Mr CEO's Seducing His Wife - Bab 135 Hukuman Satu Tahun Enam Bulan

Sebelum mendapatkan jawaban, mobil mereka sudah menjauh.

Perkataan Darren He ini menanamkan setitik kecurigaan dalam hati Joelle Lin.

Jangan sia-siakan ketulusanmu, jangan terbutakan oleh kesenangan di depan mata.

Perkataan ini jelas menunjuk pada Ethan Zong.

Ethan Zong mengerti apa yang dipikirkannya, ia pun tertawa dingin.

"Apa yang kau tertawakan?" tanya Joelle Lin sambil mengernyitkan dahi.

"Sudah tenang?"

Joelle Lin tidak paham, ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Beberapa saat kemudian, baru ia berkata, "Tidak."

Ia tidak percaya, tidak bisa sepenuhnya percaya, ia selalu merasa perkataannya itu begitu dalam.

Ia berpikir sejenak, "Mengenai berita itu, lupakan saja."

"Sudah kau pikirkan baik-baik?"

Joelle Lin menolehkan kepala, melihat ke luar jendela. Pemandangan yang mereka lalui dengan cepat itu, bagaikan masa lalu yang tidak abadi, tidak dapat dikejar kembali.

Ia menjawab datar, "Sudah"

"Hm."

Baguslah kalau sudah memikirkannya dengan baik, ia tak akan ikut campur.

Sebenarnya, bagus juga seperti ini. Ia menolak perasaan Darren He dan memutuskan hubungan.

Keadaan di dalam mobil pun mendadak sunyi. Mereka berdua tidak berbincang, keadaan pun menjadi tenang.

Kemudian, Ethan Zong menerima telepon dari David Guan.

Ia mengatakan bahwa Fredy He datang ke perusahaan mencarinya.

Joelle Lin telah mengambil keputusan, tentu saja ia harus membereskan hal yang terjadi setelahnya.

Ia tidak akan mencari tahu masalah berita itu lagi, namun masalah video itu belum terselesaikan.

Ia tidak mau video Joelle Lin ditelanjangi tersebar.

Tak lama, mobil mereka telah sampai di depan gedung One's Corp. Ia turun dari mobil, menyerahkan kunci mobil pada Joelle Lin dan mengingatkannya, "Jangan pulang terlalu malam."

Joelle Lin menerima kunci mobil dan mengangguk, "Baik."

Setelah melihatnya masuk ke gedung besar itu, Joelle Lin duduk di kursi pengemudi dan menyalakan mesin, lalu menyetir ke bandara.

Ia menunduk melihat arloji, masih ada setengah jam, kebetulan waktunya cukup.

Tidak jauh dari bandara, dapat terlihat pesawat yang baru lepas landas, melesat ke langit yang biru bagaikan seekor burung camar yang terbang melintasi samudera.

Ia memarkir mobilnya di parkiran dan masuk ke aula kedatangan.

Bandara selalu dipenuhi orang yang berlalu lalang, tempat ini dihias oleh pertemuan dan perpisahan, ada tawa bahagia, juga air mata perpisahan.

Pandangan Joelle Lin menyapu keramaian.

"Lin." Tiba-tiba tedengar suara yang familiar dari belakangnya. Ia berbalik, dilihatnya Aileen sedang melambai padanya. Ia mengenakan setelan yang santai dan sepatu olahraga berwarna putih. Lengan bajunya menggantung sampai ke lengannya, terletak sebuah koper di belakangnya.

Nyonya William berdiri di belakangnya, di sebelah kanan, ia mengenakan setelan berwarna ivory, set perhiasan berwarna biru tua, pakaiannya sangat pantas dan elegan.

Joelle Lin menghampirinya sambil tersenyum, "Aku telat datang."

"Memang, kita sudah menunggu seharian," keluh Aileen sambil melihat ke belakang Joelle Lin, "Hanya kamu sendiri? Bocah Simon Lin itu tidak datang menjemputku?"

"Dia terluka sehingga tidak mau keluar rumah, lagi pula dia tidak tahu kamu datang," jawabnya, Joelle Lin juga tidak tahu dia kembali.

Aileen menyenggol bahunya, "Apakah kau merasa heran aku kembali?"

"Iya," kata Joelle Lin sejujurnya.

"Kenapa lagi kalau bukan untuk membantumu," katanya sambil memberi isyarat mata pada Joelle Lin, Joelle Lin pun seketika mengerti, ia kembali karena Nyonya William takut dirinya terlalu sibuk sehingga memintanya kemari untuk membantu.

Meskipun Nyonya William tidak mengutus orang kemari, Joelle Lin juga tidak akan marah padanya.

Pencapaiannya saat ini, semua ia dapatkan berkat kesempatan yang diberikan oleh Nyonya William.

"Nyonya," panggil Joelle Lin, dari dulu ia sudah menganggap wanita ini sebagai keluarganya sendiri.

Nyonya William tersenyum anggun. "Mari jalan."

Joelle Lin berinisiatif untuk membantunya membawakan koper, "Mobilnya sudah di luar."

Joelle Lin memasukkan koper, Aileen membukakan pintu untuk Nyonya William.

"Lin, kenapa kau jadi murah hati begini setelah pulang?" ujar Aileen sambil mengamati aksesoris mobil itu, semuanya berkualitas tingi. Ia tahu Joelle Lin sangat hemat, mana mungkin ia membeli mobil semewah ini?

"Ini bukan mobilku," kata Joelle Lin.

Ia mana punya uang untuk membeli mobil seperti ini.

Timbul dorongan untuk menggosip dalam benak Aileen, ia pun mendekat dan berkata pelan, "Kalau begitu punya siapa? Jangan katakan, biar kutebak."

Aileen bertopang dagu dan berpikir, "Pasti dari seorang pria, dan pria itu pasti kaya raya?"

Warna dan model mobil ini sangat maskulin, orang yang meminjaminya tidak mungkin perempuan.

Dan orang miskin tidak akan mampu membeli mobil mewah.

Jadi, ia pasti seorang pria kaya yang memiliki hubungan baik dengan Joelle Lin, sehingga membiarkannya membawa mobil ini.

"Apakah tebakanku benar?" tanya Aileen bangga.

Joelle Lin sengaja pura-pura tidak dengar, "Kau bilang apa?"

Aileen seketika heboh, "Pura-pura ya? Kau jelas-jelas dengar, kamu sengaja ya, kenapa tidak mau bilang? Tidak mungkin kamu menemukan pria lain secepat ini, bukan?"

Ia menebak lagi, "Apa mungkin ayah dari anakmu ...."

"Aileen, setelah duduk selama itu di pesawat, apa kau tidak lelah? Diamlah sebentar, oke?" kata Nyonya William memotong perkataannya.

Aileen tidak tahu bahwa Nyonya William sepertinya sudah bisa menebak mobil siapa ini, sepertinya milik pria yang memaksanya pulang itu.

Aileen memiringkan bibir dan menepuk bahu Joelle Lin, "Baiklah, kali ini aku akan membiarkanmu demi Nyonya William."

"Oh ya, hari ini ada rencana apa?" tanya Aileen yang sepertinya tidak lelah setelah duduk lama di pesawat, ia malah terlihat sangat bersemangat.

"Apakah kamu tidak perlu istirahat sebentar?" tanya Joelle Lin sambil memandangnya.

"Toh tidak lelah," kata Aileen sambil meregangkan tubuh, "Bagaimana dengan Vina Qin? Kenapa ia tidak menjemput kami bersamamu?"

"Dia di toko."

"Oh, kalau begitu aku juga akan ke sana, sekalian mengenal lingkungannya dulu. Kau antarkan Nyonya William ke hotel saja untuk beristirahat."

"Kamu yakin?" tanya Joelle Lin.

"Ya, aku yakin."

Joelle Lin pun berganti arah dan menyetir ke arah toko.

Setelah mengantarkan Aileen ke toko, ia dan Nyonya William sekalian melihat-lihat dekorasi toko. Semua sudah sesuai dengan gaya toko utama, sangat standar, tidak ada cacat celah, Nyonya William sangat puas.

LEO adalah hasil jerih payahnya seumur hidup, meskipun hanya toko cabang, ia juga tidak mau menganggap remeh.

Setelah selesai melihat-lihat, Joelle Lin mengantarnya untuk beristirahat di hotel.

"Apakah di Negara Z ada tanggal-tanggal yang harus diperhatikan?" tanya Nyonya William.

Joelle Lin mengangguk, "Benar."

"Kalau begitu aku masih harus memilih tanggal untuk mengadakan upacara pembukaan. Kita harus menyesuaikan diri dengan budaya setempat, bagaimanapum, kau juga orang Negara Z."

"Kulihat besok lusa adalah hari baik, cocok untuk pindah rumah, membuka usaha, dan membangun sesuatu," katanya. Ia pun memperhatikan tanggal untuk memperbaiki toko, setelah menghitung waktu yang cocok, kebetulan perbaikan toko sudah selesai di hari yang ditentukan.

"Baguslah kalau kau sudah merencanakannya," kata Nyonya William yang terlihat lelah.

Joelle Lin membuka pintu kamar, meletakkan koper, kemudian menuangkan segelas air untuk Nyonya William, "Minumlah dulu, kemudian mandi dan istirahatlah. Nanti malam mari kita makan bersama."

"Baik, kembalilah menyelesaikan urusanmu."

Sekarang ia harus mempersiapkan upacara pembukaan, ada banyak hal yang harus direncanakan, waktunya pun tidak banyak, namun ia harus menyelesaikan semuanya sebelum hari pembukaan.

Setelah pergi dari hotel, Joelle Lin juga pergi ke toko untuk memilih undangan dan menghias ruang pertemuan.

Sejak kembali hingga saat ini, baru sekarang Joelle Lin merasakan kenyataan.

Di ruang tamu One's Corp.

"Mengenai video itu, tenang saja, aku tidak akan membiarkannya tersebar, akan kulenyapkan," kata Fredy He yang datang langsung untuk membicarakan hal ini.

Fredy He mengatakan bahwa masalah video itu telah selesai, sekarang hanya perlu mengadakan konferensi pers, ia akan menanggung semuanya.

Keadaan sudah seburuk ini, tidak mungkin selesai begitu saja. Bila tidak ada yang dihukum, mereka tidak akan bisa mendapatkan kembali nama baik keluarga He.

Ia pun berinisiatif mengaku bahwa ialah yang menggertak Simon Lin, dan ia bersedia menerima hukuman.

Polisi memberikan hukuman berat, yaitu dipenjara selama satu tahun enam bulan dengan tuduhan sengaja melukai korban.

Berdasarkan peraturan normal, seharusnya tidak selama ini, karena bagaimanapun Simon Lin tidak terluka berat. Namun karena kekuatan internet, polisi mendapatkan tekanan. Keluarga He juga tidak ingin menambah masalah sehingga membiarkan hukuman itu diperberat, agar orang yang mengikuti perkembangan masalah ini dapat meredakan emosi mereka.

Reputasi keluarga He pun kembali, mereka tidak lagi dianggap sebagai keluarga yang memanfaatkan kekuasaan untuk menggertak orang lain, melainkan masyarakat yang patuh pada hukum, yang menerima hukuman karena telah melakukan kesalahan, apalagi hukumannya lebih berat dibanding orang lain.

Mereka pun menutup mulut warganet.

"Lalu Layla ...." ujar Fredy He, namun tidak meneruskan perkataannya.

Tetapi maksudnya sangat jelas.

"Aku harus melihat ketulusanmu," kata Ethan Zong datar.

Hanya dengan mulut?

Memangnya ia anak kecil?

Ketulusan harus ditunjukkan dengan tindakan nyata, bukan perkataan belaka.

Fredy He meletakkan file asli video itu di atas meja. "Sudah tidak ada back up dan software untuk menyimpannya, tenang saja, meskipun kali ini masalahnya tidak mengenakkan, namun hubungan kedua keluarga tetap harus ada. Mana mungkin aku tidak konsisten?"

Ethan Zong mengambil dan mengamatinya sebentar, lalu berkata, "Tenang saja, asalkan video ini tidak tersebar, video putrimu juga tidak akan tersebar."

"Itu ...."

"Kenapa? Tidak percaya padaku?"

Fredy He kebingungan, kalau benda itu ada di tangan Ethan Zong, bukankah berarti sewaktu-waktu ia bisa mengancamnya?

Tidak enak sekali rasanya diancam di saat seperti ini.

"Tentu saja percaya, hanya saja, bagaimanapun ini berhubungan dengan nama baik putriku, tentu saja mau tidak mau aku kepikiran," kata Fredy He. Saat itu, tampak eskpresi seorang ayah yang lembut dari wajahnya.

Novel Terkait

More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu