Cinta Yang Paling Mahal - Bab 82 Perubahan Yutta Aloysia
Meskipun Yutta marah, tapi dia paham akan satu hal-- apa yang dikatakan oleh Karim benar.
Dia menundukkan kepala, Karim tidaklah mendesaknya.
Setelah agak lama, dia mengangkat kepala: “Aku masih ada satu permintaan, bisakah kamu tidak menggunakan kekerasan untuk memaksa. Kalau tidak, aku sama sekali tidak bisa menghindar, dalam hal ini, Tuan Karim sangatlah jelas.”
“Baik.”
Karim langsung menyetujuinya, mata coklat berkedip dalam sekejap……bodoh, apakah tidak menggunakan tangan untuk menahan kebebasanmu, maka itu bukan dinamakan menggunakan kekerasan.
Walaupun bertanding kecepatan, dia juga jauh lebih cepat darinya.
Yutta penuh keraguan menatap Karim yang ada di depan, selalu merasa ada yang tidak benar karena dia langsung menyetujuinya, tapi setelah memikirkan percakapan tadi secara teliti, memang tidak menemukan masalah apa pun.”
“Lapar.”
“Masuk saja.” Membuka pintu asrama, sama seperti sebelumnya, Yutta pergi sibuk di dapur.
Karim semakin akrab duduk di posisi yang sering dia duduki itu, memandang wanita yang ada di dapur.
Seperti biasa membawakan mie ke sini dan dia makan sampai habis.
Setelah selesai makan, dia mengeluarkan sapu tangan untuk menyeka sudut mulutnya, gerakannya begitu menawan, diantara mereka berdua, dari awal hingga akhir tidak berkomunikasi, tidak ada yang bicara, tapi semua itu sangat harmonis sekali, seolah-olah adegan ini sudah berulang kali dipentaskan.
Tetapi pada saat ini wajah Yutta sudah menunjukkan kewaspadaan.
Dia tidak bicara, sepasang mata terus menatap Karim, berjarak agak jauh darinya.
Mendadak, Karim berdiri, memiringkan kepala melihat wanita yang penuh waspada: “Apakah kamu tidak mau mengantarku?”
“Tidak, Tuan Karim saat pergi ingat bantu tutup pintunya.”
“Bukankah profesi kalian selalu menyambut dan mengantar tamu? Apakah mengantar tamu bukan permintaan yang paling dasar? Atau, Nona Aloysia merasa sudah pulang kerja dan kembali ke asrama, tidak berada di Hamilton lagi, jadi, aku sudah bukan tamumu lagi?
Kalau begitu, aku harus pertimbangkan sejenak, apakah besok harus pergi ke klub tempat Nona Aloysia bekerja, untuk bertemu dengan Nona Aloysia.”
Ancaman lagi!
Licik, licik, licik.
Yutta rasanya ingin menggertakkan gigi, pria yang bernama Karim ini, setiap kali bisa membuatnya kesal hingga menggertakkan gigi, “Apa yang dikatakan Tuan Karim benar, aku tidak boleh mengabaikan tamu hanya karena aku sudah pulang kerja, Tuan Karim, aku akan mengantarmu.”
Yutta sambil bicara, sambil berjalan ke depan, tapi sepasang mata, semakin bertambah waspada menatap pria itu, entah pria ini ada penyakit apa, begitu suka mencium luka orang lain……oh, salah, begitu suka menabur garam pada luka orang, secara kata halus dia “menyembuhkan”!
“Santai saja, Nona Aloysia aku berjanji padamu, malam ini aku sangat lelah, tidak akan menyentuh bekas luka yang ada di keningmu itu.”
Yutta ragu-ragu, tetapi pria itu berkata dengan wajah tulus:
“Biasanya aku selalu komitmen dengan apa yang aku ucapkan, aku tidak akan membohongimu.”
Yutta lalu melihat wajah tampan itu secara teliti, hanya menemukan ketulusan di wajah itu, tidak ada kelicikan sedikit pun, merasa lega, “Tuan Karim, sampai……” Jumpa……
Mendadak ekspresi wajah Yutta berubah!
“Barusan kamu mengatakan……”
“Barusan aku mengatakan bahwa hari ini tidak akan menyentuh lukamu itu?”
“Benar!”
Yutta memegang kening, melototi orang yang ada di depan……kenapa orang ini berbohong dengan begitu tidak bermoral?
Sudah berjanji padanya, tetapi malah ingkar janji lagi.
“Kata-kata seperti ini, kamu juga mempercayainya? Itu berarti kamu bodoh. Kenapa aku mendekatimu……apakah kamu tidak tahu?”
Karim berkata dengan wajar sekali, membuka kedua tangannya, wajah tertuliskan “kamu bodoh dan mudah dibohongi, aku juga tidak berdaya”.
Yutta hanya merasa telapak tangannya luar biasa gatal dan geram sekali, melihat wajah yang ada di depannya langsung ingin melayangkan tamparan.
“Sudahlah,” Mendadak, Karim mengulurkan tangan, pelan-pelan menepuk kening Yutta sejenak: “Sudah malam, tidur lebih awal. Besok malam bertemu lagi.”
Selesai bicara, pergi dengan sangat bebas leluasa.
Suasana hati Karim ada kebahagiaan yang tak terlukiskan.
Wanita ini……semakin mirip orang hidup.
Ketika pertama kali bertemu dengannya, dia sama seperti mayat yang bisa bernafas.
……
Dalam beberapa hari berikutnya, setiap malam di saat Yutta bertemu sosok yang ada di depan pintu asramanya, selalu merasa geram dan tangannya gatal sekali.
Pertempuran berulang dan kegagalan berulang.
Tanpa disadari, luka ini tampaknya tidak sepeka dulu lagi.
Di saat bibir pria bernama Karim ini mencium luka itu, tampaknya luka itu juga tidak sama seperti dulu lagi.
Tetap masih terasa sakit.
Tetapi, didalam rasa sakit ini, Yutta sudah bisa memaksakan diri menerimanya, jika ada yang menabur garam pada lukanya, dia akan melototi Karim sambil mengertakkan gigi.
“Hahaha…… bodoh sekali. Nona Aloysia, kenapa kamu bisa begitu bodoh, sudah aku katakan, hal semacam ini, kamu bahkan mempercayainya!”
Yutta terengah-engah, membelalakkan sepasang mata, saling menatap dengan kesal: “Kamu membuat seluruh tubuhmu penuh dengan darah! Kamu bilang kamu sudah dijebak orang dan terluka, kamu berbaring di depan asramaku dengan tubuh penuh darah, aku rasa walau siapapun itu, pasti akan percaya.
Siapa yang akan mengutuk diri sendiri sudah akan mati?”
Dia tidak berani percaya, pria yang bernama Karim ini, demi mengelabui dia untuk mendekat, bahkan berakting dengan adegan sebesar ini.
Semua alat peraga juga disiapkan hingga begitu lengkap.
“Kamu bodoh, aku juga tidak bisa apa-apa.” Karim menepuk-nepuk pantat dan berdiri: “Di mana mienya? Sudah lapar.”
Yutta penuh api amarah pergi ke dapur, di dalam mie daun bawang hari ini telah ditambahkan dua sendok cabe.
“Huh-kamu ingin membuat aku mati kepedasan ya!”
“Sungguh maaf sekali, Tuan Karim, kemungkinan tadi aku tidak sengaja telah salah menambahkan bumbu, menambahkan dua sendok cabe. Maafkan aku.”
Karim menyipitkan mata melihat Yutta, kemudian, di bawah tatapan Yutta, sesuap demi sesuap, memakan semua mie daun bawang ke dalam perut, sambil makan sudah bercucuran keringat karena kepedasan.
“Sudah selesai makan, aku pergi dulu.” Meninggalkan mangkuk dan sumpit, Karim berdiri dan berjalan ke arah pintu.
Yutta melihat dasar mangkuk yang kosong……hatinya terasa bergetar sejenak……semua sudah dihabiskan.
“Kamu……” Kenapa begitu pedas, Yutta bisa melihatnya, dia tidak sanggup makan sepedas ini, kenapa masih tetap dihabiskan.
Dia ingin bertanya, tetapi pada akhirnya, tetap tidak menanyakan apa pun.
……
Masih ada dua hari sebelum tenggat waktu satu bulan, Yutta meletakkan semua cek yang diberikan oleh Karim selama beberapa hari ini ke atas meja Suming.
“Dia lagi?”
Suming terkejut: “Begitu banyak?” Mendadak dia mengangkat kepala: “Yutta, apa yang sudah kamu lakukan?”
Setiap lembar bernilai satu miliar, totalnya ada lima lembar, total jumlahnya lima miliar, ditambah yang sebelumnya, setidaknya ada tujuh miliar.
“Yutta, apakah kamu……apakah Karim itu melakukan padamu……”
“Tidak, Kak Ming, apapun tidak.” Yutta menyela Suming: “Masih ada dua hari, Suming, Tuan Karim setiap hari memberiku satu miliar, namun, tiba saatnya, aku masih kurang satu miliar. Aku……apakah aku masih ada cara lain?”
Kening Suming bercucuran keringat, di saat Yutta mengatakan pria bernama Karim setiap hari memberinya satu miliar……sebenarnya apa yang telah Yutta lakukan?
Bagaimanapun Suming tidak percaya, satu mangkuk mie daun bawang, satu miliar?
Dia menyipitkan mata memperhatikan Yutta yang ada di depan: “Yutta, diantara kamu dan dia, sebenarnya ada kesepakatan seperti apa?”
Detak jantung Yutta melonjak, mendadak mendongak melihat ke arah Suming……penampilannya ini, Suming melihatnya dengan jelas, sudah ada dasar……kelihatannya, tebakanku sudah benar.
Yutta tahu tidak bisa menyembunyikannya dari Suming, berpikir-pikir, lalu menjelaskannya dengan jujur kepada Suming.
Tetapi, Suming malah semakin khawatir.
“Pria yang bernama Karim ini, jelas sekali dia sedang mempermainkanmu, di matanya kamu bagaikan tikus yang ada di mata kucing, Yutta, kamu mengerti atau tidak, dia bisa sesuka hati mempermainkanmu, kenapa kamu tidak mau mendengarkanku!”
Novel Terkait
Precious Moment
Louise LeeInnocent Kid
FellaCinta Yang Dalam
Kim YongyiMi Amor
TakashiMy Lifetime
DevinaIstri Pengkhianat
SubardiAku bukan menantu sampah
Stiw boyMbak, Kamu Sungguh Cantik
Tere LiyeCinta Yang Paling Mahal×
- Bab 1 Penjarakan Dia
- Bab 2 Semuanya Ini Adalah Maksud Dari Tuan Cassio
- Bab 3 Keluar Dari Penjara
- Bab 4 Kebetulan Melihat Pasangan Yang Kencan Diam-Diam
- Bab 5 Mencari Masalah Untuk Diri Sendiri
- Bab 6 Kamu Tidak Bermaksud Menyapa Aku?
- Bab 7 Cium Dia
- Bab 8 Penyelaan Oleh Ridwan
- Bab 9 Amarah Dan Hinaannya
- Bab 10 Ditangkap Setelah Melarikan Diri
- Bab 11 Dia Datang
- Bab 12 Yutta Yang Tidak Percaya Diri
- Bab 13 Memindahkan Dia Ke Departemen Hubungan Masyarakat
- Bab 14 Penghinaan Dan Penyiksaan
- Bab 15 Mempermalukan
- Bab 16 Bukan Yang Paling Memalukan
- Bab 17 Hanya Lebih Memalukan
- Bab 18 Tubuhmu Dingin Atau Panas
- Bab 19 Tersebar Dengan Luas
- Bab 20 Kritikan Lea
- Bab 21 Eldric, Dengar
- Bab 22 Dia Menghindari Eldric
- Bab 23 Eldric Menciumnya
- Bab 24 Apakah Kamu Meremehkan Yutta
- Bab 25 Kamu Kira Dirimu Lebih Mulia Dari Yutta
- Bab 26 Jangan Terburu-Buru Satu Persatu
- Bab 27 Membantu Dia Melampiaskan Amarah
- Bab 28 Tuan Lucas
- Bab 29 Wanita Gila
- Bab 30 Gadis Malang
- Bab 31 Kak Lucas...
- Bab 32 Terakhir Kali Tanya padamu
- Bab 33 Ridwan Kamil VS Yutta Aloysia
- Bab 34 Awal Permasalahan
- Bab 35 Mempersulit
- Bab 36 Tidak Tahu Malu
- Bab 37 Penipuan Untuk Mendapatkan Kepercayaan
- Bab 38 Apakah Yang Dia Inginkan Terlalu Banyak?
- Bab 39 Bagaimana Merendahkan Diri Bisa Interpretasikan Kesombongan
- Bab 40 Perburuan Berdarah Dimulai
- Bab 41 Aku Ingin Kamu Menemaniku Malam Ini
- Bab 42 Apakah Yang Dia Inginkan Hanya Sebuah Ciuman?
- Bab 43 Alasan Eldric Pergi Ke Luar Negeri
- Bab 44 Orang Yang Tidak Tahu Malu
- Bab 45 Ridwan Memberi Pelajaran Kepada Lea Si Hati Jahat
- Bab 46 Lea Trisa Demi Menjaga Diri Mendorong Yukka Aloysia untuk Menghalang
- Bab 47 Eldric Cassio Emosi
- BAB 48 Tidak Boleh Mati
- BAB 49 Yutta Aloysia Ikut Aku
- BAB 50 Dengan Kuat Menghentikan Mulut yang Mengganggunya
- Bab 51 Malam Ini Temani Aku Tidur
- Bab 52 Perhatian Di Balik Penampilan Dingin Yang Sengaja Diperlihatkan
- Bab 53 Apakah Kamu Tahu Siapa yang Menyelamatkan Yutta
- Bab 54 Memeriksa
- Bab 55 Bawa Aku Menemuinya
- Bab 56 Aku Akan Mengabulkanmu
- Bab 57 Kekurangan Ginjal
- Bab 58 Kesakitan
- Bab 59 Kelembutan Eldric
- Bab 60 Malah Menuangkan Garam
- Bab 61 Kelembutan Yang Canggung
- Bab 62 Sesuatu Yang Tidak Aku Inginkan
- Bab 63 Tidak Tahu Malu, Menggoda Tuan Kamil
- Bab 64 Apa Yang Dilakukannya Dengan Ridwan
- Bab 65 Keputusannya
- Bab 66 Kalau Sakit, Gigitlah
- Bab 67 Ciuman Melanda
- Bab 68 Kebencian Lea
- Bab 69 Bertemu Larut Malam Di Pinggir Jalan
- Bab 70 Ingat, Namaku Zarco Rius
- Bab 71 Yutta Marah
- Bab 72 Sangat Acuh Tidak Acuh
- Bab 73 Dengarkan Nasihat Kak Ming, Menjauhlah Dari Pria Itu
- Bab 74 Jadilah Pacarku Saja
- Bab 75 Yutta Aloysia Yang Menggila, Eldric Cassio Yang Menggila
- Bab 76 Yutta Aloysia, Yutta Aloysia
- Bab 77 Rayon Lucas Dan Karim Heng
- Bab 78 Jangan Sentuh Tempat Itu Lagi
- Bab 79 Tuan Karim Heng Aku Butuh Sepuluh Miliar
- Bab 80 Perburuan Ini Berubah Menjadi Tidak Menarik
- Bab 81 Hanya Ingin Berburu, Tidak Memiliki Perasaan
- Bab 82 Perubahan Yutta Aloysia
- Bab 83 Mendorong Masuk Ke Dalam Neraka
- Bab 84 Kemana Saja Kamu Adikku?
- Bab 85 keras Kepala dan Tetap Tegar
- Bab 86 Bukankah Ini Adalah Nona Aloysia?
- Bab 87 Kamu Bisa Berlutut Sekarang
- Bab 88 Biarkan Aku Pergi
- Bab 89 Livin Bukan Tidak Bersalah
- Bab 90 Bos! Tolong!
- Bab 91 Menghancurkan Harapan Dengan Tangan Sendiri
- Bab 92 Penyesalan Terakhir Dalam Hidup ini Adalah Bertemu Denganmu
- Bab 93 Akulah Yang Telah Buta Mata Dan Buta Hati
- Bab 94 Masing-Masing Semuanya Bukanlah Orang Yang Mudah Ditangani
- Bab 95 Telah Membayar Yang Harus Dibayar
- Bab 96 Sudah Gila Sejak Lama
- Bab 97 Eldric Tidak Menyadari Perasaannya Sendiri
- Bab 98 Saudara
- Bab 99 Siapa Kamu?
- Bab 100 Menghancurkan Impiannya dan Kak Lucas
- Bab 101 Kebenaran Tentang Ginjal Kiri Diangkat
- Bab 102 Eldric, Kamu Sudah Gila!
- Bab 103 Yang Bisa Menahannya Bukanlah Pria
- Bab 104 Ridwan Kamil, Ridwan Kamil Membuat Orang Sakit Hati
- Bab 105 Kamu Berdiri Di Sana Saja Aku Akan Berjalan Mendekatimu
- Bab 106 Pikiran Yang Tersembunyi Di Buku Catatan Harian
- Bab 107 Jebakan Yang Terlalu Dalam
- Bab 108 Apakah Bagaimanapun Juga Boleh?
- Bab 109 Lakukan Apa Yang Tuhan Minta Anda Lakukan
- Bab 110 Berpapasan
- Bab 111 Eldric VS Ridwan
- Bab 112 Kamu Boss Besar, Jadi Tidak Perlu Membayar?
- Bab 113 Sudah Bergerak
- Bab 114 Menemani Sampai Akhir
- Bab 115 Tekanan Tak Terbatas
- Bab 116 Menemani Adalah Pengakuan Cinta Terdalam
- Bab 117 Kegembiraan Kecil Ridwan
- Bab 118 Karim Mempersulit Segalanya
- Bab 119 Ketenangan Sebelum Badai
- Bab 120 Seolah Melihat Yutta Yang Dulu
- Bab 121 Ini Adalah Sebuah Permainan
- Bab 122 Melihat, Mendengar Dan Mengetahui
- Bab 123 Mereka Tidak Pantas Melihatnya
- Bab 124 Kamu Lihat, Aku Tidak Menangis
- Bab 125 Boss Yutta Aloysia Menghilang
- Bab 126 Dia Mencari Wanita Itu Dengan Menggila
- Bab 127 Kelabilan dan Sakit Hati Ridwan Kamil
- Bab 128 Kelembutan Eldric Di Bawah Sikap Dingin
- Bab 129 Tunggu Aku Di Atas Ranjang