1001Malam bersama pramugari cantik - Bab 80 Cincau

Setelah mendengar hal itu, kami yang tadinya tidak mengerti apa pun lalu menganggukkan kepala.

Karena pernah melihat bekasnya, orang tua itu pasti akan bercerita pada kami, kan?

Memikirkan hal ini, aku menatapnya dengan serius, dan bertanya pelan: "Tuan, kamu sudah melihat tandanya, bukankah seharusnya kamu memberi tahu kami bagaimana cara menyelamatkan Hesti? Apa kami memerlukan tanaman herbal?"

Bian yang berdiri di samping ikut mengangguk setuju.

"Tuan, aku ingat dulu kamu pernah membawa sejenis tanaman herbal, kamu mengoleskan tanaman itu di atas bekasnya dan tak lama kemudian bekas itu langsung hilang, apa kamu masih ingat bagaimana bentuk tanaman itu?"

Siapa sangka, orang tua itu malah menatap Bian dengan heran, lalu bertanya dengan nada terkejut: “Apa maksudmu cincau? Apa benda itu benar-benar bekerja?”

Bian teringat kalau dia tidak menjalani perawatan lanjutan, dia lalu mengerutkan alisnya dengan canggung.

“Iya Tuan, rumah sakit kami sudah mencoba banyak cara, dan hanya ramuanmu yang bekerja, aku mengingat hal ini dengan jelas.”

Dia menggigit bibir bawahnya, ekspresinya terlihat agak gugup, dia takut menyinggung orang tua itu.

Tapi ternyata orang tua itu tidak terlihat marah, dia bahkan tersenyum lega.

“Baguslah kalau bekerja, berkat cincau, ada orang yang terselamatkan, kalau begitu selama dua hari ini, ayo kita cari tanaman herbal itu.”

Selesai berbicara, dia berjongkok sambil tersenyum tipis, orang tua itu mengambil tongkat kayu lalu menggambar bentuk cincau.

Tanaman cincau agak mirip dengan rumput yang tumbuh di sekitar, perbedaannya, rumput biasa memiliki dua daun di satu tangkai, sedangkan cincau memiliki tiga daun di satu tangkai.

Orang tua itu menggambar dengan hati-hati, lalu menjelaskan: “Selain memiliki tiga daun di satu tangkai, akar cincau berbeda dengan rerumputan biasa, bagian bawahnya agak kemerahan, dan akan ada cairan seperti susu yang mengalir keluar saat dicabut, ini adalah hal yang harus kalian perhatikan saat mencari cincau.”

Setelah dia selesai berbicara, Mina tiba-tiba berteriak: "Kakak, aku pernah melihat rumput seperti itu! Rasa cairan yang keluar dari akarnya sama enaknya dengan susu."

Saat berbicara, Mina tersenyum konyol, Mila yang berdiri di sampingnya menatapnya dengan diam, ekspresi wajah Mila perlahan berubah kesal.

Dia merasa kecewa lalu menampar wajah Mina, Mila tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya dan berkata: "Mina, apa kamu sudah lupa apa yang pernah kakak katakan padamu? Jangan makan makanan yang tidak kamu kenal, apa kamu sengaja membuat kakak marah?"

Mina yang ditampar langsung menangis.

Melihat ini, tangan Mila yang menampar Mina langsung terasa kaku.

Beberapa hari ini, dia selalu merasa takut dan khawatir, dia mengerutkan alisnya dan menggigit bibir bawahnya, Mina lalu diam-diam menangis.

Suasana di sekitar mereka langsung berubah suram.

Orang tua itu menatap kedua saudari yang sedang menangis, dia menghela napas pelan lalu bertanya: “Hei, kenapa kalian menangis, cincau bukan tanaman yang beracun, dia hanya akan bereaksi kalau dicampur dengan buah Pitaya, saat itu keadaan kaku seperti keracunan baru akan terlihat, sekarang bukankah Mina terlihat baik-baik saja? Mila, jangan menangis lagi.”

Mendengar ini, tiba-tiba aku teringat sesuatu.

Aku ingat pernah melihat buah yang terlihat bening saat mencari Mina, aku lalu berpikir dengan keras.

"Tuan, apa buah Pitaya tumbuh di pohon yang batangnya pendek? Bunganya berwarna merah, dan kalau dimakan bisa menyebabkan pusing."

Orang tua itu mengangguk iya, kedua mata langsung terfokus padaku, dia lalu bertanya dengan tidak sabaran: "Iya, apa kamu pernah melihat buah Pitaya? Di mana kamu melihatnya?"

Dia terlihat sangat bersemangat, tapi gadis yang berada di sampingnya malah terlihat agak gelisah.

Aku mengangguk ragu-ragu, lalu berkata dengan pelan: “Kalau tidak salah saat aku dan Alex pergi mencari Mina? Di depan gua tempat dia bersembunyi, ada pohon dengan buah seperti itu, tapi aku tidak tahu apa itu adalah buah Pitaya yang kamu maksud, tapi bukankah buah itu... beracun?"

Memikirkan kematian tragis tikus itu, aku langsung mengerutkan keningku.

Orang tua itu tertegun sebentar, dia lalu menoleh melihat gadis di sebelahnya.

Jelas sekali, buah Pitaya itu seharusnya tidak beracun.

"Apa mungkin buah Pitaya itu bermutasi? Aku harus menelitinya lebih jelas!" Orang tua itu bergumam dengan suara rendah, dan tatapan matanya terlihat semakin bersemangat.

Dia terlihat seperti seseorang yang terobsesi dengan penelitian, hal ini membuatku diam-diam merasa kagum.

Ini bukanlah hal yang berbahaya bagi perkembangan penelitian kami, dan mungkin akan muncul kejutan yang menarik bagi kami.

Tapi sekarang, hal yang lebih penting adalah menyelesaikan masalah Hesti.

Memikirkan hal ini, aku menarik Mina ke samping, dia masih menundukkan kepalanya dan menyeka air mata, aku lalu bertanya dengan lembut: "Mina, beri tahu kakak, di mana kamu menemukan jenis rumput yang mengalirkan susu itu?"

Mina bersandar di lenganku sambil sesenggukan, dia lalu berkata dengan pelan: "Itu, aku menemukannya di sekitar hutan."

Setelah berbicara, dia lalu menangis dengan keras, dia terlihat sangat kasihan, dia lalu melanjutkan ucapannya: "Saat itu, aku benar-benar sangat lapar, dan rumput itu ada di mana-mana, ada hewan kecil yang menggigiti akar rumput itu, jadi aku juga ikut memakan sedikit rumput itu, tapi aku masih lapar, jadi aku tidak bisa menahan diri saat melihat buahnya, siapa tahu…"

Mina mengendus sambil menceritakan pengalamannya saat itu.

Aku menepuk bahunya dengan lembut dan menghiburnya sedikit.

Entah kapan orang tua itu tiba-tiba datang dan berjongkok di sebelahku dan Mina, dia terlihat sangat bersemangat, dia membuka mulutnya, dia terlihat ingin menanyakan sesuatu.

Mina yang dari tadi terisak akhirnya tenang sedikit, orang tua itu dengan cepat langsung bertanya: "Gadis kecil, namamu Mina, kan? Apa kamu bisa memberi tahu kakek apa yang kamu makan duluan?"

Mina mengangguk, matanya terlihat berkaca-kaca, dan masih ada air mata di ujung matanya.

Melihat hal ini, orang tua itu semakin terlihat berapi-api.

Dia meraih lenganku dan berkata dengan semangat: "Anak muda, kamu ingin mencari cincau, kan? Bawa aku, aku tahu bagaimana bentuknya, aku pasti akan membantumu mencarinya!"

Aku terdiam sesaat, dalam hati aku merasa agak ragu.

Orang ini sudah sangat tua, kalau dia ikut pergi, dia pasti akan menjadi penghambat di perjalanan.

Tapi dia satu-satunya yang tahu tentang tanaman herbal itu, bagaimana kalau ternyata yang dimakan Mina itu bukan cincau, tapi jenis tanaman lain?

Perjalanan mereka mungkin memerlukan waktu yang lama, apa Hesti bisa bertahan sampai mereka kembali?

Saat aku masih merasa ragu, Mila yang berdiri di sampingku menarik napas dalam-dalam dan menyeka air mata di wajahnya, dia dengan tegas berkata: "Biarkan orang tua itu ikut, aku yang akan menjaganya di perjalanan."

Ini artinya Mila juga akan ikut.

Aku menatapnya dengan khawatir, dan tidak mengatakan apa pun untuk sesaat.

Melihat keraguanku, Mila mengerutkan bibirnya lalu menjelaskan: "Sudah jelas, Mina bisa sembuh juga karena Hesti, jadi sudah seharusnya aku harus membantunya juga."

Dia memutuskan untuk tidak menceritakan rahasia Hesti.

Aku diam-diam menghela nafas lega, lalu memutuskan untuk membiarkan mereka ikut mencari tanaman cincau itu.

Novel Terkait

Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
4 tahun yang lalu