Juston!
Karim hanya perlu berburu, hanya ada permainan, tidak berperasaan!
Angin berhembus di atas kepalanya, meniup rambutnya hingga berantakan……tidak masalah.
……
Yutta melihat orang itu di depan asramanya lagi.
“Bukankah sudah aku katakan, jangan datang lagi. Jangan saling bertemu lagi.” Akhir-akhir ini dia demi uang sudah pusing sekali. Dia merasa otaknya pasti sudah rusak, hari itu ada pemilik yang begitu kaya, di saat dirinya sangat miskin meralat, dia malah mengusir sumber keuangan satu-satunya itu.
Dia merasa luka di keningnya mulai terasa panas lagi.
“Lapar.” Karim berkata dengan suara merdu dan singkat, selembar cek bernilai satu miliar, disodorkan ke hadapan Yutta, bertanya sambil menggoda: “Apakah benar-benar ingin menolak sepenuhnya? Demi harga diri lebih memilih menanggung derita?”
“Kamu kekurangan uang sepuluh miliar bukan? Bukankah bagi kamu uang sepuluh miliar sangat penting? Saking pentingnya, bahkan lebih penting dari nyawamu, kan? Kamu sungguh tidak mau mempertimbangkannya?” Ketika Karim berkata seperti ini, hati Yutta mulai goyah.
“Sebenarnya……walaupun aku ingin menyentuh lukamu bisa bagaimana, kamu bisa menghindar, kamu bisa menghindar sekali, kelak aku tidak akan menyentuhnya lagi.”
Ini adalah sebuah kesepakatan.
Bagi siapa pun, tidak ada kata adil atau tidak.
Yang diinginkan Karim adalah kesenangan dalam berburu.
Yang diinginkan Yutta adalah uang.
“Sebenarnya, kamu tahu, tidak peduli kamu setuju atau tidak, aku pasti ada cara membuatmu tunduk. Tidak menunggumu di sini, aku bisa pergi ke Hamilton untuk menemuimu.”
Licik! Dalam hati Yutta marah sekali!
Novel Terkait
The Winner Of Your Heart
ShintaMr. Ceo's Woman
Rebecca WangDon't say goodbye
Dessy PutriCinta Di Balik Awan
KellyLove And Pain, Me And Her
Judika DenadaCinta Yang Paling Mahal×
- Bab 1 Penjarakan Dia
- Bab 2 Semuanya Ini Adalah Maksud Dari Tuan Cassio
- Bab 3 Keluar Dari Penjara
- Bab 4 Kebetulan Melihat Pasangan Yang Kencan Diam-Diam
- Bab 5 Mencari Masalah Untuk Diri Sendiri
- Bab 6 Kamu Tidak Bermaksud Menyapa Aku?
- Bab 7 Cium Dia
- Bab 8 Penyelaan Oleh Ridwan
- Bab 9 Amarah Dan Hinaannya
- Bab 10 Ditangkap Setelah Melarikan Diri
- Bab 11 Dia Datang
- Bab 12 Yutta Yang Tidak Percaya Diri
- Bab 13 Memindahkan Dia Ke Departemen Hubungan Masyarakat
- Bab 14 Penghinaan Dan Penyiksaan
- Bab 15 Mempermalukan
- Bab 16 Bukan Yang Paling Memalukan
- Bab 17 Hanya Lebih Memalukan
- Bab 18 Tubuhmu Dingin Atau Panas
- Bab 19 Tersebar Dengan Luas
- Bab 20 Kritikan Lea
- Bab 21 Eldric, Dengar
- Bab 22 Dia Menghindari Eldric
- Bab 23 Eldric Menciumnya
- Bab 24 Apakah Kamu Meremehkan Yutta
- Bab 25 Kamu Kira Dirimu Lebih Mulia Dari Yutta
- Bab 26 Jangan Terburu-Buru Satu Persatu
- Bab 27 Membantu Dia Melampiaskan Amarah
- Bab 28 Tuan Lucas
- Bab 29 Wanita Gila
- Bab 30 Gadis Malang
- Bab 31 Kak Lucas...
- Bab 32 Terakhir Kali Tanya padamu
- Bab 33 Ridwan Kamil VS Yutta Aloysia
- Bab 34 Awal Permasalahan
- Bab 35 Mempersulit
- Bab 36 Tidak Tahu Malu
- Bab 37 Penipuan Untuk Mendapatkan Kepercayaan
- Bab 38 Apakah Yang Dia Inginkan Terlalu Banyak?
- Bab 39 Bagaimana Merendahkan Diri Bisa Interpretasikan Kesombongan
- Bab 40 Perburuan Berdarah Dimulai
- Bab 41 Aku Ingin Kamu Menemaniku Malam Ini
- Bab 42 Apakah Yang Dia Inginkan Hanya Sebuah Ciuman?
- Bab 43 Alasan Eldric Pergi Ke Luar Negeri
- Bab 44 Orang Yang Tidak Tahu Malu
- Bab 45 Ridwan Memberi Pelajaran Kepada Lea Si Hati Jahat
- Bab 46 Lea Trisa Demi Menjaga Diri Mendorong Yukka Aloysia untuk Menghalang
- Bab 47 Eldric Cassio Emosi
- BAB 48 Tidak Boleh Mati
- BAB 49 Yutta Aloysia Ikut Aku
- BAB 50 Dengan Kuat Menghentikan Mulut yang Mengganggunya
- Bab 51 Malam Ini Temani Aku Tidur
- Bab 52 Perhatian Di Balik Penampilan Dingin Yang Sengaja Diperlihatkan
- Bab 53 Apakah Kamu Tahu Siapa yang Menyelamatkan Yutta
- Bab 54 Memeriksa
- Bab 55 Bawa Aku Menemuinya
- Bab 56 Aku Akan Mengabulkanmu
- Bab 57 Kekurangan Ginjal
- Bab 58 Kesakitan
- Bab 59 Kelembutan Eldric
- Bab 60 Malah Menuangkan Garam
- Bab 61 Kelembutan Yang Canggung
- Bab 62 Sesuatu Yang Tidak Aku Inginkan
- Bab 63 Tidak Tahu Malu, Menggoda Tuan Kamil
- Bab 64 Apa Yang Dilakukannya Dengan Ridwan
- Bab 65 Keputusannya
- Bab 66 Kalau Sakit, Gigitlah
- Bab 67 Ciuman Melanda
- Bab 68 Kebencian Lea
- Bab 69 Bertemu Larut Malam Di Pinggir Jalan
- Bab 70 Ingat, Namaku Zarco Rius
- Bab 71 Yutta Marah
- Bab 72 Sangat Acuh Tidak Acuh
- Bab 73 Dengarkan Nasihat Kak Ming, Menjauhlah Dari Pria Itu
- Bab 74 Jadilah Pacarku Saja
- Bab 75 Yutta Aloysia Yang Menggila, Eldric Cassio Yang Menggila
- Bab 76 Yutta Aloysia, Yutta Aloysia
- Bab 77 Rayon Lucas Dan Karim Heng
- Bab 78 Jangan Sentuh Tempat Itu Lagi
- Bab 79 Tuan Karim Heng Aku Butuh Sepuluh Miliar
- Bab 80 Perburuan Ini Berubah Menjadi Tidak Menarik
- Bab 81 Hanya Ingin Berburu, Tidak Memiliki Perasaan
- Bab 82 Perubahan Yutta Aloysia
- Bab 83 Mendorong Masuk Ke Dalam Neraka
- Bab 84 Kemana Saja Kamu Adikku?
- Bab 85 keras Kepala dan Tetap Tegar
- Bab 86 Bukankah Ini Adalah Nona Aloysia?
- Bab 87 Kamu Bisa Berlutut Sekarang
- Bab 88 Biarkan Aku Pergi
- Bab 89 Livin Bukan Tidak Bersalah
- Bab 90 Bos! Tolong!
- Bab 91 Menghancurkan Harapan Dengan Tangan Sendiri
- Bab 92 Penyesalan Terakhir Dalam Hidup ini Adalah Bertemu Denganmu
- Bab 93 Akulah Yang Telah Buta Mata Dan Buta Hati
- Bab 94 Masing-Masing Semuanya Bukanlah Orang Yang Mudah Ditangani
- Bab 95 Telah Membayar Yang Harus Dibayar
- Bab 96 Sudah Gila Sejak Lama
- Bab 97 Eldric Tidak Menyadari Perasaannya Sendiri
- Bab 98 Saudara
- Bab 99 Siapa Kamu?
- Bab 100 Menghancurkan Impiannya dan Kak Lucas
- Bab 101 Kebenaran Tentang Ginjal Kiri Diangkat
- Bab 102 Eldric, Kamu Sudah Gila!
- Bab 103 Yang Bisa Menahannya Bukanlah Pria
- Bab 104 Ridwan Kamil, Ridwan Kamil Membuat Orang Sakit Hati
- Bab 105 Kamu Berdiri Di Sana Saja Aku Akan Berjalan Mendekatimu
- Bab 106 Pikiran Yang Tersembunyi Di Buku Catatan Harian
- Bab 107 Jebakan Yang Terlalu Dalam
- Bab 108 Apakah Bagaimanapun Juga Boleh?
- Bab 109 Lakukan Apa Yang Tuhan Minta Anda Lakukan
- Bab 110 Berpapasan
- Bab 111 Eldric VS Ridwan
- Bab 112 Kamu Boss Besar, Jadi Tidak Perlu Membayar?
- Bab 113 Sudah Bergerak
- Bab 114 Menemani Sampai Akhir
- Bab 115 Tekanan Tak Terbatas
- Bab 116 Menemani Adalah Pengakuan Cinta Terdalam
- Bab 117 Kegembiraan Kecil Ridwan
- Bab 118 Karim Mempersulit Segalanya
- Bab 119 Ketenangan Sebelum Badai
- Bab 120 Seolah Melihat Yutta Yang Dulu
- Bab 121 Ini Adalah Sebuah Permainan
- Bab 122 Melihat, Mendengar Dan Mengetahui
- Bab 123 Mereka Tidak Pantas Melihatnya
- Bab 124 Kamu Lihat, Aku Tidak Menangis
- Bab 125 Boss Yutta Aloysia Menghilang
- Bab 126 Dia Mencari Wanita Itu Dengan Menggila
- Bab 127 Kelabilan dan Sakit Hati Ridwan Kamil
- Bab 128 Kelembutan Eldric Di Bawah Sikap Dingin
- Bab 129 Tunggu Aku Di Atas Ranjang