Pejuang Hati - Bab 6 Obat
"Marvin Su!" Di saat bimbang dan panik, Fenny Liu sudah tidak bisa mempertimbangkan lebih banyak lagi, ia berteriak dengan malu dan marah.
Teriakan ini benar-benar mengagetkan Marvin Su, Dari kemarin malam, Fenny Liu walaupun tidak setuju dengan kelakuan tidak senonohnya, tapi juga tidak secara jelas dan tegas menolaknya, hal ini yang membuat pikiran jahatnya semakin lama semakin besar.
Dan teriakan barusan tadi langsung menyadarkan Marvin Su.
Mukanya merah padam, rasa malu dan bergelora bercampur menjadi satu, seketika tidak tahu harus bagaimana menghadapi Fenny Liu.
Di saat suasana canggung, dari ruang tamu terdengar suara kunci pintu diputar, keduanya sedikit terkejut, ternyata Martin Su sudah pulang.
Hari ini, Martin Su pulang lebih awal, hal ini membuat Fenny Liu sedikit terkejut, tetapi pada saat yang sama dia bersyukur tetap menjaga standarnya, kalau tidak, bagaimana menjelaskannya jika suaminya melihat dia dan adik sepupunya berpelukan?
"Marvin Su, sedang membantu kakak ipar masak?" Martin Su tertawa sambil meletakkan tas kerjanya.
"Oh....errr, Aku ceroboh, jadinya semakin membantu semakin sibuk." muka Marvin Su merah padam, bergumam sebentar lalu dengan hati yang bersalah masuk ke kamarnya sendiri.
Martin Su juga tidak terlalu menanggapinya. Dia sepanjang hari terobsesi dengan pekerjaan. karakternya sangat membosankan, dan dia tidak terlalu suka berpikir banyak.
Setelah mengganti sandal rumah, Martin Su menyapa Fenny Liu dan langsung pergi mandi.
Di dapur, Fenny Liu menatap punggung suaminya sendiri, akhirnya menghela nafas yang panjang, dan bergumam dengan pelan, " Kenapa kamu begitu tidak mengerti perasaan wanita...."
Sembari menghela nafas, dia melirik ke kamar Marvin Su, ada rasa sedih yang sulit dijelaskan: " Tadi, apa suara teriakan aku terlalu keras kepada anak itu?"
Fenny Liu sedikit mengernyit, lalu menggelengkan kepalanya dengan pelan dan berkata dengan suara kecil, "Ayo masak dulu."
Dalam waktu singkat makanan yang beraneka ragam itu sudah rapi tertata di atas meja, dan Martin Su juga sudah selesai mandi. Ia sembari mengusap rambut pendeknya yang basah, sembari memandangi lauk pauk di atas meja, ia tidak tahan untuk memuji: "Makanan hari ini benar-benar mewah!"
"Iya, cepat panggil Marvin Su untuk makan." ujar Fenny Liu sambil menaruh sumpit.
Setelah mendengarnya, Martin Su langsung bergegas mengetuk pintu kamar Marvin Su, dan berkata: "Marvin Su, ayuk keluar makan, ada iga rebus kesukaanmu loh!"
Mendengar panggilan kakak sepupunya, Marvin Su segera keluar kamar, hanya saja karena tadi diteriaki oleh Fenny Liu, hatinya masih sedikit malu dan sedih, berjalan sampai depan meja makan, bahkan tidak berani menatap Fenny Liu lagi.
Martin Su tidak menyadari rasa adanya rasa canggung, ia masih tersenyum dan memberi Marvin Su tulang rusuk. "Sekarang ayo makan. Besok kamu akan kembali ke universitas. Makanan kantin tidak akan seenak masakan kakak iparmu."
"Iya, baik kak." Marvin Su mengangguk-angguk dan makan sambil menundukkan kepalanya.
Untuk Marvin Su dan Fenny Liu, makan malam kali ini sedikit tertekan, tampaknya ada celah di antara mereka berdua.
Keesokan paginya, Marvin Su sudah selesai mengepak pakaiannya dan berkata, "Kakak ipar, aku akan kembali ke sekolah."
Fenny Liu terkejut dan bertanya, "Bukankah kamu selalu kembali ke sekolah pada sore hari ... Apakah ada sesuatu?"
“Ah, aku, aku membuat janji dengan seseorang untuk bermain basket di akhir pekan, aku pergi dulu.” Marvin Su menggaruk kepalanya,setelah menemukan alasan, dia langsung bergegas pergi.
"Hei ..." Fenny Liu ingin mengatakan lebih banyak, tetapi Marvin Su sudah membuka pintu, dan dengan segera pintu itu ditutup kembali dengan pelan.
Martin Su kembali lebih awal tadi malam, dan pagi ini pergi lebih juga. Dia menerima telepon pada pukul lima pagi dan pergi langsung berangkat kerja. Dalam sekejap, hanya Fenny Liu yang tersisa di ruangan besar tersebut.
“Anak ini, pergi dengan takut-takut!” Tiba-tiba, Fenny Liu merasa sedikit kesal.
Dia tidak membenci Marvin Su, sebaliknya, dia benar-benar menyayangi dia sebagai adik. Kesalahan kemarin hanyalah reaksi naluriah.
Begitu Marvin Su pergi, yang tersisa hanya Fenny Liu sendiri di rumah kosong ini. Dia adalah seorang pegawai negeri, dan pekerjaannya tidak sesibuk Martin Su. Meskipun gajinya tidak dapat dibandingkan dengan Martin Su, tetapi tunjangannya sangat bagus. Ada hari libur setiap minggunya. Itu juga alasan mengapa Martin Su membiarkan Marvin Su datang menemaninya setiap minggu!
Dia takut Fenny Liu kesepian di rumah.
"Krinnngggggg......."
Ketika Fenny Liu sedang murung, tiba-tiba hpnya berdering, saat menatap layar hpnya, ternyata ibu Martin Su yang menelepon.
"Ibu, ada apa?" Tanya Fenny Liu.
"Fenny, ibu ke gunung memohon obat untuk kalian, hari ini Bibi Zhang sebelah rumah akan ke kota, saya titip beliau untuk memberikan obat tersebut kepada kamu." ucap ibu Martin Su.
"Obat?" Fenny Liu mengernyitkan dahi, ia sepertinya memiliki firasat yang kurang baik: "Obat apa?"
"Untuk melahirkan anak, kamu dan Martin sudah menikah begitu lama, ibu sudah ingin menimang cucu." omel Ibu Martin Su.
Ketika Fenny Liu mendengarnya, ada amarah di dalam hatinya. tetapi masih dengan sabar berkata:" Ibu, hal semacam ini biasanya menipu, mengapa kamu pergi ke gunung lagi ..."
"Dengarkan kata ibu, obat ini pasti mujarab, Erpina di desa kita memohon obat ini, dan tidak sampai setengah tahun perutnya sudah berisi." Ibu Martin Su memotong pembicaraannya.
Lawan bicaranya begitu keras kepala, Fenny Liu dengan tidak berdaya hanya menanggapi beberapa kata, setelah itu mematikan telponnya.
"Setiap hari meminta aku untuk makan obat, kenapa tidak tanya anak nya sendiri mampu atau tidak!" setelah mematikan telponnya, Fenny Liu pun menggerutu.
Sorenya, setelah menerima telpon dari Bibi Zhang, dia langsung bergegas ke stasiun untuk mengambil obat.
Bibi Zhang sangat ramah, dia tidak berhentinya berkata," Fenny, setelah kamu menghabiskan obat ini, pasti kamu bisa melahirkan anak yang montok."
Mendengarkan hal tersebut, muka Fenny Liu pun merah merona. Bibi Zhang tampak antusias, tetapi ada maksud lain dari tatapan matanya, tetapi menderita karena omelan ibu Martin Su, Fenny Liu tidak terlalu memperdulikannya. Setelah berterima kasih kepada Bibi Zhang, dia bergegas pulang kerumah.
"Martin Su sial, saat minta kamu untuk melakukan pemeriksaan di rumah sakit, selalu alasan sibuk... Sekarang bagus sudah! Semuanya mengira aku yang tidak dapat melahirkan anak." Sesampainya di rumah, dengan emosi dia melempar obat tersebut ke atas meja, dan masih dengan marahnya ia ke kamar untuk tidur siang.
Saat tertidur, ia bermimpi seperti ada yang datang.
Ia berusaha untuk membuka matanya, masih dengan setengah sadar ia berusaha untuk menatap keluar pintu.
Itu Marvin Su, ia tidak pergi!
"Kakak ipar." Marvin Su berjalan ke arah Fenny Liu, napasnya terengah-engah, matanya tampak membara.
"Marvin Su." tidur Fenny Liu agak lelap, ia berusaha untuk duduk, tetapi sekujur badannya tidak bertenaga.
Dia bertanya, "Kamu tidak kembali ke Universitas?"
"Tidak, aku tidak rela berpisah dengan kamu." setelah berucap, Marvin Su langsung melemparkan dirinya ke tubuh Fenny Liu.
"Ah!" Fenny Liu menjerit dan melawan: "Pergi... Marvin, jangan buat masalah lagi, cepat bangun..."
“Aku tidak membuat masalah,” Marvin Su memandang Fenny Liu dengan keras hati dan langsung menciumnya, “Kakak ... Tidak, Fenny, aku menyukaimu, aku benar benar menyukaimu. "
Ciuman Marvin Su ini membuat sekujur tubuh Fenny Liu tak bertenaga, ia juga tidak tahu mengapa respon tubuhnya sangat kuat.
Ia merasakan teknik ciuman Marvin Su yang masih amatir, tetapi di dalam lubuk hatinya terdapat rasa gembira yang tidak dapat dijelaskan.
Meskipun keterampilan berciuman anak muda itu masih amatir, tetapi sangat agresif dan kuat, terutama matanya yang menggelora, hal ini membuat hati Fenny Liu melompat tidak karuan, dan tiba-tiba muncul perasaan cinta yang bergairah.
Novel Terkait
Menunggumu Kembali
NovanAsisten Wanita Ndeso
Audy MarshandaMy Tough Bodyguard
Crystal SongAfter The End
Selena BeePernikahan Tak Sempurna
Azalea_Love In Sunset
ElinaPejuang Hati×
- Bab 1 Mati Lampu
- Bab 2 Ketidakpuasan
- Bab 3 Bekas Cakar
- Bab 4 Panggilan Telepon
- Bab 5 Jalan-Jalan
- Bab 6 Obat
- Bab 7 Hanya Bisa Dirasakan, Tidak Bisa Diungkapkan
- Bab 8 Pahlawan Menyelamatkan Wanita Cantik
- Bab 9 Terangsang
- Bab 10 Mabuk Kepayang
- Bab 11 Pertengkaran
- Bab 12 Pria Sejati
- Bab 13 Naik Bus
- Bab 14 Pikiran yang Tidak Senonoh
- Bab 15 Aku Suka Kamu
- Bab 16 Kasih Sayang yang Kuat
- Bab 17 Perjalanan Bisnis Kakak Sepupu
- Bab 18 Wanita Escort
- Bab 19 Sakit Hati
- Bab 20 Rangsangan yang Berbeda
- Bab 21 Salah Injak Kaki
- Bab 22 Rina Chen
- Bab 23 Persyaratan yang Tidak Masuk Akal
- Bab 24 Dalam Satu Kamar
- Bab 25 Lubang yang Dalam
- Bab 26 Di Bawah Sinar Bulan
- Bab 27 Ulang Tahun
- Bab 28 Dare!
- Bab 29 Bercinta
- Bab 30 Mawar
- Bab 31 Hembusan Nafas
- Bab 32 Pulang Bersama
- Bab 33 Marga Su, Bukan Marga Zhang
- Bab 34 Rencana Rina
- Bab 35 Pemerasan
- Bab 36 Kalau Aku Tidak Merawatnya, Apakah Kamu Bisa?
- Bab 37 Posisi?
- Bab 38 Dia Memang Pantas Mendapatkannya
- Bab 39 Terjadi Sesuatu Kepada Fenny Liu
- Bab 40 Masuk Neraka
- Bab 41 Tunggu Aku!
- Bab 42 Gangguan Psikologi
- Bab 43 Indra Keenam
- Bab 44 Siva Zhao
- Bab 45 Satu Hati, Dua Cinta
- Bab 46 Akulah yang Berhutang Padamu
- Bab 47 Pembunuhan
- Bab 48 Situasi Krisis
- Bab 49 Saat Terbangun
- Bab 50 Janji
- Bab 51 Jadilah Pacarku
- Bab 52 Rumah Sama, Orang Berbeda
- Bab 53 Belum Cukup
- Bab 54 Berani Tidak?
- Bab 55 Terjebak
- Bab 56 Perpustakaan
- Bab 57 Memahami
- Bab 58 Kerja Lembur
- Bab 59 Lemah
- Bab 60 Diikuti
- Bab 61 Membuntuti
- Bab 62 Tak Terkendali
- Bab 63 Mengancam
- Bab 64 Pilihan
- Bab 65 Hotel Inter Continental
- Bab 66 Muncul
- Bab 67 Kemarahan yang Tidak Terduga
- Bab 68 Perubahan
- Bab 69 Mimpi Panjang Telah Menjadi Sia-sia
- Bab 70 Masalah Berturut-turut
- Bab 71 Masalah yang Sangat Rumit
- Bab 72 Mengajak Bertemu
- Bab 73 Sertifikat Kepemilikan Properti
- Bab 74 Marvin Su dan Martin Su
- Bab 75 Pertemuan
- Bab 76 Berbahaya
- Bab 77 Konfrontasi Antar Saudara
- Bab 78 Pistol
- Bab 79 Keberanian
- Bab 80 Kedatangan Polisi
- Bab 81 Bertanya
- Bab 82 Penembakan
- Bab 83 Pilihan
- Bab 84 Jericho Su
- Bab 85 Konfrontasi
- Bab 86 Merenungkan
- Bab 87 Tidak Adil?
- Bab 88 Gadis-gadis Suka Bergosip
- Bab 89 Ujian
- Bab 90 Rasa Aman
- Bab 91 Pembagian Uang?
- Bab 92 Kemarahan Luar Biasa
- Bab 93 Makan Siang
- Bab 94 Tidak Berpikir dan Berlogika
- Bab 95 Farah Liu
- Bab 96 Ketidakadilan
- Bab 97 Tersenyum halus
- Bab 98 Menjijikkan
- Bab 99 Semuanya Indah Sekali!
- Bab 100 Minyak Lilin
- Bab 101 Jamuan Pengkhianatan
- Bab 102 Kasus Pembunuhan
- Bab 103 Gunung Dagu
- Bab 104 Tiga Banding Tiga
- Bab 105 Kencan?
- Bab 106 Di Kafe
- Bab 107 Pengendalian
- Bab 108 Kondom
- Bab 109 Siva Zhao
- Bab 110 Kembali ke Sekolah
- Bab 111 Tertangkap Basah
- Bab 112 Jika Aku Pergi, Kita Tak Bisa Bertemu Lagi (Tamat)