1001Malam bersama pramugari cantik - Bab 55 Mengeluarkan racun

Aku sering menemukan mereka di tempat-tempat yang sering dikunjungi penduduk setempat.

Sepertinya mereka cukup penasaran terhadap banyak hal. Tatapan yang bersinar dan penuh rasa eksplorasi cukup membuat orang agak ketakutan.

Atau.... mereka ingin meneliti orang setempat?

Mengingat saat aku membawa Hesti kembali, aku sama sekali tidak memberi pakaian normal untuknya. Aku pun menjadi agak khawatir akan para peneliti gila itu yang menganggap Hesti sebagai penduduk setempat.

Semakin dipikir semakin panik, aku pun ingin buru-buru menemukan Hesti.

Entah kapan Suzy yang di samping telah pergi. Ia pergi dengan diam, seperti memanggilku datang hanya demi memberi tahu informasi ini kepadaku.

Aku tahu dirinya memiliki banyak rahasia tidak kuketahui, tapi mengingat ia tidak pernah melakukan hal-hal yang merugikan diriku, sehingga aku pun sering membiarkannya.

Matahari pelan-pelan terbenam, cahaya matahari pun memencar luas di langit.

Orang-orang kamp pun sudah pulang, tapi tidak ada satupun orang yang menemukan Hesti, ataupun membawa pulang kabar tentang Hesti.

Hatiku tidak tahan untuk terus khawatir.

Berdiri di depan kamp, aku mengejap pelan mataku. Akhirnya aku juga memutuskan untuk masuk lagi ke dalam hutan mencari Hesti sebelum matahari terbenam.

Tapi sekalinya mencari, aku pun kelupaan waktu.

Hutan pelan-pelan menggelap, aku pun masih tidak dapat menemukan Hesti, dan sama sekali tidak melihat bayangan orang luar negeri.

Tidak jauh sana terdapat banyak pasang mata hijau yang bersinar.

Penglihatanku di malam hari masih kehitung baik, dan tentu aku bisa mengetahui bahwa banyak pasang mata itu merupakan milik binatang buas yang tengah mencari mangsa.

Aku mengangkat alisku dan berhati-hati menghindari area kegiatan mereka.

Meskipun adanya perubahan pada fisikku dan adanya peningkatan pada kemampuanku, tapi aku tidak begitu yakin bisa asal bertindak di dalam hutan yang gelap dan berbahaya ini.

Malam hari di dalam hutan, entah bagaimana pun dipenuhi dengan risiko yang tidak diketahui.

Aku susah payah menemukan goa tanpa pemiliknya dengan menelusuri kegelapan. Setelah selesai merapikan, aku pun memutuskan untuk menginap disini untuk semalam.

Angin dingin di luar goa terus menerpa kencang, api unggun di samping pun terus membara.

Aku meletakkan kepalaku diatas tas punggungku dan menarik erat jaketku, lalu tertidur setelah berbolak-balik banyak kali.

Tapi tidur hingga pertengahan, aku mendadak mendengar suara teriak yang tajam dari luar sana yang memecahkan keheningan hutan di malam hari.

Aku seketika bangkit dan duduk, lalu memandang kearah luar.

Aku hanya menemukan luar goa yang gelap, sehingga kelima jariku tidak dapat terlihat jelas.

Aku mengerutkan dahiku dan terus merasa bahwa suara teriak tadi cukup familiar. Terdiam sesaat, akhirnya aku pun memutuskan untuk mengamati keadaan di luar.

Saat ini hutan sangatlah dingin dan sepi, bagai ada banyak pasang mata yang sedang mengawasiku dalam kegelapan. Aku membuka tas punggungku dan mengeluarkan senter, lalu hati-hati berjalan ke arah dimana suara itu muncul.

Tiba-tiba ada makhluk hidup yang licin melintasi kakiku, seketika aku pun merinding.

Detik selanjutnya, suara tangis seorang wanita yang menggema di dalam kegelapan. Aku pun menghentikan langkahku, dan fokus melihat kearah sana.

Aku pun menemukan sebuah bayangan gelap yang sedang gemetar pelan diatas permukaan tanah. Bentuk wajahnya terlihat sangat familiar, aku pun mengangkat alis dan membuat tebakan yang tidak dapat aku percaya.

“Laura?” Aku coba-coba memanggil.

Suara tangis itu pun tiba-tiba berhenti. Bayangan tubuh itu bergerak, lalu mengangkat ajahnya yang penuh jejak air mata.

Melalui penerangan senter yang minim, aku dapat melihat jelas wajahnya. Akhirnya aku pun bisa memastikan bahwa orang tersebut adalah Laura yang sedang bertengkar denganku beberapa saat ini!

“Laura, mengapa kamu berada disini?”

Aku tergesa-gesa mendekatinya dan ingin membantunya bangkit dari tanah, tapi aku malah terdengar suara teriak yang kesakitan. Raut wajah Laura seketika berubah, lalu tubuhnya meluncur dari tanganku, sehingga terjatuh kasar di tanah.

“Laura, ada apa yang terjadi padamu?” tanyaku khawatir sambil mengerutkan dahi.

Wajah Laura agak memerah.

Ia terus menggertakan gigi dan tidak mengatakan sepatah kata pun. Ia hanya terus menegakkan tubuhnya, sehingga terlihat sangat kaku.

Sepertinya Laura terluka!

Aku pun khawatir, langsung bertanya kepadanya, sambil asal meraba tubuhnya. Tapi perhatianku malah tidak berguna, tubuh Laura pun memanas setelah diraba habis olehku dan lukanya pun masih belum ditemukan.

Sebenarnya aku sungguh tidak berpikiran mesum, melainkan sangat khawatir dan panik.

“Jangan raba lagi!”

Akhirnya Laura menjauhkan tanganku, dan mengatakan ketiga kata tersebut dengan kesal.

Wajahnya memerah, alis yang indah pun berkerut bersama. Tak lama kemudian, ia baru memelankan suaranya dan berkata dengan tidak senang. “Aku digigit ular, lukanya....ada di pantat.”

Di pantat!

Aku pun mengalihkan pandanganku kearah pantatnya yang berisi dan hidungku merasa panas.

Atmosfer pun menjadi hening, lalu suasana yang canggung mulai berpencar.

Hanya terdengar suara dimana aku menelan ludah. Suara ini pun menjadi sangat jelas dalam keheningan.

“Kamu!”

Laura melirik kearahku dengan kesal dan malu.

Ia pun langsung menolehkan wajahnya ke samping dan menenggelamkan wajahnya di tengah ketiak. Ia pun berdeham pelan, lalu suara yang malu pun masuk ke dalam telingaku.

“Albert, bolehkah kamu bantu aku....”

Bantu apa?

Oh, tentu mengisap racun ular.

Otakku pun kosong, hanya kata ‘pantat’ yang terus terulang di dalam pikiranku.

Aku sungguh tidak mengerti mengapa ular beracun itu bisa menggigit pantat Laura. Jangan-jangan ular itu adalah seekor ular yang mesum?

Saat aku sedang asal berpikir, tiba-tiba terdengar suara rintihan Laura yang kesakitan, wajahnya pun memucat. Racunnya.... sudah bereaksi!

Nyawa orang sangat lah penting, saat ini aku pun tidak dapat peduli masalah canggung atau tidak.

Aku pun langsung melepaskan celananya. Melalui penerangan yang redup, aku dapat melihat dua titik bekas gigitan diatas pantat putihnya.

Darah merah gelap mengalir keluar, sehingga pantatnya terwarnai.

Aku pun menelan ludah beberapa kali, lalu mengalihkan pandangan ragu keatas wajah Laura. Tapi aku malah menemukan dirinya dengan wajah yang memucat. Awalnya bibir yang merah juga seketika kehilangan warna.

Aku pun langsung serius, menatapi jejak gigitan itu dan membuat keputusan.

Aku meringkuk, lalu langsung mengisap kuat luka itu. Seketika rasa darah yang amis dan hangat masuk ke dalam mulutku.

Aku tidak berani ragu dan memuntahkan darah hitam itu ke samping, lalu meringkuk lagi.

Laura mengejapkan matanya, sambil merintih pelan. Sepertinya demi membantuku, ia pun mengangkat dikit pantatnya, seketika pinggangnya membentuk lengkungan yang indah.

Mataku langsung menjadi semangat.

Tapi nyawa orang sedang berada di ambang kematian, aku pun lanjut meringkuk dan membantunya mengisap racun keluar. Lagi-lagi terdengar suara rintihan panjang yang berasal dari mulut Laura.

Hatiku terus berdetak cepat, tenaga untuk mengisap racun pun menjadi lebih kuat.

“Hmmm....”

Laura mengerucut bibir merahnya tidak puas, dan pantat putihnya bergerak sekilas di hadapanku.

Novel Terkait

Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu