1001Malam bersama pramugari cantik - Bab 51 Wanita yang Baru Datang
Kali ini sungguh-sungguh memancing amarah para pria dari kamp sebelah.
Pria yang menyemburkan darah itu mengelap sudut bibirnya, lalu bangkit kembali dan melototiku kesal. “Berani-beraninya kamu memukulku?”
Aku langsung membawa Hesti ke belakang, lalu mengangkat dagu dan berkata dengan tenang. “Kamu dulu yang menghina Hesti.”
Tapi bagaimana mungkin sekumpulan orang itu peduli?
Ia hanya tahu bahwa dirinya terhajar dan kehilangan harga diri, sehingga dirinya marah besar dan berteriak geram. “Teman-teman, bocah ini berani-beraninya membuat onar di kamp kita. Kita harus memberi ajaran untuknya!”
Setelah itu, ia melambaikan tangannya, seketika para pria yang terus memandang di samping langsung bergerak cepat mendekatiku secara tidak teratur.
Aku pun dengan lincah mendorong Hesti ke luar kerumunan, lalu mendekati mereka semua tanpa takut.
Bukan diriku yang terlalu banyak berlagak, tapi diriku sendiri cukup kuat melawan habis para pria yang tidak berguna ini!
Dan kenyataannya memang berjalan sesuai pikiranku. Para pria yang tidak berguna ini sama sekali bukan lawanku.
Aku menyipitkan mataku, lalu asal melambaikan tangan, hingga seorang pria gemuk yang terakhir mendekatiku terjatuh di lantai. Aku pun berdiri tegak di tengah tempat tersebut.
Suara kesakitan para pria dari kamp sebelah terus terdengar di telingaku. Aku membuang nafas ringan dan bertanya dengan tanpa ekspresi yang terpasang di wajahku. “Bagaimana? Apakah kalian mau lagi?”
Aku baru saja selesai berbicara, lalu sekumpulan pria itu pun menggelengkan kepala mereka ketakutan.
Bahkan mereka yang begitu banyak tidak bisa menyentuhku, bagaimana mungkin mereka tidak ada pikiran untuk mundur?
Aku pun menarik sudut bibirku pelan, lalu berbalik badan melihat Hesti.
Saat ini, Hesti telah membantu wanita yang dihina tadi bersembunyi di samping. Melihat diriku yang mengalahkan sekumpulan pria itu dengan mudah, mata besarnya pun bersinar yang menunjukkan kekaguman.
Pandangannya yang seperti itu cukup membuatku senang.
Aku menggaruk kepalaku, lalu berlangkah tegap mendekatinya.
“Hesti, bagaimana dengan kondisinya?”
Mendengar suaraku, wanita itu pun gemetar kuat.
Jelas sekali bahwa tindakan pria itu sungguh menyebabkan trauma yang berat untuknya.
Hesti pun langsung membantu membenarkan kain pakaian wanita itu yang sudah tidak layak. Ia melototi sekumpulan bajingan yang tergelatak di lantai kesal, sambil berkata dengan nada bermohon. “Kak Albert, mari kita juga bawa ia pulang.”
Aku mematung sesaat, lalu melirik kearah Laura sana.
Hesti tentu juga mengetahui siapa yang sedang aku lirik, dan ia pun langsung menutup bibir merahnya yang bagai setangkai bunga.
“Kak Albert, kita harus menolong sepenuhnya. Jika kita sendiri tidak membantunya, maka tidak akan ada orang yang mau membantunya.”
“Baik, kalau begitu bawa ia pulanglah!”
Ucapan telah terlontarkan dan aku telah membuat keputusan.
Hesti seketika menunjukkan senyuman yang penuh rasa terima kasih. Mataku seketika semangat, lalu hatiku pun berdebar pelan.
Debaran itu hanya sesaat dan aku sendiri juga tidak menganggapnya sebagai masalah. Aku hanya berpikir di dalam hati, bahwa Hesti masih saja begitu baik dan hangat, seperti kali pertama bertemu.
Hesti menopang tubuh wanita itu, kemudian menggunakan sisa kain yang seadanya untuk menutupi bagian tubuh wanita itu yang terekspos.
Aku agak kurang nyaman melihatnya, lalu melepaskan jaketku dan meletakkannya pada pundak wanita itu.
“Pakai saja punyaku.” ujarku pelan.
Melihat hal tersebut, Hesti dan wanita itu pun mematung bersama.
Aku hanya melihat Hesti yang terbata-bata, seperti ingin mengatakan sesuatu. Tapi akhirnya ia juga terdiam dan menundukkan kepalanya.
Sedangkan wanita itu mengangkat pelan mata jernihnya yang seperti mata rusa kecil.
Ia melirikku sekilas. Menemukan diriku yang kebetulan sedang memandangnya, ia pun langsung mengalihkan pandangannya, lalu mengatakan terima kasih setelah tersadar kembali.
Aku tidak begitu memikirkannya, lalu membantu Hesti untuk membawa wanita itu kembali ke kamp kita.
Sekumpulan pria di belakang hanya berani melotot kesal kepadaku tanpa mengatakan sepatah kata pun. Aku bisa merasakan pandangan mereka yang hampir saja bisa membakar punggungku.
Tapi nyatanya memang seperti itu saat berada di pulau terpencil. Kepalan siapa yang terbesar, maka ia lah yang berhak berbicara disana.
Aku dan Hesti membawa wanita itu kembali ke kamp. Orang-orang di kamp pun bersorak untuk kemenanganku, kecuali Laura yang memasang wajah tidak senang.
“Hesti, bagaimana kamu untuk mengurus wanita ini?” tanya Laura tajam dan tanpa sungkan.
Hesti mematung sesaat, lalu membalasnya balik tanpa rasa takut. “Apa yang kamu lakukan di kamp, maka ia juga akan melakukan itu. Bukankah kita semua ini sama?”
“Hah, sama?” Laura menyeringai aneh, lalu memutar balik matanya.
“Kamp kita sekarang hanya bergantung hidup kepada Albert seorang. Dan kamu begitu baik, membawa wanita ini pulang. Tapi semakin banyak orang yang makan, maka semakin dikit jumlah makanan yang dibagi ke setiap orang. Menurutmu, apakah semua orang menyetujuinya?”
Ia baru saja selesai berbicara, kemudian ada seseorang yang lanjut berkata. “Benar. Kamu dan wanita itu baru saja tiba di kamp ini. Ingin makan minum gratis tanpa melakukan apapun? Bermimpi saja!”
Aku mengerutkan dahi, lalu menoleh dan menemukan orang yang mengatakan kata-kata tersebut adalah wanita gemuk yang sebelumnya itu.
Saat diriku melihat kearahnya, wanita gemuk itu pun menyipitkan matanya dan tersenyum genit. Tampangnya yang menggelikan itu seketika membuatku muak.
Hesti sangat kesal hingga tubuhnya gemetar, nadanya pun terdengar nada tangis.
Ia menghirup pelan, berkata sambil menahan tangis. “Kak Albert, saat aku bertemu dengan sesuatu yang bahaya, karena adanya orang baik yang menolongku, sehingga aku baru bisa bertemu lagi denganmu....”
Aku sama sekali tidak sangka bahwa Hesti akan mengungkit masa-masa dimana ia menghilang. Ini sama saja dengan membuka lukanya, sehingga hatiku tersesak pelan.
Tapi aku dapat mendengar Hesti yang masih lanjut bercerita.
Ia berjalan sebanyak dua langkah ke depan dengan berani. Ia meninggikan nadanya, sambil memandang mereka semua dengan tulus.
“Aku tahu kita semua khawatir akan kelangsungan hidup. Tapi kita adalah manusia, apakah kalian rela melihat wanita ini dihina?”
Suasana menjadi hening. Ada orang yang tidak peduli, tapi juga ada orang yang merenungnya.
Hidup di pulau terpencil hingga sekarang, mereka semua masih belum kehilangan kemanusiaan. Ucapan Hesti bagai panah tajam yang menusuk lurus ke hati setiap orang.
Melihat situasi tersebut, ia pun memelankan nadanya, lalu lanjut memperkeruh suasana.
“Aku tahu kalian semua demi kelangsungan hidup. Tapi ia hanyalah seorang wanita lemah. Hidup sendiri memang tidak mudah, kalau kalian semua meremehkan hal tersebut, bukankah ia semakin kasihan?”
Kerumunan itu seketika menjadi ramai. Mina menjadi orang pertama yang keluar.
Gadis yang emosional ini sambil mengelap air matanya, sambil menarik ujung lenganku bermohon. “Kak, mohon Kakak biarkan wanita ini disini.”
Selanjutnya terdengar suara setuju yang berlangsung. Sebagian besar dari mereka setuju untuk membiarkan wanita ini tinggal disini.
Laura terus menatapku, mata jernihnya pun muncul dua buah api, seperti sedang mengatakan, “Kamu berani?”
Tapi melihat pandangan orang-orang yang berharap, akhirnya aku menatap kearahnya penuh rasa bersalah, lalu mengangguk keras berkata. “Baiklah, kalau begitu biarkan ia tinggal disini!”
Aku baru selesai berkata, lalu langsung terdengar suara sorakan senang di dalam kamp.
Laura pun marah-marah pergi meninggalkan tempat. Aku menghela nafas dan tak sengaja menemukan Hesti yang sedang menatap punggung kepergiannya dengan wajah tanpa ekspresi, beserta pupil mata yang menggelap.
Novel Terkait
Dewa Perang Greget
Budi MaPRIA SIMPANAN NYONYA CEO
Chantie LeeThe True Identity of My Hubby
Sweety GirlWahai Hati
JavAlius1001Malam bersama pramugari cantik×
- Bab 1 Nyawa Yang Didapat Kembali Dari Bahaya
- Bab 2 Memungut Barang Hilang
- Bab 3 Filan Keterlaluan
- Bab 4 Filan Sudah Mati
- Bab 5 Mendapatkan Pistol Tanpa Disengaja
- Bab 6 Pertarungan Berdarah Dengan Piranha
- Bab 7 Kematian Tim Penyelamat
- Bab 8 Perempuan Ketiga
- Bab 9 Pengalaman Tim Penyelamat
- Bab 10 Demam
- Bab 11 Menemukan Anggota Baru
- Bab 12 Menyerbu Binatang Liar
- Bab 13 Pembunuh di Balik Badan
- Bab 14 Bermalam di Atas Pohon
- Bab 15 Pemandangan yang sangat menakjubkan
- Bab 16 Ada Harta Karun di Sini
- Bab 17 Kotak Harta Karun Cahaya Bulan
- Bab 18 Ada Apa Denganmu
- Bab 19 Kembali ke Masa Lalu
- Bab 20 Zebra Kembali Muncul, Pertandingan Antara Manusia dan Hewan dimulai
- Bab 21 Persaingan Hutan
- Bab 22 Menjelajah Alam
- Bab 23 Yang Memukul Adalah Kamu
- Bab 24 Mimpi Indah
- Bab 25 Hesti patah hati
- Bab 26 Pengkhianat
- Bab 27 Adegan Kecelakaan Mobil (Sangat Pornografi Dan Penuh Kekerasan)
- Bab 28 Hanya Tersisa Kamu
- Bab 29 Dia Tidak Punya Lidah
- Bab 30 Hidden paradise
- Bab 31 Menemukan telepon genggam
- Bab 32 Julio
- Bab 33 Ada apa dengan Laura dan Yuri
- Bab 34 Pindah rumah
- Bab 35 Keheranan Orang hutan
- Bab 36 Rahasia dari lukisan kaligrafi
- Bab 37 Dia Sudah Mati
- Bab 38 Lukisan Menghilang
- Bab 39 Tidak Disangka Dia adalah...
- Bab 40 Bunga Merah Pemakan Manusia
- Bab 41 Segel Kutukan
- Bab 42 Pertempuran di Kuburan
- Bab 43 Perjalanan Sehari di Dalam Lambung Monster
- Bab 44 Pulau Tak Bernama
- Bab 45 Pertarungan
- Bab 46 Pingsan
- Bab 47 Rahasia Julio
- Bab 48 Cyndi
- Bab 49 Menemukan Hesti
- Bab 50 Perselisihan
- Bab 51 Wanita yang Baru Datang
- Bab 52 Ciuman Hesti
- Bab 53 Cyndi Terlibat Kesulitan
- Bab 54 Hesti Menghilang
- Bab 55 Mengeluarkan racun
- Bab 56-57 Mina
- Bab 58 Transmiter Tua Milik Suzy
- Bab 59 Jatuh ke dalam Lubang
- Bab 60 Hesti yang Aneh
- Bab 61 Kamp Terserang
- Bab 62 Kerusuhan yang Tak Diperlukan
- Bab 63 Jebakan
- Bab 64 Bertemu Lagi dengan Hugez
- Bab 65 Menjebak
- Bab 66 Bom Waktu
- Bab 67 Suzy Menghilang !?
- Bab 68 Buah Yang Aneh
- Bab 69 Menemukan Mina
- Bab 70 Kembali ke goa
- Bab 71 Mina Siuman
- Bab 72 Diselingkuhi
- Bab 73 Permintaan Maaf dan Pertentangan
- Bab 74 Hesti Bangun?
- Bab 75 Seperti Orang yang Berbeda
- Bab 76 Dua Jiwa
- Bab 77 Can't Make Bricks without Straw
- Bab 78 Manusia Jelek
- Bab 79 Harapan di tengah kesulitan
- Bab 80 Cincau
- Bab 81 Kemunculan Ular Piton
- Bab 82 Bertarung Melawan Piton
- Bab 83 Scarlet
- Bab 84 Selamat Dari Gigitan Ikan
- Bab 85 Smith Kembali
- Bab 86 Bertemu Orang Aborigin Lagi
- Bab 87 Dunia Mimpi
- Bab 88 Melihatmu, Memakanmu
- Bab 89 Sumber Latihan Master
- Bab 90 Diskriminasi Ahli
- Bab 91 Bertarung Melawan Monster
- Bab 92 Berhati Busuk
- Bab 93 Upacara
- Bab 94 Ikut Denganku
- Bab 95 Pertandingan Sebelum Pergi
- Bab 96 Mata Air Coba Pertarungan
- Bab 97 Penjara Air
- Bab 98 Bangkit Kembali
- Bab 99 Berhasil
- Bab 100 Akhir Cerita