Cinta Yang Paling Mahal - Bab 74 Jadilah Pacarku Saja
Yutta ditarik keluar secara paksa oleh Ridwan.
Di sampingnya adalah pasar malam ramai yang meriah, sering ada suara teriakan pedagang kaki lima, Ridwan memegang tangannya, dia tidak terbiasa dipegang orang seperti ini, tapi orang ini tampaknya benar-benar sangat ulet, dia beberapa kali mencari alasan untuk menghindar, Ridwan malah sambil tertawa menarik kembali tangannya.
Saat ini, berjalan di tengah pasar malam, wewangian di sekitar menusuk hidung.
Yutta berjalan dengan pelan, Ridwan juga tidak mendesaknya.
Dia mengangkat kepala, melihat orang di depannya sedang memegang telapak tangannya, sosok punggung yang kuat dan ramping itu……Ridwan tidak mendesaknya untuk berjalan lebih cepat, dia malah melihat pria ini tidak mengucapkan sepatah kata pun, tanpa jejak memperlambat langkah kakinya.
Kerumunan orang di pasar malam sangat banyak, hari ini adalah akhir pekan, semakin banyak orang lagi, di sekitar penuh pasangan kekasih.
Dalam kerumunan orang ini, seorang pria tampan sedang memegang tangan seorang wanita yang parasnya tidak terlalu cantik, perlahan sedang bergerak dalam kerumunan orang.
Ini sendiri merupakan sebuah kombinasi yang sangat mencolok.
Secara tidak sadar Yutta ingin menghindari tatapan yang memperrhatikan dirinya……dia benci sekali dengan tatapan ini.
Apakah bisa jangan melihat lagi?
Apakah bisa jangan menggunakan tatapan ini untuk melihat diriku?
Tatapan itu seolah-olah sedang melihat ke dalam daging dan ke dalam tulangnya.
Apakah bisa……
“Lepaskan! Lepaskan!” Tangannya berusaha keras untuk terlepas: “Tuan Kamil, apakah bisa lepaskan tanganmu!”
“Aku mohon padamu!”
Didalam suara kasar, hampir menggunakan seluruh tenaganya untuk berteriak pelan!
Pergelangan tangannya ditarik hingga memerah, “Aku mohon padamu……” Akhirnya menunjukkan sedikit permohonan dalam suara seraknya yang berteriak pelan.
Dia melihat Ridwan, Ridwan juga menoleh untuk melihatnya, mendadak, Ridwan melepaskan tangannya, Yutta masih belum sempat bernafas lega, Ridwan memegang erat tangannya lagi, dibandingkan sebelumnya, kali ini lebih erat, dari telapak tangan Ridwan, ada sebuah kekuatan milik pria.
“Jangan takut, termasuk apa mereka?” Ridwan sambil bicara, tiba-tiba telapak tangannya bertenaga langsung menarik Yutta ke sampingnya, selanjutnya, merangkul Yutta erat-erat, dia mengangkat kepala melihat di sekeliling:
“Lihat? Lihat apa? Apakah tidak pernah melihat pasangan kekasih merajut cinta dan jalan-jalan?”
Tatapan memperhatikan di sekitar berkurang banyak karena teguran keras dari Ridwan.
“Jalan, ayo, pergi makan.” Ridwan dengan paksa merangkul bahu Yutta, dia sambil merangkul sambil mendorong berbelok ke sebuah gang kecil.
Di gang, ada sebuah kedai mie daging sapi, toko bagian depan tidak seindah toko-toko yang ada di luar sana, bahkan terlihat agak tua, Ridwan tetap bersikeras merangkul Yutta masuk ke dalam toko:
“Bos, dua mangkuk mie daging sapi.”
“Ah, Tuan Kamil kenapa hari ini kamu ada waktu luang ke sini?” Bos adalah paman tua yang berusia lima puluhan, rambut sudah agak putih, tapi sepanjang jalan tersenyum, sangat baik dan ramah, begitu melihat Ridwan masuk, bergegas meletakkan pekerjaannya, telapak tangan mengusap di celemeknya, menuangkan air hangat untuk Ridwan dan Yutta.
“Dia adalah?”
“Aku adalah temannya.” Yutta berkata.
Ridwan tersenyum: “Pacar.” Lalu mengangkat kepala melihat paman pemilik toko mie: “Paman Hu, pacarku cukup baik, kan?”
Yutta tercengang……pacar?
Agak termenung melihat Ridwan yang ada di samping sedang mengobrol dengan Paman Hu yang ramah itu.
“Paman Hu, kamu jangan dengar kata Kamil……”
“Hmm…gadis ini cukup baik, kontur wajah yang bagus sekali, hanya terlalu kurus saja.”
Yutta tertegun……mata penuh keraguan menatap Paman Hu, dari mana Paman Hu ini melihat bahwa kontur wajahnya bagus sekali?
Jika tiga tahun yang lalu, wajah Yutta memang cantik sekali, sedangkan sekarang malah terlihat jauh lebih tua.
“Tuan Kamil, Paman Hu pergi masak mie daging sapi dulu.”
“Paman Hu, aku benar-benar bukan……”
Yutta ingin menjelaskannya, tetapi Paman Hu sudah pergi, dia tertegun agak lama lagi……
“Hei hei, hei hei. Begitu suka melamun ya?”
Di samping telinga, suara ejekan pria yang menyenangkan, Yutta tersadar kembali, menatap wajah tampan yang ada di depan, tiba-tiba muncul perasaan aneh di dalam hatinya, dia merasa aneh dan berseru dengan pelan:
“Tuan Kamil?”
Ridwan menggoda tangan nakalnya dan terdiam di udara, telinga tiba-tiba memerah, bergegas menjelaskan: “Kamu jangan dengarkan kata Paman Hu, saat aku masih kecil keluarga tidak mengizinkan aku makan makanan ringan, juga sangat ketat dalam mengontrol makanan dan minumanku, aku suka datang ke tempat Paman Hu, diam-diam makan semangkuk mie daging sapi.
Aku beritahu kamu, mie daging sapi yang di toko Paman Hu, adalah keterampilan yang diwariskan oleh nenek moyang, aku dengar bahwa sudah ada sejak Dinasti Ming dan Qing, di luar tidak bisa memakannya.”
“Tuan Kamil.” Muncul senyuman dalam mata Yutta, dia yang saat ini, ada bayangan kepolosan tiga tahun lalu.
Ridwan dari daun telinga memerah sampai ke leher, terburu-buru mengatakan, “Paman Hu adalah senior, kamu bukan. Kamu jangan ikut Paman Hu memanggilku seperti itu, kamu panggil aku Kak Ridwan sudah bisa.”
Yutta menolak untuk berkomentar, dua mangkuk mie daging sapi panas disajikan Paman Hu ke atas meja, “Makan selagi masih panas, jika tidak cukup akan aku tambahkan lagi.” Lalu secara khusus berpesan kepada Ridwan: “Suruh pacarmu makan lebih banyak, begitu kurus, apa yang kamu lakukan sebagai pacarnya.”
“Aku benar-benar bukan……” bukan pacarnya……
“Iya, iya,” Ridwan menyela Yutta, sambil tersenyum mengusir Paman Hu: “Paman Hu kamu sibuk saja dengan pekerjaanmu, aku dan pacarku ingin berpacaran mesra, kamu sebagai orang tua juga tidak sopan ingin mengintip?”
“Sialan, bocah busuk.” Paman Hu sambil tersenyum mengucapkan kata-kata ini.
Yutta melihat Ridwan: “Kenapa kamu mau membohongi Paman Hu, aku bukanlah pacarmu.”
Tangan Ridwan memegang sumpit, sambil memberikannya kepada Yutta sambil mengatakan: “Siapa yang bilang aku telah membohongi Paman Hu,” Sambil bicara tiba-tiba mengangkat kepala: “ Yutta, pertimbangkan aku.”
Terlalu mengejutkan!
Terlalu mendadak!
Telinga Yutta berdengung, wajah tercengang menatap Ridwan dalam waktu yang lama…… “Tuan Kamil, barusan kamu……mengatakan apa?”
Punggung tangannya terasa panas, lalu mendengar Ridwan mengatakan: “Aku berkata, apakah kamu mau menjadi pacarku? Kita coba dulu.”
Yutta bergegas menarik kembali tangannya, tanpa ragu-ragu: “Tuan Kamil, mienya sudah mau dingin, ada lagi……kelak jangan bercanda seperti ini lagi.”
“Aku bukan bercanda……”
“Kamu memang bercanda!” Mendadak Yutta berteriak dengan marah: “Kamu hanya bisa bercanda, Tuan Kamil!”
“Aku……” Ridwan ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba suaranya berhenti, melihat sejenak Yutta yang ada di depan, lalu menghela nafas: “Iya, aku memang bercanda. Mie sudah dingin, ayo makan.”
Dia terlalu keras kepala, barusan di dalam matanya sekilas muncul rasa sakit, tidak berhasil melarikan diri dari tatapan tajam Ridwan.
Setelah beberapa saat, “Kamu tidak makan bawang?” Ridwan mengangkat kepala melihat Yutta yang ada di depan, walaupun sudah melakukannya secara diam-diam, juga sedikit demi sedikit menyingkirkan daun bawang hijau itu, Ridwan tidak mengucapkan sepatah kata pun, mengulurkan lengan panjangnya ke sana, langsung mengambil mangkuk Yutta ke hadapannya sendiri.
Kali ini Yutta benar-benar tertegun, pria yang ada di depan, gerakannya yang gesit mengambil semua daun bawang dalam mangkuknya ke mangkuk sendiri: “Tuh, aku paling suka makan bawang.”
Yutta tetap tertegun menatap mie daging sapi yang diletakkan kembali ke hadapannya, di dalam mangkuk tidak bisa menemukan bawang sedikit pun.
Mereka berdua selesai makan mie daging sapi, Ridwan memegang tangan Yutta lagi, dia berjalan di depannya dengan jarak setengah meter, sambil memegang tangannya, berjalan dalam keramaian, sering menceritakan hal-hal menarik tentang masa kecilnya kepada Yutta yang setengah langkah di belakangnya.
Di belakang, mata Yutta menatap tangan mereka berdua yang bergenggaman erat, sudah termenung sekali, membiarkan pria di depan memegangnya, berjalan dalam kerumunan orang.
“Kamu, apakah kamu tidak takut malu?”
Mendadak, dia bertanya.
“Kenapa malu?”
Mulut Yutta terbuka dalam waktu yang lama, baru agak kesulitan mengeluarkan suara dari tenggorokannya: “Karena aku adalah sebuah lelucon.”
“Lelucon adalah energi positif yang bisa membuat orang bahagia, hal-hal positif, kenapa aku bisa merasa malu?”
“……” Apakah bisa……dipahami seperti ini?
Yutta menundukkan kepala, dia merasa dirinya sangat rendahan……di saat Tuan Kamil menariknya makan bersama, sepanjang jalan, yang ada dalam pikirannya adalah: mungkin minta bantuan pada Tuan Kamil, merekomendasikan diriku kepadanya, mungkin, bisa menjual diriku dengan harga bagus.
“Ada yang ingin kamu katakan?” Di saat Ridwan mengantar Yutta sampai di depan Hamilton, mendadak Ridwan menarik Yutta dan menanyakan.
Yutta membuka mulutnya dalam waktu yang lama……
“Tidak, tidak ada. Tidak ada apa-apa.” Awalnya memang ingin membuka mulut bertanya pada pria: apakah kamu bersedia mengeluarkan uang untuk membeliku, kata-kata seperti ini, Yutta tidak bisa menanyakannya, saat ini dia hanya merasa tenggorokannya kering dan pahit.
Melihat sekilas mata Ridwan, dia berbalik langsung terburu-buru berjalan ke pintu utama Hamilton, tampaknya sedang melarikan diri.
Tapi satu kakinya itu tidak bisa berjalan cepat, sama seperti badut saja, diseret jalan maju ke depan.
Tidak berani melihat orang yang ada di belakang, di dalam hati terus muncul rasa malu: Yutta, kamu sungguh jelek sekali! Yutta kamu sungguh menjijikkan!
Berdiri di depan pintu lift, lift berbunyi dan pintu lift langsung terbuka, dia baru saja bersiap akan masuk ke dalam lift, begitu mengangkat kepala, di wajah tampan pria dalam lift penuh amarah dan kedinginan.
Secara naluriah Yutta mundur setengah langkah, secara naluriah merasa pria ini sangat mengerikan, sebuah tangan terulur dari lift, dengan cepat menyeretnya masuk ke dalam lift.
Tidak menunggu dia berdiri stabil, sebuah tubuh panas langsung menekannya ke dinding lift, tidak mengucapkan sepatah kata pun, ciuman luar biasa langsung menekannya.
Hati Yutta berdebar kencang, juga merasa marah, mengulurkan tangan mendorongnya, sepasang tangannya di angkat ke atas kepala oleh sepasang telapak besar, ditekan ke dinding lift.
“Umm! Umm Umm!” Lepaskan! Lepaskan!
Dia sedang berjuang untuk lepas, pria itu langsung menekankan tubuh kuatnya.
Ciuman pria, penolakan wanita.
Amarah pria, ketakutan wanita.
Pintu lift terbuka, orang yang ada di luar tercengang: “ Yutta?”
Hati Yutta kacau sekali, mengerling dengan sudut matanya, lalu membelalakkan mata…… “Ummm!” Dia semakin meronta.
Eldric bahkan tidak melihat orang yang ada di luar, mengeluarkan satu tangan langsung menekan tombol tutup!
Kali ini lift tidak berhenti di lantai lain, langsung menuju lantai 28.
Pria menyipitkan mata indahnya, melirik Yutta yang sedang bernafas tidak teratur, membungkuk langsung menggendongnya dan melangkah keluar dengan cepat.
Hingga Yutta terlempar ke ranjang besar, dari awal sampai akhir, pria ini tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Yutta terlempar ke ranjang besar dan terpental sejenak di ranjang, kemudian menstabilkan tubuhnya, menggunakan lengan untuk menopang tubuhnya, bersiap menopang tubuh bagian atasnya, langsung melihat di ujung ranjang, Eldric sedang membuka kancing kemeja putihnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Novel Terkait
Love From Arrogant CEO
Melisa StephaniePernikahan Tak Sempurna
Azalea_My Charming Wife
Diana AndrikaAsisten Bos Cantik
Boris DreyAngin Selatan Mewujudkan Impianku
Jiang MuyanHanya Kamu Hidupku
RenataKembali Dari Kematian
Yeon KyeongCinta Seorang CEO Arogan
MedellineCinta Yang Paling Mahal×
- Bab 1 Penjarakan Dia
- Bab 2 Semuanya Ini Adalah Maksud Dari Tuan Cassio
- Bab 3 Keluar Dari Penjara
- Bab 4 Kebetulan Melihat Pasangan Yang Kencan Diam-Diam
- Bab 5 Mencari Masalah Untuk Diri Sendiri
- Bab 6 Kamu Tidak Bermaksud Menyapa Aku?
- Bab 7 Cium Dia
- Bab 8 Penyelaan Oleh Ridwan
- Bab 9 Amarah Dan Hinaannya
- Bab 10 Ditangkap Setelah Melarikan Diri
- Bab 11 Dia Datang
- Bab 12 Yutta Yang Tidak Percaya Diri
- Bab 13 Memindahkan Dia Ke Departemen Hubungan Masyarakat
- Bab 14 Penghinaan Dan Penyiksaan
- Bab 15 Mempermalukan
- Bab 16 Bukan Yang Paling Memalukan
- Bab 17 Hanya Lebih Memalukan
- Bab 18 Tubuhmu Dingin Atau Panas
- Bab 19 Tersebar Dengan Luas
- Bab 20 Kritikan Lea
- Bab 21 Eldric, Dengar
- Bab 22 Dia Menghindari Eldric
- Bab 23 Eldric Menciumnya
- Bab 24 Apakah Kamu Meremehkan Yutta
- Bab 25 Kamu Kira Dirimu Lebih Mulia Dari Yutta
- Bab 26 Jangan Terburu-Buru Satu Persatu
- Bab 27 Membantu Dia Melampiaskan Amarah
- Bab 28 Tuan Lucas
- Bab 29 Wanita Gila
- Bab 30 Gadis Malang
- Bab 31 Kak Lucas...
- Bab 32 Terakhir Kali Tanya padamu
- Bab 33 Ridwan Kamil VS Yutta Aloysia
- Bab 34 Awal Permasalahan
- Bab 35 Mempersulit
- Bab 36 Tidak Tahu Malu
- Bab 37 Penipuan Untuk Mendapatkan Kepercayaan
- Bab 38 Apakah Yang Dia Inginkan Terlalu Banyak?
- Bab 39 Bagaimana Merendahkan Diri Bisa Interpretasikan Kesombongan
- Bab 40 Perburuan Berdarah Dimulai
- Bab 41 Aku Ingin Kamu Menemaniku Malam Ini
- Bab 42 Apakah Yang Dia Inginkan Hanya Sebuah Ciuman?
- Bab 43 Alasan Eldric Pergi Ke Luar Negeri
- Bab 44 Orang Yang Tidak Tahu Malu
- Bab 45 Ridwan Memberi Pelajaran Kepada Lea Si Hati Jahat
- Bab 46 Lea Trisa Demi Menjaga Diri Mendorong Yukka Aloysia untuk Menghalang
- Bab 47 Eldric Cassio Emosi
- BAB 48 Tidak Boleh Mati
- BAB 49 Yutta Aloysia Ikut Aku
- BAB 50 Dengan Kuat Menghentikan Mulut yang Mengganggunya
- Bab 51 Malam Ini Temani Aku Tidur
- Bab 52 Perhatian Di Balik Penampilan Dingin Yang Sengaja Diperlihatkan
- Bab 53 Apakah Kamu Tahu Siapa yang Menyelamatkan Yutta
- Bab 54 Memeriksa
- Bab 55 Bawa Aku Menemuinya
- Bab 56 Aku Akan Mengabulkanmu
- Bab 57 Kekurangan Ginjal
- Bab 58 Kesakitan
- Bab 59 Kelembutan Eldric
- Bab 60 Malah Menuangkan Garam
- Bab 61 Kelembutan Yang Canggung
- Bab 62 Sesuatu Yang Tidak Aku Inginkan
- Bab 63 Tidak Tahu Malu, Menggoda Tuan Kamil
- Bab 64 Apa Yang Dilakukannya Dengan Ridwan
- Bab 65 Keputusannya
- Bab 66 Kalau Sakit, Gigitlah
- Bab 67 Ciuman Melanda
- Bab 68 Kebencian Lea
- Bab 69 Bertemu Larut Malam Di Pinggir Jalan
- Bab 70 Ingat, Namaku Zarco Rius
- Bab 71 Yutta Marah
- Bab 72 Sangat Acuh Tidak Acuh
- Bab 73 Dengarkan Nasihat Kak Ming, Menjauhlah Dari Pria Itu
- Bab 74 Jadilah Pacarku Saja
- Bab 75 Yutta Aloysia Yang Menggila, Eldric Cassio Yang Menggila
- Bab 76 Yutta Aloysia, Yutta Aloysia
- Bab 77 Rayon Lucas Dan Karim Heng
- Bab 78 Jangan Sentuh Tempat Itu Lagi
- Bab 79 Tuan Karim Heng Aku Butuh Sepuluh Miliar
- Bab 80 Perburuan Ini Berubah Menjadi Tidak Menarik
- Bab 81 Hanya Ingin Berburu, Tidak Memiliki Perasaan
- Bab 82 Perubahan Yutta Aloysia
- Bab 83 Mendorong Masuk Ke Dalam Neraka
- Bab 84 Kemana Saja Kamu Adikku?
- Bab 85 keras Kepala dan Tetap Tegar
- Bab 86 Bukankah Ini Adalah Nona Aloysia?
- Bab 87 Kamu Bisa Berlutut Sekarang
- Bab 88 Biarkan Aku Pergi
- Bab 89 Livin Bukan Tidak Bersalah
- Bab 90 Bos! Tolong!
- Bab 91 Menghancurkan Harapan Dengan Tangan Sendiri
- Bab 92 Penyesalan Terakhir Dalam Hidup ini Adalah Bertemu Denganmu
- Bab 93 Akulah Yang Telah Buta Mata Dan Buta Hati
- Bab 94 Masing-Masing Semuanya Bukanlah Orang Yang Mudah Ditangani
- Bab 95 Telah Membayar Yang Harus Dibayar
- Bab 96 Sudah Gila Sejak Lama
- Bab 97 Eldric Tidak Menyadari Perasaannya Sendiri
- Bab 98 Saudara
- Bab 99 Siapa Kamu?
- Bab 100 Menghancurkan Impiannya dan Kak Lucas
- Bab 101 Kebenaran Tentang Ginjal Kiri Diangkat
- Bab 102 Eldric, Kamu Sudah Gila!
- Bab 103 Yang Bisa Menahannya Bukanlah Pria
- Bab 104 Ridwan Kamil, Ridwan Kamil Membuat Orang Sakit Hati
- Bab 105 Kamu Berdiri Di Sana Saja Aku Akan Berjalan Mendekatimu
- Bab 106 Pikiran Yang Tersembunyi Di Buku Catatan Harian
- Bab 107 Jebakan Yang Terlalu Dalam
- Bab 108 Apakah Bagaimanapun Juga Boleh?
- Bab 109 Lakukan Apa Yang Tuhan Minta Anda Lakukan
- Bab 110 Berpapasan
- Bab 111 Eldric VS Ridwan
- Bab 112 Kamu Boss Besar, Jadi Tidak Perlu Membayar?
- Bab 113 Sudah Bergerak
- Bab 114 Menemani Sampai Akhir
- Bab 115 Tekanan Tak Terbatas
- Bab 116 Menemani Adalah Pengakuan Cinta Terdalam
- Bab 117 Kegembiraan Kecil Ridwan
- Bab 118 Karim Mempersulit Segalanya
- Bab 119 Ketenangan Sebelum Badai
- Bab 120 Seolah Melihat Yutta Yang Dulu
- Bab 121 Ini Adalah Sebuah Permainan
- Bab 122 Melihat, Mendengar Dan Mengetahui
- Bab 123 Mereka Tidak Pantas Melihatnya
- Bab 124 Kamu Lihat, Aku Tidak Menangis
- Bab 125 Boss Yutta Aloysia Menghilang
- Bab 126 Dia Mencari Wanita Itu Dengan Menggila
- Bab 127 Kelabilan dan Sakit Hati Ridwan Kamil
- Bab 128 Kelembutan Eldric Di Bawah Sikap Dingin
- Bab 129 Tunggu Aku Di Atas Ranjang