Pejuang Hati - Bab 49 Saat Terbangun
Karena kehilangan banyak darah, Marvin Su sudah agak pusing dari tadi, tapi ia terus berusaha bertahan karena pada saat itu situasi sangat genting.
Sekarang setelah Dokter Zhang ditangkap, Fenny Liu, Anggi Yang dan kerabat lainnya akhirnya tiba, barulah Marvin Su bisa merasa lega.
Kemudian kesadarannya tiba-tiba menjadi kabur, dan ia sekejap jatuh ke dalam pelukan Fenny Liu.
"Marvin!" Fenny Liu juga dalam keadaan lemah saat ini, dia berusaha sekuat tenaga menahan Marvin Su, namun dia pun ikut terjatuh.
Melihat kondisi ini, Martin Su dan Anggi Yang bergegas untuk membantu, lalu mengantar mereka berdua ke rumah sakit.
Ketika Marvin Su bangun sudah larut malam, pada saat ini, Martin Su dan Anggi Yang sudah pergi, dan hanya ada Fenny Liu yang terbaring di atas tempat tidur sebelah.
Tirai ditarik, dan ada lampu meja yang redup menyala di ruangan itu, bentuknya tampak seperti boneka yang tertidur, seharusnya Anggi Yang yang membawanya untuk Fenny Liu, karena Marvin Su pernah melihat lampu meja kecil ini di rumah Anggi Yang.
Marvin Su tidak tahu ia sudah tertidur berapa lama, ia hanya merasa lengannya sangat kesakitan, dan sekarang ia tiba-tiba terbangun, alasannya bukan karena tidur terlalu lama, namun lebih tepatnya karena kebelet pipis.
"Aduh." Marvin Su mendengus pelan, sekujur tubuhnya terasa nyeri, ia perlahan menyangga tepi tempat tidur dengan tangan kanannya, dan berusaha untuk duduk.
"Marvin Su, kamu sudah bangun?" Fenny Liu di sebelahnya mendengar ada suara dan bangun untuk bertanya.
"Kamu terganggu ya?" Marvin Su merasa tidak enak.
"Aku tidak tidur dari tadi," Fenny Liu menyalakan lampu meja sedikit lebih terang, kemudian bangkit dan berjalan ke tempat tidur Marvin Su dan bertanya dengan lembut: "Gimana keadaanmu, apa lenganmu masih sakit?"
"Agak sakit," Marvin Su tersenyum malu dan berkata: "Tapi, kakak ipar ... aku mau pipis."
"Ah?" Fenny Liu tertegun, namun saat melihat jarum infus yang masih menancap di lengan Marvin Su dan noda darah di kain perban lukanya, akhirnya ia berkata: "Kamu tidak boleh sembarangan bergerak sekarang, aku ... aku akan membantumu."
Bagaimana cara membantunya? Marvin Su jadi sangat penasaran, lalu ia melihat Fenny Liu membungkuk dan mengeluarkan tempat buang air kecil dari bawah tempat tidur.
"Pipis di tempat tidur?" Sekejap Marvin Su merasa tidak tenang.
"Iya." Fenny Liu juga menjawabnya dengan wajah merona merah: "Dokter bilang, luka di lenganmu cukup dalam, sebaiknya jangan sembarangan gerak, kalau kamu malu, mereka bisa memasukkan kateter (pipa karet yang biasa dimasukkan ke dalam saluran kandung kencing) untukmu."
Marvin Su: "..."
Apa-apaan ini? Masukkan kateter, membayangkannya saja sudah terasa sakit dan tidak nyaman.
"Kalau begitu pipis di tempat tidur saja." Marvin Su menggeserkan tubuhnya sedikit dan berkata: "Kak ipar, tolong dorong aku agak maju ke depan, kalau terbaring begini, aku tidak bisa pipis sama sekali!"
"Oke."
Fenny Liu mengangguk dan perlahan mengangkat Marvin Su, kemudian ia mengangkat selimut di atas tubuhnya, perlahan mengulurkan tangan kecilnya, dan kemudian berhenti lagi.
Barusan dia hanya ingin membantu Marvin Su, namun dia tidak berharap melihat "adik kecilnya" Marvin Su ketika membantunya, tiba-tiba tangannya menegang di tengah udara dan merasa sangat dilema, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.
"Kak ipar," Marvin Su mengerutkan keningnya, mengisyaratkan ia sudah tidak tahan lagi.
Wajah cantik Fenny Liu memerah, dan dia menarik napas dalam-dalam sebelum meraih celana Marvin Su dan perlahan menariknya ke bawah.
Marvin Su menarik napas dalam-dalam, dari sudut pandangannya sekarang ini, tepat terlihat kerah baju Fenny Liu, dan setengah bagian dari sepasang buah dadanya kelihatan jelas, garis dadanya yang dalam, tulang selangkanya yang menawan membuat Marvin Su tertegun.
Bagi seorang pria, tidak peduli kapanpun itu, tubuh bagian bawahnya tidak akan pernah dapat dikendalikan oleh tubuh bagian atasnya, dan sekejap, adik kecilnya tanpa sadar mulai berdiri.
Fenny Liu tidak sadar perubahan yang terjadi pada Marvin Su, hanya saja setelah melihat celananya dilepas, seekor ular raksasa melompat keluar, pada saat ini barulah Fenny Liu memalingkan wajahnya, Dia tidak bisa menahan diri lagi, dan suara pekikan terdengar darinya dan ia mengernyitkan keningnya, lalu pada saat ia menengadahkan kepalanya, ia melihat Marvin Su melirik ke arah kerah bajunya dengan tatapan nakal.
"Situasi seperti ini masih mikir yang aneh-aneh." Fenny Liu menatap Marvin Su, dan segera menarik kerah bajunya.
Marvin Su tersenyum tak berdaya dan berkata, "Kakak ipar, aku, aku tidak sengaja!"
"Kalau tidak disengaja, kenapa kamu terus menatap ke sini, kamu tidak bisa tutup mata!" Fenny Liu menyalahkannya.
Pada saat menghadapi situasi barusan, seorang pria tidak akan menutup matanya, oke? Namun, Marvin Su tahu bahwa pikiran wanita dan pria tidak sejalan, jadi ia juga malas untuk menjelaskan, dan langsung mengalihkan topik pembicaraan: "Aku ... mau pipis."
Fenny Liu juga sadar kalau Marvin Su sudah tidur untuk waktu yang lama, ditambah dengan transfusi darah dan transfusi obat, ada banyak cairan yang disuntikkan ke dalam tubuh, dan sekarang ia pasti sudah kebelet setengah mati.
Melihat tampangnya yang canggung bersandar di tempat tidur, Fenny Liu membungkuk lagi dan dengan lembut memegang "adik kecil" Marvin Su.
Marvin Su menarik napas dalam-dalam, tangan kecil Fenny Liu sangat lembut, dan ditambah lagi itu adalah orang yang selalu ia cintai namun tidak bisa ia dapatkan, jadi setiap kali samar-samar bersentuhan dengan Fenny Liu, Marvin Su jadi sangat bergairah.
Fenny Liu bisa merasakan kegugupan Marvin Su, dan hatinya juga merasa kacau, perasaan aneh dalam hatinya mulai bergejolak.
"Tidak boleh, aku tak boleh terus-terusan mikirin yang aneh-aneh seperti ini." Fenny Liu menyalahkan dirinya sendiri secara diam-diam.
Mungkin karena Rina Chen dan Martin Su memaksanya meminjam spermanya untuk hamil sebelumnya, ditambah lagi godaan Marvin Su, insiden bus, dan lain-lain, oleh karena itu apa yang terjadi di pabrik furnitur tidak menghancurkan Fenny Liu.
Seolah-olah semua hal yang terjadi punya batasannya, meskipun hal itu membuatnya sedih, namun tidak mencapai titik di mana dia tidak ingin hidup lagi dan ingin mati saja rasanya.
Karena itu, ketika menghadapi Marvin Su, Fenny Liu masih merasakan jantungnya berdegup kencang, terutama setelah ia menceraikan Martin Su, kegelisahan di hatinya mulai terasa lagi.
Dia memegang adik kecil Marvin Su, berpura-pura sangat fokus dan berusaha untuk tidak melihat wajah Marvin Su.
Setelah Fenny Liu menunggu sesaat, namun ia tidak melihat Marvin Su saat buang air kecil juga, akhirnya ia berbicara dengan suara sehalus suara nyamuk untuk mendesaknya: "Pipisnya lebih cepat!"
"Aku ... kalau "adik kecil" pria sedang keras, tak bisa pipis," kata Marvin Su dengan sangat tragis.
"Lalu bagaimana?" Fenny Liu bertanya tanpa sadar.
Marvin Su juga terdiam, walaupun barusan sangat kebelet pipis, namun sekarang ia tidak punya rasa ingin pipis sama sekali, dan hanya bisa tersenyum pahit: "Kalau tidak, nanti saja."
"Iya, mau bagaimana lagi," Wajah Fenny Liu memerah dan dengan cepat ia melepaskan adik kecil Marvin Su, kemudian menutupinya dengan selimut.
Detak jantung Marvin Su bertambah cepat, namun dia tidak berani berpikir yang aneh-aneh lagi, apalagi semua hal menjadi berantakan sekarang, ia tidak berani menggoda Fenny Liu saat ini, karena takut membuatnya jengkel.
Akan tetapi, Marvin Su belum tahu masalah Martin Su dan Fenny Liu telah bercerai.
Setelah suasana hening beberapa saat, Marvin Su bertanya, "Kakak ipar, sudah berapa lama aku tidur?"
"Sekitar tujuh atau delapan jam." Fenny Liu melirik jam dan menjawabnya.
"Bagaimana dengan ... sepupuku?" Marvin Su bertanya lagi.
"Aku tidak tahu." Fenny Liu tiba-tiba menghela napas perlahan, dan berkata, "Mungkin, kamu tidak perlu memanggilku kakak ipar lagi nanti, aku dan sepupumu ... sudah bercerai."
Novel Terkait
His Second Chance
Derick HoHusband Deeply Love
NaomiLoving Handsome
Glen ValoraLove From Arrogant CEO
Melisa StephanieDon't say goodbye
Dessy PutriCutie Mom
AlexiaMi Amor
TakashiSi Menantu Dokter
Hendy ZhangPejuang Hati×
- Bab 1 Mati Lampu
- Bab 2 Ketidakpuasan
- Bab 3 Bekas Cakar
- Bab 4 Panggilan Telepon
- Bab 5 Jalan-Jalan
- Bab 6 Obat
- Bab 7 Hanya Bisa Dirasakan, Tidak Bisa Diungkapkan
- Bab 8 Pahlawan Menyelamatkan Wanita Cantik
- Bab 9 Terangsang
- Bab 10 Mabuk Kepayang
- Bab 11 Pertengkaran
- Bab 12 Pria Sejati
- Bab 13 Naik Bus
- Bab 14 Pikiran yang Tidak Senonoh
- Bab 15 Aku Suka Kamu
- Bab 16 Kasih Sayang yang Kuat
- Bab 17 Perjalanan Bisnis Kakak Sepupu
- Bab 18 Wanita Escort
- Bab 19 Sakit Hati
- Bab 20 Rangsangan yang Berbeda
- Bab 21 Salah Injak Kaki
- Bab 22 Rina Chen
- Bab 23 Persyaratan yang Tidak Masuk Akal
- Bab 24 Dalam Satu Kamar
- Bab 25 Lubang yang Dalam
- Bab 26 Di Bawah Sinar Bulan
- Bab 27 Ulang Tahun
- Bab 28 Dare!
- Bab 29 Bercinta
- Bab 30 Mawar
- Bab 31 Hembusan Nafas
- Bab 32 Pulang Bersama
- Bab 33 Marga Su, Bukan Marga Zhang
- Bab 34 Rencana Rina
- Bab 35 Pemerasan
- Bab 36 Kalau Aku Tidak Merawatnya, Apakah Kamu Bisa?
- Bab 37 Posisi?
- Bab 38 Dia Memang Pantas Mendapatkannya
- Bab 39 Terjadi Sesuatu Kepada Fenny Liu
- Bab 40 Masuk Neraka
- Bab 41 Tunggu Aku!
- Bab 42 Gangguan Psikologi
- Bab 43 Indra Keenam
- Bab 44 Siva Zhao
- Bab 45 Satu Hati, Dua Cinta
- Bab 46 Akulah yang Berhutang Padamu
- Bab 47 Pembunuhan
- Bab 48 Situasi Krisis
- Bab 49 Saat Terbangun
- Bab 50 Janji
- Bab 51 Jadilah Pacarku
- Bab 52 Rumah Sama, Orang Berbeda
- Bab 53 Belum Cukup
- Bab 54 Berani Tidak?
- Bab 55 Terjebak
- Bab 56 Perpustakaan
- Bab 57 Memahami
- Bab 58 Kerja Lembur
- Bab 59 Lemah
- Bab 60 Diikuti
- Bab 61 Membuntuti
- Bab 62 Tak Terkendali
- Bab 63 Mengancam
- Bab 64 Pilihan
- Bab 65 Hotel Inter Continental
- Bab 66 Muncul
- Bab 67 Kemarahan yang Tidak Terduga
- Bab 68 Perubahan
- Bab 69 Mimpi Panjang Telah Menjadi Sia-sia
- Bab 70 Masalah Berturut-turut
- Bab 71 Masalah yang Sangat Rumit
- Bab 72 Mengajak Bertemu
- Bab 73 Sertifikat Kepemilikan Properti
- Bab 74 Marvin Su dan Martin Su
- Bab 75 Pertemuan
- Bab 76 Berbahaya
- Bab 77 Konfrontasi Antar Saudara
- Bab 78 Pistol
- Bab 79 Keberanian
- Bab 80 Kedatangan Polisi
- Bab 81 Bertanya
- Bab 82 Penembakan
- Bab 83 Pilihan
- Bab 84 Jericho Su
- Bab 85 Konfrontasi
- Bab 86 Merenungkan
- Bab 87 Tidak Adil?
- Bab 88 Gadis-gadis Suka Bergosip
- Bab 89 Ujian
- Bab 90 Rasa Aman
- Bab 91 Pembagian Uang?
- Bab 92 Kemarahan Luar Biasa
- Bab 93 Makan Siang
- Bab 94 Tidak Berpikir dan Berlogika
- Bab 95 Farah Liu
- Bab 96 Ketidakadilan
- Bab 97 Tersenyum halus
- Bab 98 Menjijikkan
- Bab 99 Semuanya Indah Sekali!
- Bab 100 Minyak Lilin
- Bab 101 Jamuan Pengkhianatan
- Bab 102 Kasus Pembunuhan
- Bab 103 Gunung Dagu
- Bab 104 Tiga Banding Tiga
- Bab 105 Kencan?
- Bab 106 Di Kafe
- Bab 107 Pengendalian
- Bab 108 Kondom
- Bab 109 Siva Zhao
- Bab 110 Kembali ke Sekolah
- Bab 111 Tertangkap Basah
- Bab 112 Jika Aku Pergi, Kita Tak Bisa Bertemu Lagi (Tamat)