1001Malam bersama pramugari cantik - Bab 60 Hesti yang Aneh

Dengan situasi sekarang, aku agak kurang menggunakan akal sehat jika lanjut mencarinya.

Aku pun memijat otot pahaku yang agak pegal, menghela nafas dan memutuskan membawa peralatan pulang ke kamp di tepi pantai.

Entah juga Laura membawa hasil buruan pulang atau tidak. Aku khawatir orang-orang dalam kamp belum makan, dan sekaligus memburu seekor rusa liar.

Aku harus mengakui bahwa adanya pistol menjadi lebih enak.

Melihat segerombolan rusa yang memencar karena terkejut, aku pun meniup asap dari lubang pistol dan hatiku merasa puas.

Menggendong rusa liar yang sudah mati, aku pun berjalan pulang kearah kamp berada.

Tapi siapa sangka, baru jalan setengah, tiba-tiba muncul sebuah bayangan yang sangat familiar dari semak-semak di samping.

Orang itu adalah Hesti!

Aku langsung memanggilnya untuk menghentikan langkahnya. “Hesti, dua hari ini kamu kemana saja?”

Hesti pun menghentikan langkahnya dengan kaku. Ia pelan-pelan berbalik badan, wajahnya masih terpasang keterkejutan.

“Ah, ternyata Kak Albert.”

Ia pelan-pelan mengatakan sebuah kalimat, lalu selangkah berat dan selangkah ringan mendekatiku. Mata hitamnya yang selalu bersinar itu sepertinya tertutupi oleh selapis kegelapan, sehingga membuat orang merasa agak murung.

Aku mengerutkan dahi, lalu bertanya lagi sekali dengan sabar.

“Hesti, kemarin kamu pergi kemana saja? Apakah kamu tahu kalau orang-orang kamp kemarin sudah mencarimu seharian? Semuanya khawatir kepadamu.”

Dan Hesti masih saja memasang ekspresi kosong, lalu akhirnya baru tersadar kembali dan terbata-bata. “T-tidak apa-apa, aku hanya asal berkeliling.....”

Asal berkeliling?

Kedua kata yang mudah ini seketika mengungkit amarah hatiku, bagai rasa takut yang kurasakan kemarin hanyalah sebuah candaan.

Raut wajahku seketika menjadi serius, lalu menarik lengannya bertanya dengan galak. “Hesti, apakah kamu tahu ‘asal keliling’-mu itu membuat semua orang kamp merasa khawatir dan takut? Mengapa kamu bisa pergi begitu jauh tanpa memberi tahu kita?”

Tapi Hesti masih menatapku bengong, tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Saat ini aku baru menyadari adanya yang janggal.

Hesti yang sekarang seperti menjadi bodoh, gerakannya menjadi lambat saat melakukan apapun.

Aku hanya menemukan ia yang terdiam bermenit-menit, lalu berkata dengan pelan dan kurang jelas. “A-aku sudah terbiasa tinggal di dalam hutan. Kalian tidak perlu khawatir.”

Ia tidak pernah mengungkit sinyal pertolongan sebelumnya yang ditinggalkannya di dalam hutan, dan juga tidak menjelaskan mengapa pakaiannya berubah lagi menjadi pakaian adat penduduk setempat.

Sejumlah pertanyaan yang tidak terbatas terkumpul di dalam otakku.

Aku mengerutkan dahi, akhirnya memutuskan untuk membawa ia pulang ke kamp terlebih dahulu. “Sudahlah, kita pulang dulu ke kamp. Untuk masalahmu, mari kita bahas pulang nanti.”

Hesti mengangguk bengong, lalu terdiam berada di sampingku, tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Melihat kondisi ini, kecurigaan di dalam hatiku pun semakin mendalam, tapi aku juga tidak berbicara, hanya membawa ia kembali kearah kamp berada.

Dalam perjalanan, aku dan Hesti bagai orang yang sedang bertengkar, sama sekali tidak berkomunikasi.

Saat mau tiba di kamp, sebuah bau darah amis pun masuk ke dalam lubang hidungku.

Aku seketika terkejut dan mempercepat langkahku.

Tapi semakin dekat jaraknya dengan kamp, bau darah amis itu pun semakin kuat.

Tak lama kemudian, tenda-tenda kamp pun muncul di wilayah penglihatanku. Aku pun hanya menemukan beberapa mayat yang terbaring asal di sekitar kamp tepi pantai.

Aku buru-buru mendekati, tapi hanya menemukan semua mayat disana memasang wajah ketakutan, seperti bertemu dengan adegan yang menakutkan sebelum mereka mati.

Suasana hatiku seketika menjadi murung.

Sebenarnya ada hal apa yang terjadi malam kemarin?

Keheningan yang mematikan langsung menyebar luas di udara. Hatiku agak tersesak, tapi masih memaksa diri bertahan, membawa Hesti kembali ke dalam tenda kita.

Tapi aku hanya menemukan dalam tenda yang sangat sepi, tersisa seorang wanita hamil yang tengah bersandar di pojokan tenda tidur.

Aku ingat ia dipanggil Kak Miranda, biasanya sangat mudah takut dan jarang keluar untuk beraktifitas.

Tapi..... karena ia adalah seorang ibu hamil, jadi ia tidak dapat bergabung dengan kamp lain, dan hanya bisa bersama dengan Suzy kan?

Aku pun berpikir sembarangan di dalam hati.

Aku mendekatinya dan menepuk pundaknya, lalu memanggilnya lembut. “Kak Miranda? Kak Miranda?”

Tapi keheningan yang mematikan itu yang membalasku. Kak Miranda sama sekali tidak bergerak, masih setia mengejapkan kedua matanya, lalu bersandar di tempat yang sama dengan raut wajah yang tenang.

Hatiku seketika mencelos, lalu langsung mengangkat tangan dan meletakkannya di bawah hidungnya.

Satu detik, dua detik..... Firasatku pun menjadi kenyataan. Kak Miranda sudah tidka bernafas, bahkan kulit tangannya bagai salju, begitu dingin.

Detik ini, bisa-bisanya tidak ada orang hidup selain diriku dan Hesti.

Aku pun sangat tercengang, seketika menjadi bingung.

Dimana semua orang di kamp? Kemanakah mereka semua? Lagi pula sebenarnya apa yang terjadi di dalam kamp ini?

Sejumlah pertanyaan yang tak terbatas memenuhi otakku.

Aku hanya merasakan pelipisku yang berdenyut, otakku juga terpenuhi banyak barang dan hampir saja mau meledak.

Aku menarik nafas dalam, dan memaksa untuk menekan perasaan yang kacau ini, lalu berbalik badan dan ingin berbincang dengan Hesti. Tapi aku malah menemukan Hesti yang sedang memandang lurus kearah Kak Miranda, raut wajahnya terlihat agak mengerikan.

Detik selanjutnya, ia langsung maju begitu saja tanpa mengatakan apapun, lalu mengeluarkan sebuah pisau, langsung membelah perut Kak Miranda.

Suara kulit daging yang terbelah terdengar nyaring di udara, seketika aku merinding.

Tapi aku malah menemukan Hesti yang menarik usus Kak Miranda, sehingga menunjukkan rahim besar yang terdapat janin di belakang.

Rahim itu hampir transparan karena janin di dalamnya. Aku dapat melihat jelas bahwa di dalam sana ada anak laki-laki dengan anggota alat gerak yang sehat. Sayangnya Ibunya telah mati, dan ia mungkin saja sudah mati..... kan?

Tapi aku belum sempat berpikir lebih lanjut, dan langsung menemukan Hesti yang sudah mendaratkan pisaunya, meninggalkan goresan panjang pada rahim besar itu.

Selanjutnya ia mengulur tangannya ke dalam tanpa ekspresi, lalu asal mengangkat dan mengeluarkan anak laki-laki itu dari dalam rahim!

Air ketuban yang keruh pun mengalir bebas ke tanah, seketika bau amis pun langsung mendekat.

Hesti yang berada di depanku mengerutkan wajah cantiknya, berdiri tenang di tengah genangan darah tubuh Kak Miranda, sambil membawa seorang bayi dengan wajahnya yang membiru. Adegan ini pun terlihat sangat kejam.

Aku sungguh tidak dapat percaya terhadap mataku.

Apakah ia masih Hesti yang baik itu?

“H-hesti, apa yang ingin kamu lakukan sekarang?”

Pelipisku berkedut, bahkan hati juga berdetak tak karuan.

Saat Hesti terlihat seperti seorang iblis yang berasal dari neraka, aku pun tidak tahan untuk mengerutkan dahiku.

Hesti melihatku bengong, sambil menunjuk bayi di tangannya berkata, “Ia, mungkin saja masih hidup.”

Masih hidup? Bagaimana mungkin?

Aku tidak pernah mendengar hal dimana ibunya mati dan janinnya masih bisa hidup. Tapi jika dilihat dengan teliti, bayi di tangan Hesti memang masih bernafas dengan lemah.

Jangan-jangan ia masih hidup? Atau bisa dikatakan kalau ia masih bisa berlangsung hidup?

Aku tercengang memandang semua yang terjadi di hadapanku, begitu pula dengan hatiku.

Dan Hesti yang di sampingku tidak lagi memedulikanku. Tangan kecilnya yang terpenuhi darah itu mengambil sebutir obat hitam dari kantongnya tanpa banyak peduli.

Novel Terkait

Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu